Ditulis oleh : Abi Marwa Hapid
Program Studi Sistem Telekomunikasi 2020 Kelas A
NIM : 2007648
Pandemi covid-19 yang mengguncang dunia seakan merubah tatanan kehidupan. Tak hanya di Indonesia, negara lain pun tentunya ikut terdampak pandemi covid-19 ini, bahkan telah merenggut banyak korban jiwa. Menurut [1] Pandemi ditinjau dari skala penyebarannya, covid-19 atau virus corona telah
mencapai skala global sehingga dapat diklasifikasikan sebagai pandemi.Â
World Health Organization ( WHO )
pun mengakui bahwa pandemi yang muncul di akhir tahun 2019 ini telah dinyatakan sebagai suatu wabah yang penyebarannya telah melampaui batas. Menurut WHO sendiri corona merupakan virus yang penyebarannya melalui udara yang terkandung droplet ( cairan yang keluar dari mulut berbicara ). Virus ini bisa bertahan setidaknya 30 menit di udara terbuka dan terbawa oleh udara yang pada akhirnya
menular kepada orang lain disekitarnya.
Di sisi lain pendidikan pun tak kalah menjadi topik perbincangan yang sangat menarik sepanjang tahun 2020. Berbagai kalangan saling beradu opini bahkan tak jarang menimbulkan perdebatan tanpa ujung yang jelas. Hal tersebut sudah seperti sebuah siklus tiada akhir, namun hanya menimbulkan
pertanyaan di masyarakat "apakah pendidikan akan baik-baik saja?".Â
Akhir Maret 2020 lalu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan atau yang biasa dipanggil Mas Nadiem bertindak cepat menanggapi penyebaran virus corona yang semakin tak terkendali, telah menetapkan bahwa pembelajaran seterusnya akan diselenggarakan secara daring (dalam jaringan). Hingga tak terasa satu semester telah dilalui, sistem pembelajaran daring tak kunjung manamapakkan hasil positif bagi pelajar maupun mahasiswa.
Pendidikan menjadi salah satu hak asasi manusia yang behak diperoleh oleh warga negara sesuai dengan UUD 1945 pada pasal 31. Pemerintah pun sebagai penyelenggara wajib membiayainya tanpa terkecuali. Masyarakat luas yang bukan hanya terdiri dari kalangan akademik telah menyaksikan bahwa
berbagai kebijakan pendidikan yang dikeluarkan oleh pemerintah belum ada yang dapat menyelematkan kondisi pendidikan dari situasti stagnansi. Apalagi ditambah dengan munculnya pandemi, pendidikan tak
bisa lebih buruk lagi dari sebelumnya.Â
Dengan dikeluarkannya keputusan belajar daring saja sudah mengubah tatanan pendidikan di tingkat dasar, yaitu hilangnya Ujian Nasional. Belum lagi problematika
sistem zonasi yang tak kunjung usai, bahkan semakin menimbulkan pertentangan dari berbagai kalangan khususnya wali murid.Â
Tentunya hal tersebut sangat mempengaruhi segala aspek penilaian seorang pelajar
yang selama ini telah dilakukan dan akan terus berbuntut panjang. Lalu bagaimana dengan lingkungan pendidikan tinggi?.
Lingkungan pendidikan tinggi pun tak kalah dirugikan oleh keputusan tersebut. Bagaimana tidak dirugikan Uang Kuliah Tunggal ( UKT ) bahkan uang pangkal yang tetap dibayarkan oleh mahasiswa terkesan mubazir karena tidak ada kegiatan perkuliahan dikampus selama pembelajaran daring.Â
Tak hanya itu mahasiswa ditingkat akhir pun yang notabene melakukan Kuliah Kerja Nyata ( KKN ) di akhir tingkatannya pun sangat dipersulit oleh situasi yang mengharuskan kita untuk membatasi aktivitas dan interaksi sehari -- hari.Â
Menurut hasil survei dari pihak Kemendikbud terdapat kurang lebih 8 juta mahasiswa dan 300.000 dosen yang harus beradaptasi dengan sistem daring dan [2].Â