Mohon tunggu...
WAHID HASIM
WAHID HASIM Mohon Tunggu... Guru - Baca dan baca lalu tulislah

Guru

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Resep Hidup Bahagia (1)

21 Juli 2022   20:09 Diperbarui: 21 Juli 2022   20:12 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Resep Hidup Bahagia 

Syaikh Abdul Qodir jailani mengatakan bahwa setiap manusia yang terlahir ke muka bumi ini tidak bisa menghindar dari dua hal, dua keadan batin dalam menjalani kehidupan, antara bahagia dan sengsara. 

Ketika disodorkan kepada kita dua pilihan antara bahagia dan sengsara, maka semua manusia tanpa kecuali akan menjatuhkan pilihan  perasaannya pada bahagia. 

Allah menjadikan manusia dilengkapi dengan hati, hatilah yang bisa merasakan bahagia atau sengsara.

Bahagia dan sengsara adalah wilayah hati yang punya. Apa yang ada dalam hati manusia berbeda -- beda. Karenanya bila ditanyakan pada diri setiap manusia, apa yang kamu cari hidup di dunia ini .....? dapat dipastikan jawabanya mencari kebahagiaan hidup , bila ditanyakan kembali kebahagiaan seperti apa yang kamu dambakan...?, maka akan muncul beragam jawaban.

 Isi hati manusia tidak ada yang tahu, tidak ada yang bisa membaca. Orang kaya mungkin akan merasa bahagia bila semua keperluan materinya terpenuhi, rumah mewah ada, sarana mobil, kendaraan tersedia, semua keperluan di rumah serba lengkap, berbeda dengan orang miskin -- bagi orang yang miskin dengan makan cukup hari itu saja sudah merasa bahagia.

 Lain lagi pemimpin, pemimpin akan bahagia bila semua planing yang diprogramkan tercapai semua tanpa ada kendala -- tidak banyak masalah yang muncul, semua anak buahnya patuh, semua masalah dapat dikendalikan.sedangkan bagi bawahan asal gaji sudah terbayar tepat waktu bahagia rasanya didapat. 

Sedangkan  bahagianya orang yang sehat tentu tak sama dengan orang yang sakit, bahagianya ahli taat berbeda dengan ahli maksiyat. Setiap manusia pasti mengharap hidup bahagia dengan segala status dan strata sosial yang melekat padanya, serta dengan kondisi bagaimanapun dan dimanapun.

Ada sebuah dialog menarik yang terjadi ketika dua orang berjalan melewati sebuah rumah megah, dibagasinya ada beberapa mobil mewah.  Tampak  anak-anaknya sedang bermain di halaman rumah yang luas dan ditanami bunga-bunga yang indah. 

Diteras terlihat seorang laki-laki dan perempuan yang  sedang duduk berdua diteras rumah, mungkin itu kedua orang tuanya kali ya, ucap salah seorang kepada teman disampingnya sambil memperhatikan rumah megah dan yang ada didalamnya. 

Teman yang disampingya menjawab : mungkin juga, sambil menimpali "alangkah bahagianya kedua orang tua dan anak-anaknya itu ya -- rumah megah, mobil mewah, halaman rumah luas nan indah, fasilitas wah....bahagianya mereka ya...!?.

belum tentu jawab kawan disebelah tadi, siapa tau kedua orang tuanya yang duduk di teras itu lagi pusing mikir angsuran mobil mewahnya, belum lagi anak -- anaknya yang nakal -- nakal, makanya diawasi dirumah atau anaknya sebenarnya jenuh main didalam rumah selalu diawasi, mereka ingin main bersama teman-temannya diluar rumah tapi dilarang kedua orang tuanya. 

Itu sekelumit obrolan tentang bahagia yang objeknya satu, ternyata memunculkan dua kemungkinan antara bahagia dan menderita.

Kebahagiaan merupakan tema yang selalu dijadikan bahan pembicaraan orang, bagaimana hakikatnya dan dengan jalan apa yang ditempuh untuk mendapatkannya. Boleh dikatakan seribu pandangan dan pendapat tentang bahagia. 

Sebagian orang menduga bahwa dengan mudahnya fasilitas hidup akibat kemajuan teknologi modern sekarang ini, manusia akan dihantar ke gerbang kebahagiaan hidup dengan sempurna. 

Tetapi anggapan itu ternyata jauh dari kebenaran, bahkan penyakit gangguan kejiwaan akibat implikasi dunia modern semakin banyak.

Itulah bahagia -- kita melihat orang lain yang sedang ceria tertawa-tawa, fasilitas hidup serba ada, dianggap bahagia. Sebaliknya mereka yang kita anggap bahagia ternyata memperhatikan kita, bahwa kita lebih bahagia dari mereka. 

Ternyata mereka yang bergelimang harta melihat orang yang hidup sederhana apa adanya dijalani dengan ketenangan dan kesabaran membuat mereka jadi iri melihatnya.

Bahagia laksana fartamorgana, kita melihatnya indah -- setelah didekati tidak seindah yang terlihat. Begitupun indahnya bahagia, terlihat kasat mata orang di luar sana bahagia, mereka yang terpenuhi semua fasilitasnya, kita merasa menderita, setelah kita tau ternyata mereka yang fasilitasnya lengkap semua kebutuhannya terpenuhi, lebih menderita dari kita.  

Mereka bosan dengan bergelimangnya harta, fasilitas yang serba mewah tidak menjadikannya tenang hatinya.

Demikian juga sering kita melihat ada orang yang menurut kita betapa menderita hidupnya, fasilitas serba minimal dengan segala kesusahan dan keterbatasannya -- ternyata mereka  menjalani dengan tenang penuh kesabaran dan keikhlasan. 

Apapun yang ada selalu mereka syukuri, kondisi apapun selalu diterima dengan lapang dada, inilah yang mengantarkan mereka kepada gerbang kebahagiaan.

Rasul mengajarkan kepada kita untuk selalu berdoa sebagai berikut : "Ya Allah kami memohon kepadaMu jiwa yang tenang, beriman dengan berjumpa denganMu, meridhoi ketentuanMu dan menerima (semua) pemberianMu.

 Doa ini mengajarkan kepada kita untuk selalu menerima dengan ridho apapun bentuknya dan berapapun jumlahnya rizqi yang diberikan Allah SWT kepada kita. 

Sifat menerima dan keridhoan inilah yang mengantarkannya selalu bersyukur atas anugerah dari Allah, sehingga hatinya akan selalu tenang dalam kondisi kekurangan maupun lapang -- inilah kebahagiaan yang diharapkan setiap insan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun