Cerita itu terlintas kembali dalam ingatan saya. Saya rasa banyak yang sudah pernah mendengarnya. Tapi, tidak ada salahnya saya tuliskan lagi secara singkat.
Saat itu masih era orde baru. Mbah Yai Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus) sedang berkumpul bersama para kiyai sepuh dalam sebuah forum. Di situ, Gus Mus membahas topik mengenai ghoyah (tujuan) dan wasilah (jalan atau sarana untuk mencapai tujuan tersebut) dalam beragama.
"PDI, PPP, dan Golkar itu wasilah atau ghoyah?" Gus Mus bertanya kepada forum. Dengan mantap, para kiyai serempak menjawab, "Wasilah!"
Gus Mus tersenyum, kemudian melanjutkan pertanyaannya, "NU, Muhammadiyah, Al-Irsyad, dan lainnya itu wasilah atau ghoyah?"
"Wasilah...", jawaban kembali terdengar, namun tidak semantap sebelumnya.
Gus Mus pun bertanya kembali, "Islam, Kristen, Hindu, dan Budha itu wasilah atau ghoyah?" Pertanyaan ketiga ini direspon dengan diam oleh forum. Tiga kali Gus Mus mengulangi pertanyaan ini, namun tidak ada yang menjawab. Sampai akhirnya, ada kiyai yang balik bertanya, "Kalau menurut Gus Mus sendiri bagaimana?"
Gus Mus mantap menjawab, "ya wasilah juga".
Jawaban Gus Mus tersebut menggegerkan forum. Mengapa Islam dianggap hanya sebagai wasilah? Lantas apa ghoyah atau tujuan dari Islam itu sendiri?
"Ghoyahnya ya Gusti Allah." Jawab Gus Mus.
***
Ingatan saya akan cerita di atas dipicu setelah lini masa FB saya memunculkan berita mengenai Mbah Benu. Pemimpin Jamaah Aolia Gunung Kidul tersebut menetapkan tanggal 5 April kemarin sebagai hari raya Idul Fitri. Menurut berita itu, Mbah Benu mengaku menetapkan hari raya pada tanggal tersebut setelah "menelepon" Gusti Allah. Saya sendiri baru mengenal Mbah Benu dan Jamaah Aolia Gunung Kidul melalui berita kemarin, sehingga saya tidak terlalu tertarik menelusuri seperti apa persisnya cara beliau menetapkan tanggal hari raya.