Mohon tunggu...
Abi Permana
Abi Permana Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Menulis

Bertamasya dengan Menulis

Selanjutnya

Tutup

Politik

SBY dan Jalan Sunyi Perdamaian Pasca Pilpres

10 Mei 2019   14:45 Diperbarui: 10 Mei 2019   15:03 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar https://www.jawapos.com 

Presiden RI ke Enam Susilo Bambang Yudhoyono tentu tidak pernah bermimpi akan menyaksikan perpolitikan seperti saat ini. Memimpin dengan tenang selama sepuluh tahun dengan memberikan kebebasan seluasnya kepada rakyat untuk berekspresi dan berpendapat, SBY juga mulus memimpin transisi pemerintahan dari Presiden RI ke Lima Megawati Soekarno Putri dan membimbing Presiden Jokowi menjalani masa transisi sebelum kemudian mengucapkan sumpah jabatan dihadapan anggota Majelis Pemusyarawatan Rakyat pada 20 Oktober 2014 silam.

Kini saat tengah disibukkan dengan aktifitas menjaga dan merawat Sang Isteri yang berjuang melawan penyakit kanker darah di National University of Singapore, SBY harus kembali mendapat cobaan. Ia diserang oleh koleganya sesama purnawirawan TNI, yaitu Mayor Jenderal (Purn) Kivlan Zein.

Menariknya, serangan itu disampaikan saat SBY tengah berjuang mengupayakan sebuah proses rekonsiliasi penuh dan menyeluruh pasca Pilpres 2019 yang berlangsung panjang dan bahkan disebut memakan korban nyawa.

Sebagaimana kita ketahui, Pilpres dan Pileg kali ini memang menyajikan berbagai drama politik yang berujung pada terbelahnya kekuatan masyarakat pada dua kelompok yang didasari pada identitas keagamaan. Para analis politik bahkan menyebut bahwa polarisasi ini terjadi akibat isu isu politik identitas yang disuarakan secara masif.

SBY sendiri pernah mengingatkan bahaya cara berpolitik seperti itu. Ia mendesak semua pihak harus memainkan peran politik mencerdaskan dan mempersatukan ditengah perbedaan pendapat. SBY bahkan meyebut, perbedaan pendapat tidak harus memecah belah rakyat dalam kelompok yang saling berbenturan.

Akan tetapi harus diakui, pasca peristiwa penghinaan agama yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama yang menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta di tahun 2016 silam, polarisasi masyarakat memang terus menguat. Meski tidak dapat dibantah sebelumnya, aksi penolakan terhadap Ahok kerap terjadi dan diprovokasi namun puncaknya memang pasca peristiwa di Kepulauan Seribu tersebut.

Ucapan Ahok yang dinilai menghina Ayat Suci Al Qur'an itu kemudian digiring menjadi isu penolakan terhadap pejabat non muslim yang berakibat gesekan tajam di masyarakat saat pelaksanaan Pilkada 2017 silam. Hal itu terus terjadi karean waktu pelaksanaan Pilkada DKI berdekatan dengan pelaksanaan Pileg dan Pilpres 2019 yang dilakukan secara serentak.

SBY saja menyesalkan hal itu. Sebagai prajurit TNI yang memegang teguh sumpah prajurit dan Sapta Marga TNI, ia jelas tidak menginginkan perpecahan di tengah masyarakat. Disisi lain sebagai seorang Presiden yang pernah menjabat selama dua periode, ia telah membangun pondasi politik dan sosial masyarakat dengan membuka lebar lebar keran kebebasan dengan penuh tanggung jawab.

Kini ditengah kegaduhan politik yang kian tak menemuka ujung, SBY seperti berjalan ditengah sunyi. Ia berpikir keras seorang diri agar perpecahan tidak meluas dan membahayakan keutuhan bangsa. Ia menjunjung tinggi kebhinekaan dan kemajemukan termasuk dalam hal politik, sosial dan keagamaan. Namun kemajemukan itu dalam pandangan SBY tidak harus memisahkan rakyat dalam dua kutub yang saling bertikai.

Di jalan sunyi menawarkan rekonsiliasi, SBY justru diserang. Padahal jika saja penyerangnya itu tahu bahwa SBY tengah berjuang mengupayakan perdamaian dan rekonsiliasi mungkin mereka akan meramaikan jalan SBY dan membantu Sang Negarawan untuk mengembalikan kedamaian rakyat dan menikmati pesta politik dengan asyik.

Pekan lalu, SBY menerima kunjungan beberapa tokoh nasional yang berkunjung ke National Unoversity of Singapore. Kepadanya kembali dititipkan keinginan untuk mempersatukan kembali rakyat pasca perbedaan pilihan politik. Jelas politik adalah sebuah cara untuk satu tujuan besar yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum.

Seharusnya para tokoh seperti Kivlan Zein, Eggy Sudjana dan bahkan AM Hendropriyono atau Rizieq Shihab sekalipun berbimbingan tangan menciptakan kedamaian. Kini SBY berjalan dalam sunyi menyuarakan rekonsiliasi nasional agar dimasa datang kita tidak lagi terjebak dalam ego masing-masing yang akan menyengsarakan masa depan rakyat.

SBY juga menyuarakan agar rekonsiliasi dilakukan secara menyeluruh. Namun rekonsiliasi itu haruslah berlandaskan pada kebenaran dan sesuai dengan aturan serta kaidah hukum. Rekonsiliasi yang ditawarkan SBY bukanlah rekonsiliasi pihak yang kalah menerima begitu saja kekalahan dan pihak yang menang kemudian merayakan kemenangannya.

Ia meliputi tiga hal utama yaitu sikap kompromi kedua belah pihak dengan mengedepankan keselamatan bangsa diatas semua kepentingan kedua calon dan pendukungnya, kedua, mencari solusi yang sama sama menguntungkan dan yang terakhir adalah rekonsiliasi yang saling menghormati proses pemilu dengan azas saling membuka diri dan menahan diri dari sikap ingin menang sendiri.

Jadi, jangan biarkan SBY berjalan dan berjuang sendiri. Ia seorang Presiden yang pernah memenangkan Pilpres langsung pertama kali dan tanpa konflik. SBY adalah saksi dan pelaku sukses Pilpres yang bak kata pepatah, "Usai pertandingan, saatnya bersalaman". Dimasanya, pasca terpilih di tahun 2004 silam, selama lima tahun tidak pernah ada kubu kubuan di masyarakat. Bahkan kosa kata Cebong dan Kampret tidak sekalipun kita dengar dalam keseharian dan media meski kosa kata itu sudah sangat lama ada di dalam Kamus Besar Bahasa Indoneia.

Jadi, jangan biarkan SBY berjalan dalam sunyi rekonsiliasi. Sungguh kita malu masih saja sibuk memperparah polarisasi.

Salam  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun