Penerapan otonomi daerah di Indonesia sebetulnya bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada pemerintah daerah dalam mengatur dan mengelola kebijakan yang paling sesuai bagi wilayahnya. Penghapusan Perda yang dilakukan secara sepihak oleh pemerintah pusat sering kali dianggap sebagai bentuk pengekangan otonomi ini.
Menurut data dari Kementerian Dalam Negeri, penghapusan Perda yang dianggap bermasalah biasanya dilakukan dengan alasan bahwa Perda tersebut tidak sesuai dengan peraturan yang lebih tinggi atau bertentangan dengan kebijakan nasional. Namun, efeknya adalah daerah semakin tergantung pada kebijakan pusat dalam hal peraturan investasi dan ekonomi.
Selain itu, beberapa daerah merasa kesulitan dalam menjalankan kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan lokal karena Perda mereka harus diselaraskan dengan kepentingan nasional yang mungkin tidak selalu relevan dengan kondisi mereka. Hal ini menimbulkan dilema antara menjaga keseimbangan otonomi daerah dan mematuhi kebijakan yang ditetapkan pusat.
4. Keuntungan dan Kerugian Bagi Kepastian Hukum dan Investasi
Dari sisi investasi, penghapusan Perda memang memberikan kepastian hukum yang lebih tinggi bagi para investor. Dalam pandangan pemerintah pusat, penghapusan Perda yang tidak seragam dianggap dapat mengurangi kompleksitas birokrasi dan mempercepat proses perizinan bagi investor. Data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menunjukkan bahwa investasi asing mengalami peningkatan sebesar 8% pada 2021 setelah beberapa regulasi dipermudah, termasuk melalui penghapusan Perda yang dianggap menghambat .
Namun, beberapenilai bahwa penghapusan ini justru bisa menjadi bumerang jika tidak dilakukan dengan hati-hati. Ketidakcocokan antara kepentingan pusat dan daerah dapat menciptakan ketegangan dan menimbulkan resistensi di tingkat lokal. Investor yang memahami pentingnya dukungan lokal bisa jadi enggan berinvestasi di daerah yang menolak kebijakan pusat. Dengan kata lain, kepastian hukum memang diperlukan, tetapi tidak boleh mengabaikan aspirasi masyarakat lokal.
5. Solusi Alternatif: Harmonisasi Kebijakan Pusat dan Daerah
Daripada menghapus Perda secara sepihak, pemerintah pusat sebenarnya bisa mengambil pendekatan yang lebih kolaboratif, yaitu harmonisasi kebijakan. Harmonisasi ini dapat dilakukan melalui dialog teratur antara pusat dan daerah, serta mekanisme mediasi yang mempertemukan kepentingan kedua belah pihak.
Misalnya, Kementerian Dalam Negeri dapat membentuk tim khusus untuk merevisi Perda yang dinilai tidak relevan, namun tetap mempertimbangkan kebutuhan daerah. Pendekatan ini bisa menjaga prinsip otonomi daerah, sekaligus memastikan kebijakan tetap selaras dengan visi nasional.
Kesimpulan: Membangun Masa Depan Hukum Daerah yang Berkeadilan
Penghapusan Perda tentu bisa memberikan efek positif jika dilakukan dengan benar. Namun, tanpa memperhatikan konteks lokal dan tanpa mempertimbangkan masukan dari pemerintah daerah, langkah ini dapat merusak tatanan otonomi yang telah dibangun bertahun-tahun. Idealnya, setiap perubahan peraturan harus melalui proses harmonisasi yang melibatkan diskusi dan kerja sama antara pusat dan daerah. Dengan cara ini, kita dapat memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil benar-benar membawa manfaat bagi seluruh pihak, bukan hanya untuk kepentingan sesaat.