Saat pertama mendengar rencana itu di mobil, Wisnu seketika merasakan naluri untuk melarangnya pergi sendirian keliling Indonesia.
"Does your mother know you're going to travel alone?"
Emily mengangguk,"Yep, she knew. Besides, my pals already there right now."
"In Bali?"
"Uhum," Emily menggosok dagunya. " I'm all grown up, Sir. You don't have to worry about your little girl," kata Emily lagi, setengah meledeknya.
Nada sambung itu terus berbunyi namun tak ada yang mengangkat. Wisnu menatap kosong layar ponselnya, dia tahu dia tidak punya hak melarang Emily kemana pun. Gadis ini tumbuh tanpa keberadaannya dan Wisnu tidak bisa begitu saja mengambil peran sebagai ayah. Demi Tuhan, mereka baru bertemu dua hari yang lalu dan melakukan pembicaraan tak lebih dari empat jam.
Pernikahannya dengan Ava tidak dikaruniai keturunan dan menjadi ayah adalah suatu konsep yang asing baginya. Kehadiran mendadak Emily membuat emosinya labil dan dipenuhi keraguan tentang apa yang seharusnya dia lakukan sebagai ayah yang baik.
"Bang, sudah selesai. Hayuk," suara Ega, manajer Juanita Pradopo membuyarkan lamunannya.
Alphard hitam milik Juanita itu segera mereka masuki. Beberapa fotografer masih berusaha menghamburkan kilatan blitznya ke arah Juanita di balik kaca jendela. Wisnu membebankan tubuhnya ke kursi kulit di jok belakang dan memejamkan mata. Juanita Pradopo mencoba memancing pembicaraan kepadanya tapi Wisnu pura-pura tidak mendengar.
"Abang, kenapa Abang tidak duduk disampingku tadi?" Juanita merajuk.
Wisnu tersenyum datar. "Kamu artis yang cerdik, Nita. Kamu tahu apa yang harus kamu lakukan dengan mereka," katanya.