Pendahuluan: Menimbang Ulang Peran Perda dalam Otonomi Daerah
Peraturan Daerah (Perda) merupakan salah satu instrumen penting yang memberikan keleluasaan bagi daerah untuk mengelola sumber daya dan menentukan arah kebijakannya sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan lokal. Sejak Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah diberlakukan, Perda menjadi tonggak penting dalam penerapan otonomi daerah. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, kita melihat pemerintah pusat sering kali menghapus Perda yang dinilai bertentangan dengan kepentingan ekonomi nasional atau dianggap menghambat investasi.
Langkah ini menuai kontroversi. Di satu sisi, pemerintah pusat berargumen bahwa penghapusan Perda tertentu dapat memperlancar arus investasi dan menciptakan iklim usaha yang kondusif. Di sisi lain, banyak pihak menilai penghapusan ini justru melemahkan otonomi daerah dan mengabaikan kepentingan masyarakat setempat. Artikel ini akan mencoba mengurai lebih dalam tentang fenomena penghapusan Perda, dampaknya terhadap daerah, serta apakah langkah ini memang murni demi efisiensi atau ada motif lain yang membatasi hak otonomi.
1. Penghapusan Perda: Upaya Meningkatkan Efisiensi atau Sekadar Kontrol?
Perda seringkali dipandang sebagai alat untuk melindungi kepentingan daerah. Sebagai contoh, beberapa daerah memiliki Perda yang mengatur tentang pajak dan retribusi untuk sektor usaha tertentu. Aturan ini seringkali dirancang untuk menyeimbangkan antara keuntungan ekonomi dengan kepentingan sosial atau lingkungan. Namun, dari sudut pandang pemerintah pusat, tidak semua Perda dianggap efektif atau relevan, khususnya yang dianggap menghambat iklim investasi.
Misalnya, pada 2016, Kementerian Dalam Negeri menyatakan bahwa sekitar 3.143 Perda di Indonesia dihapuskan karena dianggap tidak sesuai dengan kepentingan nasional atau menghambat perkembangan ekonomiPerda yang seringkali dihapus adalah yang berhubungan dengan pajak usaha atau persyaratan perizinan yang rumit. Sebagian dari Perda ini dianggap memberatkan pelaku usaha dan berpotensi mengurangi daya tarik daerah tersebut bagi investor.
Namun, di balik alasan efisiensi, ada pertanyaan besar: apakah langkah ini memang bertujuan meningkatkan iklim investasi atau sekadar cara untuk mempertahankan kontrol pusat atas daerah? Dalam beberapa kasus, daerah merasa bahwa penghapusan Perda mereka bukan sekadar masalah administratif, tetapi mereduksi hak mereka untuk mengatur wilayahnya secara mandiri.
2. Studi Kasus: Penghapusan Perda Lingkungan di Beberapa Daerah
Salah satu isu yang sering mengemuka adalah penghapusan Perda yang mengatur perlindungan lingkungan. Beberapa daerah di Indonesia, terutama yang memiliki sumber daya alam melimpah seperti Kalimantan dan Sumatra, kerap mengeluarkan Perda yang bertujuan untuk melindungi hutan dan sumber daya air. Namun, beberapa Perda ini dihapus dengan alasan bahwa mereka terlalu membatasi aktivitas ekonomi, khususnya dalam sektor tambang dan perkebunan.
Sebagai contoh, Perda di Kalimantan Timur yang mengatur tentang larangan penggunaan lahan gambut untuk perkebunan dihapus pada 2018. Padahal, aturan tersebut dirancang untuk mengurangi kerusakan lingkungan akibat ekspansi perkebunan sawit yang masif. Setelah penghapusan Perda tersebut, terjadi peningkatan izin perkebunan yang berdampak langsung pada peningkatan deforestasi di wilayah tersebut . Banyakilai bahwa penghapusan ini lebih menguntungkan perusahaan besar ketimbang masyarakat lokal yang terdampak langsung oleh kerusakan lingkungan.
3. Dampak Penghapusan Perda terhadap Otonomi Daerah
Penerapan otonomi daerah di Indonesia sebetulnya bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada pemerintah daerah dalam mengatur dan mengelola kebijakan yang paling sesuai bagi wilayahnya. Penghapusan Perda yang dilakukan secara sepihak oleh pemerintah pusat sering kali dianggap sebagai bentuk pengekangan otonomi ini.
Menurut data dari Kementerian Dalam Negeri, penghapusan Perda yang dianggap bermasalah biasanya dilakukan dengan alasan bahwa Perda tersebut tidak sesuai dengan peraturan yang lebih tinggi atau bertentangan dengan kebijakan nasional. Namun, efeknya adalah daerah semakin tergantung pada kebijakan pusat dalam hal peraturan investasi dan ekonomi.
Selain itu, beberapa daerah merasa kesulitan dalam menjalankan kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan lokal karena Perda mereka harus diselaraskan dengan kepentingan nasional yang mungkin tidak selalu relevan dengan kondisi mereka. Hal ini menimbulkan dilema antara menjaga keseimbangan otonomi daerah dan mematuhi kebijakan yang ditetapkan pusat.
4. Keuntungan dan Kerugian Bagi Kepastian Hukum dan Investasi
Dari sisi investasi, penghapusan Perda memang memberikan kepastian hukum yang lebih tinggi bagi para investor. Dalam pandangan pemerintah pusat, penghapusan Perda yang tidak seragam dianggap dapat mengurangi kompleksitas birokrasi dan mempercepat proses perizinan bagi investor. Data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menunjukkan bahwa investasi asing mengalami peningkatan sebesar 8% pada 2021 setelah beberapa regulasi dipermudah, termasuk melalui penghapusan Perda yang dianggap menghambat .
Namun, beberapenilai bahwa penghapusan ini justru bisa menjadi bumerang jika tidak dilakukan dengan hati-hati. Ketidakcocokan antara kepentingan pusat dan daerah dapat menciptakan ketegangan dan menimbulkan resistensi di tingkat lokal. Investor yang memahami pentingnya dukungan lokal bisa jadi enggan berinvestasi di daerah yang menolak kebijakan pusat. Dengan kata lain, kepastian hukum memang diperlukan, tetapi tidak boleh mengabaikan aspirasi masyarakat lokal.
5. Solusi Alternatif: Harmonisasi Kebijakan Pusat dan Daerah
Daripada menghapus Perda secara sepihak, pemerintah pusat sebenarnya bisa mengambil pendekatan yang lebih kolaboratif, yaitu harmonisasi kebijakan. Harmonisasi ini dapat dilakukan melalui dialog teratur antara pusat dan daerah, serta mekanisme mediasi yang mempertemukan kepentingan kedua belah pihak.
Misalnya, Kementerian Dalam Negeri dapat membentuk tim khusus untuk merevisi Perda yang dinilai tidak relevan, namun tetap mempertimbangkan kebutuhan daerah. Pendekatan ini bisa menjaga prinsip otonomi daerah, sekaligus memastikan kebijakan tetap selaras dengan visi nasional.
Kesimpulan: Membangun Masa Depan Hukum Daerah yang Berkeadilan
Penghapusan Perda tentu bisa memberikan efek positif jika dilakukan dengan benar. Namun, tanpa memperhatikan konteks lokal dan tanpa mempertimbangkan masukan dari pemerintah daerah, langkah ini dapat merusak tatanan otonomi yang telah dibangun bertahun-tahun. Idealnya, setiap perubahan peraturan harus melalui proses harmonisasi yang melibatkan diskusi dan kerja sama antara pusat dan daerah. Dengan cara ini, kita dapat memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil benar-benar membawa manfaat bagi seluruh pihak, bukan hanya untuk kepentingan sesaat.
Dalam upaya memajukan ekonomi dan menarik investasi, sangat penting untuk tidak melupakan kepentingan masyarakat lokal. Toh, pada akhirnya, hukum dan peraturan yang kita buat adalah untuk kesejahteraan bersama, bukan sekadar alat untuk mencapai keuntungan ekonomi semata.
#ABIL
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H