Mohon tunggu...
Lukmanul Hakim
Lukmanul Hakim Mohon Tunggu... Jurnalis Warga (JW) cbmnews.net, Divisi OSDM Panwascam Larangan, Koord. JW Belik Kab. Pemalang -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis untuk Perubahan - Jangan Pernah Berhenti untuk Belajar - Selalu Semangat dan Berkarya melalui ide dan gagasan yang dituangkan dalam tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Filosofi Lebaran, Lebar Lebur Luber

15 Juni 2018   22:06 Diperbarui: 15 Juni 2018   22:12 1001
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gema Takbir berkumandang di bumi Nusantara, rayakan kemenangan datangnya hari Raya Idul Fihri 1 Syawal 1439 Hijriyah. Kaum Muslimin bersuka cita menyambut hari Lebaran. 

Lebaran berasal dari kata lebar,lebur,luber. Lebar karena sudah usai bulan Ramadhan, menyambut bulan Syawal dan tidak melaksanakan puasa wajib lagi. Lebur, merupakan harapan dari setiap hamba Allah, mudah-mudahan dilebur segala dosa-dosanya dan diampuni. Luber, karena di hari raya idul Fithri, meluber banyak hidangan, ketupat sayur, kue, minuman dan banyak lagi yang tersaji di meja untuk menyambut tamu yang berkunjung.

Filosofi Lebaran

Kalau kita tarik kesimpulan kata Lebaran, bisa dijabarkan secara detail untuk perubahan kata dari lebar, lebur dan luber. Lebar, bukan lEbar yah, tapi lebar, dimaknai selesai atau tuntas. Jangan salah mengucapkan, karena bisa "berabe" jadinya. 

Penulis jadi ingat tentang kisah anekdot terkait seseorang yang keliru memahami makna kata-kata dan ucapan seseorang, sehingga salah paham. Karena ada kata yang apabila diucapkan oleh beda suku bisa berbeda lafal dan intonasinya, misalnya logat batak atau madura.

Suatu hari ada percekcokan antara penumpang dengan kernet Bus Kopaja. Kebetulan momen saat itu bertepatan dengan suasana hari raya idul Fitri. Karena suasana idul fitri, biasanya ada kenaikan harga tarif bus.

Biasanya ongkos tarif bus hanya Rp 5000,- berubah naik menjadi Rp.8000,-. Ada seorang ibu yang tidak tahu menahu dengan kenaikan tarif bus tersebut protes. " Lho bang biasanya kan Rp.5000,-, kok sekaranga abang narifnya Rp.8000,-, kami keberatan bang," kata salah seorang ibu paruh baya.

Kernet itu lantas menjelaskan alasan kenapa tarifnya naik," Begini ya ibu-ibu, sekarang ini kan musim le-ba-ran ( maksudnya lebaran), jadi tarif ongkos naik bus pun dinaikkan," ujar kernet dengan logat batak yang jelas dan kentara.

Mendengar penjelasan itu, ternyata ibu tersebut salah paham, dikira menyinggung dirinya yang berbadan lebar. Ia memaknai lebaran asal kata lebar lawan katanya sempit. " Mau le-ba-ran kek, mau sem-pitan kek, pokoknya saya gak peduli, tarif ga usah lah dinaikkan," ujar ibu-ibu yang salah paham tersebut.

Cerita diatas hanya fiktif dan anekdot yang memahami kata lebaran. Yang terpenting dipahami kita, bahwa lebaran diartikan sebagai sebuah kemenangan dari usainya ibadah puasa Ramadhan.

Lebur, memberi makna melebur atau menjadi satu atau sebagian menghilang. Filosofinya adalah sesuai dengan hadits Rasulullah : Man shooma romadhoon iimanan wahtisaaban ghufiro la, huu maa taqoddama min dzanbihi (Barang siapa yang berpuasa di bulan Ramadhan, dengan iman dan ber ihtisab atau mengharapkan pahala, maka Allah akan mengampuni dosa yang telah lalu). 

Dari hadits tersebut, bekaitan erat dengan kata lebur. Semoga dosa-dosa kita seusai ibadah di bulan Ramadhan menjadi melebur dan hilang tergantikan oleh kebaikan dan pahala dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

Luber, bisa dimaknai meluber, atau bahasa jawanya "ngayah", karena banyak. Ibarat air yang berlebihan di sungai akhirnya meluber di jalanan. Begitu juga saat momen lebaran, banyak makanan yang disajikan di meja untuk hidangan, atau sajian yang tersedia saat kita berkunjung ke saudara untuk "nyadran" sebagai wujud menyambung tali silaturahmi.

Meluber, apabila tidak diatur dengan baik bisa berakibat "isrof" atau berlebih-lebihan, sehingga mengakibatkan makanan yang tidak habis dan terbuang sia-sia. Hal ini tentu mesti kita hindari, jangan sampai memiliki makanan yang terbuang sia-sia. Mestinya kita harus bisa mengelolanya untuk mengantisipasi agar makanan tidak meluber.

Melubernya makanan atau sajian, bisa juga terjadi karena kiriman dari saudara-saudara saat "nyadran" ke rumah. Karena kekhasan makanan atau cemilan lebaran, sehingga satu model berkumpul menjadi satu seperti lepet atau ketupat. 

Seringkali tidak habis, bahkan sampai basi akhirnya terbuang. Hal ini bisa diantisipasi dengan rooling memberikan lagi kepada tetangga atau saudara, sehingga bisa bermanfaat.

Akhirnya, penulis mengucapkan kepada Admin Kompasiana dan para Kompasianer, Selamat Hari Raya  Idul Fitri 1 Syawal 1439 Hijriyah, Taqobbalallahu Minnaa Wa minkum, Mohon Maaf Lahir dan Bathin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun