Bukan gimmick, bukan pula mengekor tren. Ihwal 'green' atau isu-isu lingkungan hidup sudah sepatutnya menjadi perhatian semua, termasuk industri perbankan yang menginisiasi Green Banking.
Green Banking atau perbankan ramah lingkungan bukan sekadar produk perbankan. Sejatinya Green Banking adalah bagian dari gerakan global dalam menghadapi krisis iklim. Inisiatif ini muncul dari sebuah kesadaran -- bencana ekologi bisa mengganggu pertumbuhan ekonomi suatu bangsa.
Bank memang tidak secara langsung terkait dengan kegiatan perusakan alam, seperti pertambangan atau industri pengolahan lainnya. Tapi penyaluran kredit atau kegiatan operasionalnya bisa saja mendukung perusakan alam itu. Di sinilah peran penting Green Banking, apakah kreditnya disalurkan ke industri yang ramah ligkungan, atau justru industri yang merusak alam?
Dalam green banking ini, secara teknis, bank akan mengucurkan kreditnya untuk perusahaan yang memenuhi standar lingkungan, sosial, dan tata kelola (environmental, social, and governance) atau ESG. ESG sendiri merupakan inisiatif kalangan swasta dalam merespon desakan untuk menciptakan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.
Jelas sudah, dengan green banking korporasi perbankan tidak lagi cuma fokus pada laba sebesar-besarnya, tetapi juga harus memfokuskan tanggung jawabnya pada upaya memelihara kelestarian lingkungan dan alam semesta (planet), serta meningkatkan kesejahteraan sosial kepada masyarakat (people).
Green Banking dan Ketahanan Perbankan
Terkadang masih ada orang yang melihat green banking berisiko bagi korporasi bank dari sisi profit (NPM), lantaran ruang penyaluran kreditnya menjadi lebih sempit. Artinya, permodalan bank akan turun. Apalagi perbankan adalah kontributor utama dalam menjaga kondisi perekonomian supaya tetap kondusif, bukankah ini dilema?
Nah, inilah yang mau kita bahas. Yang pasti, yang terjadi justru sebaliknya, transformasi perilaku bank ke green banking sangat bisa menjaga ketahanan perbankan, yang ujung-ujungnya juga menjaga kondisi perekonomian.
Begini, konsep ekonomi hijau atau green economy kini bukan cuma slogan, namun sudah menjadi komitmen bersama banyak negara. Sustainable finance menjadi tren global dan paradigma baru. Tengok saja G20 kemarin, Blue, Green, and Circular Economy dinilai memiliki potensi dan keuntungan besar untuk pembangunan ekonomi global berkelanjutan.
Bahkan, implementasinya dapat menciptakan jutaan lapangan pekerjaan baru dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Indonesia sendiri sudah mulai menerapkan pendekatan ekonomi tersebut.
Dengan situasi ini, kredit green banking bisa tersalur dengan deras pada proyek yang sejalan dengan penerapan Keuangan Berkelanjutan. Ambil contoh proyek energi terbarukan yang ditetapkan oleh pemerintah, pembiayaan penggantian chiller air conditioner, atau pembiayaan penggantian mesin tekstil hemat energi.
Tak cuma itu, perbankan yang sudah mendeklarasikan dirinya sebagai green banking akan menikmati derasnya penyaluran kredit seperti renovasi bangunan untuk meningkatkan efisiensi energi, pembiayaan pertanian organik dan pembiayaan wirausaha pupuk kompos, aktivitas penangkapan ikan tanpa jala pukat harimau dan peledak, pembiayaan pembangunan gedung ramah lingkungan, pariwisata ramah lingkungan, dan lain-lain, yang semuanya sudah tentu didukung pemerintah.
Jadi, soal profitabilitas bank dalam penerapan green banking, justru bisa membuat NPM-nya meningkat. Terlepas dari penyaluran kredit, keuangan berkelanjutan dan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik juga berdampak positif pada ketahanan perbankan. Apalagi pelaksanaan green economy berpotensi menciptakan jutaan lapangan pekerjaan baru, yang berdampak pada meningkatnya dana masyarakat -- yang disimpan atau disalurkan melalui perbankan.
Pada sisi lain, tren global ekonomi hijau juga meningkatkan jumlah keterlibatan investor yang berwawasan lingkungan. Dari sini, industri perbankan pun bisa menawarkan obligasi berwawasan lingkungan sebagai alternatif investasi. Di Indonesia, pola ini sudah diterapkan oleh BNI Sekuritas melalui penerbitan Green Bond berdominasi rupiah.
Dana segar yang diperoleh dari obligasi semacam ini digunakan oleh Bank untuk pembiayaan proyek-proyek dalam kategori kegiatan usaha berwawasan lingkungan (KUBL), yang notabene kian marak seiring komitmen global.
Nah, melihat potensi-potensi tadi, sudah jelas jika pengaruh positif green banking dan ESG terhadap ketahanan perbankan sangat signifikan. Bank juga berkesempatan mengoptimalkan perannya dalam menekan laju degradasi lingkungan, yang sudah pasti mengganggu pertumbuhan ekonomi dan ketahanan perbankan itu sendiri.
Mari menerapkan keuangan berkelanjutan dan menjaga kelestarian alam agar tidak terjadi degradasi lingkungan. Apalagi degradasi perasaan kamu...eaa.
+++
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H