Pada waktu diadakan pemilihan kepala sekolah, ternyata Sudirman, ternyata tanpa pernah dibayangkan, Sudirman terpilih sebagai Kepala Sekolah HIS Muhammadiyah, sekalipun secara formal Sudirman bukan lulusan dari pendidikan guru.
Memasuki masa pendudukan Jepang, Sudirman tampil sebagai tokoh yang cukup dewassa dan tetap rendah hati. Jiwa kepemimpinannya begitu menonjol.
Ia sangat memperhatikan nasib masyarakat. Pada masa pendudukan Jepang, banyak anggota masyarakat menderita dan jatuh miskin..
Sudirman mencoba membantunya dengan cara membentuk koperasi dagang yang diberi nama Perkoperasian Bangsa Indonesia atau Perbi.
Koperasi ini ternyata dapat meringankan beban hidup masyarakat Cilacap. Pada waktu Jepang membentuk pasukan keamanan Pembela Tanah Air (PETA), Sudirman pun direkrut, dan kemudian dipercaya sebagai Daidanco (komandan batalion PETA) di Banyumas.
Demikian juga pada masa kependudukan Belanda, saat Sudirman dalam keadaan sakit dan dalam perwatan di rumahnya Bintaran, Yogyakarta, situasi politik nasional semakin memanas. Pada November 1948, hubungan antara Indonesia dengan Belanda semakin memburuk.
Belanda terus berusaha meningkatkan kekuatan bersenjatanya. Menghadapi perkembangan yang semakin memburuk itu, sekalipun dalam keadaan sakit, Sudirman tetap melakukan koordinasi dengan para komandan agar semua kekuatan bersenjata bersiap siaga.
Pada 19 Desember 1948, Belanda melancarkan serangan terhadap RI dengan menyerang ibukota RI Yogyakarta guna menangkap pemimpin-pemimpin pemerintah dan merobohkan pemerintah RI.
Hari itu juga Jendral Sudirman meninggalkan Yogyakarta dan memulai perjalanan gerilya yang berlangsung kurang lebih tujuh bulan lamanya. Buat seorang yang masih sakit, perjalanan seperti itu bukanlah perjalanan yang ringan, tak jarang Sudirman kekurangan makanan dan obat-obatan. Disamping itu, Belanda juga selalu berusaha menangkapnya.
Pada tanggal 29 Januari 1950, Jendral Sudirman meninggal duni di Magelang, Jawa Tengah karena sakit tuberkulosis parah yang dideritanya.
Ia dimakamkan di Taman Makan Pahlawan Kusuma Negara di Semaki,Yogyakarta. Ia dinobatkan sebagai Pahlawan Pembela Kemerdekaan. Pada 1997, ia mendapat gelar sebagai Jendral Besar Anumerta dengan bintang lima, pangkat yang hanya dimiliki oleh tiga Jendral di RI sampai sekarang, yaitu Soeharto, Abdul Haris Nasution dan dirinya sendiri.