Jelas aku makin curiga. Tak berapa lama, ibuku bangkit dari tempat tidur lalu buru-buru lari-lari kecil ke kamar mandi. Dari luar, aku mendengar suara seperti suara orang yang sedang muntah-muntah. Aku menunggu di balik pintu kamar mandi. Ayahku juga melakukan hal yang sama.
 Beberapa kali aku mengetuk pintu, tapi ibuku tidak menyahut. Dan saat ayahku berniat membuka paksa pintu kamar mandi, terdengar suara gagang pintu dibuka dari dalam. Ibuku keluar dengan wajah yang pucat. Seketika bau muntahan menyengat hidungku. Aku menaksir ibuku mengeluarkan semua makanan yang sudah ia makan sebelumnya.
Ayahku menuntun ibu ke tempat tidur. Kami sama-sama memasang air muka bingung dan khawatir. Makin khawatir ketika kami menyadari sekujur tubuh ibu keluar keringat dingin.
"Mama masuk angin kayaknya," kata ayahku setelah menempelkan punggung tangan di leher kiri ibu. "Dari pagi kena AC terus, sih."
Ibuku mengangguk. "Yus, ambilin Balsem Lang di tas."
Dengan sigap, aku menarik tas milik ibu. Membongkar isinya. Dan mencari keberadaan benda mungil andalan ibu. Ya, dalam hati aku berpikir bahwa ibuku sudah mengetahui akan terjadi hal seperti ini. Buktinya, benda ajaibnya itu selalu ia bawa ketika bepergian keluar kota. Jika bepergian ke tempat-tempat yang masih berada di wilayah Cirebon, aku belum pernah menemukan benda itu nangkringdi tas kecil miliknya.
Sial. Sekitar satu menit mencari, aku belum menemukan botol hijau kecil tersebut. Aku makin khawatir. "Kayaknya Balsem Lang-nya nggak kebawa deh, Ma. Nggak ada di tas soalnya," kataku membuat ayahku mengernyit.
"Coba cari lagi, Yus," pinta ayahku.
Aku manut. Tapi, memang dasar benda itu mungkin tertinggal di rumah atau bagaimana, hasilnya tetap nihil.
Tak berapa lama, ibuku kembali buru-buru ke kamar mandi, muntah lagi. Aku makin dilanda kebingungan. Akhirnya, tanpa suara, aku bergerak keluar kamar untuk menemui pegawai hotel, meminta tolong.