Mohon tunggu...
Sabri Leurima
Sabri Leurima Mohon Tunggu... Freelancer - Ciputat, Indonesia

Sering Dugem di Kemang Jakarta Selatan

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Melebur di Jogjakarta (Part 3)

21 November 2019   14:53 Diperbarui: 21 November 2019   16:39 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cabut meninggalkan kota Udang Cirebon, roda besi kereta melaju dengan cepat. Seperti biasa alam di pulau Jawa sangat indah sekali. Berbaris rapih corak ciptaan Tuhan Yang Esa. Saya menikmatinya dalam pandangan yang berbunga-bunga.

Lahan padi terbentang luas, saya pun berucap syukur yang mendalam atas anugerah yang diberikan. Keindahan negeri ini jangan sampai tercoreng oleh proyek pembangunan yang menyengsarakan. Saya sangat berharap demikian agar tidak terjadi dikemudian hari. Melewati beberapa stasiun yang tidak kami singgahi, bang Oki selalu terdepan dalam mengkoordinir perut kami agar tidak kelaparan . Ia bergegas memanggil awak kabin kereta yang berjualan untuk memesan makanan kami.

Dibawakannya buku menu dan pena. Bertugas untuk mencatat apa yang akan kami pesan. Banyak diantara kami memesan nasi goreng dan es teh manis. Tampilan menu tersebut sangat menggugah selera makan kami. Kami pun memesannya.

Sambil menunggu pesanannya datang, dikeluarkanlah Aipad milik Bani. Dede Reno, dede Yasmin, bang Bahtiar dan Bani, mereka berempat kemudian tidak menyiakan waktu menunggu pesanan tersebut dengan bermain Ludo yang ada di Aipad milik Bani. Bersorak akibat lucunya dede Reno yang dikalahkan sebanyak 4 kali oleh dede Yasmin. Dari sorakan itu dede Reno akhirnya kesal dan memilih berhenti.

Permainan selesai, Bani lalu menutup mata sedikit. Bang Bahtiar juga memilih bercerita dengan anak dan istrinya di bangku sebelah. Sementara dede Reno dan dede Yasmin kembali ke pangkuan orang tuannya di bangku depan.

Taraa... makanan kami telah tiba dibawakan petugas kereta. Bang Oki mengawal mereka untuk memastikan agar pesanan yang dibagikan tidak keliru. Kami menerimanya dan langsung membuka nasi goreng dalam kotak makan tersebut.

"Tuh kan. Apa kata guwah, digambarnya aja yang keren tapi pada faktanya biasa aja rasanya," kata bang Indra yang duduk seorang diri dibangku belakang saya. 

Kesal, namun apa mau dikata. Perut sudah ribut dari tadi. Makan aja deh yang penting kenyang. Rugi juga kan kalau tidak dimakan, sudah bayar mahal lagi," tutur bang Indra lagi.

Tak lama kemudian kereta kami tiba di stasiun Tugu Jogjakarta pada pukul 3 sorean lewat, hampir jam 4 lah kira-kira. Menurungkan barang bawaan kami dari bagasi dan keluar ke depan stasiun.

Theo, selaku staf peneliti Setara keluar lebih awal untuk bernegosiasi dengan sopir Taxi yang sedang parkir tepat di depan pintu keluar. Karena Theo adalah asli orang Jogja, bahasa negosiasi yang dipakai adalah bahasa Jawa. Kami tidak mengerti, tapi yang jelas dugaan kami bahwa Theo sedang berbicara masalah transaksi. 

Hampir 10 menit kami menunggu hasil negosiasi yang dilakukan Theo, eh tak ada hasil. Katanya, mereka meminta lebih mahal. Ini jelas berbeda dengan harga normalnya. Mba Diah dan mba Dewi sudah cabut duluan memakai Taxi untuk memastikan Hotel tujuan kami yakni Hotel Amaris.

Diputuskanlah bahwa lebih baik kita pesan grab saja. Harganya juga sepertinya lebih murah. Benar, harga grab jauh lebih murah dari pada mobil Taxi. Menggunakan mobil grab kami menuju Hotel Amaris yang kira-kira tidak jauh dari stasiun Tugu. Setiba di Hotel kami langsung chek-in.

Saya dan bang Indra sekamar berada dilantai 3 ruang 307. Hari semakin gelap meniadakan terang, saya memantau langit Jogja yang mengiayakan hal tersebut. Kami Tim Setara Tour Jogja berencana makan malam di luar pada jam 8 malam nanti. Jam 7 itu kami sudah harus ke lokasi yang telah di pilih. Suara adzan magrib telah terdengar diluar sana

"Bang, aku yang mandi duluan atau bang Indra aja? gumamku yang lagi berselimut putih. Sudah lama tidak merasakan kasur hotel lagi soalnya.

Lo duluan aja deh," kata bang Indra.

Saya kemudian menuju kamar mandi sambil membuka baju yang dan langsung memutar kerang air panas. Menyirami tubuh yang lelah dengan air panas terasa segar bagaikan sedang dipijit sang ibu.

Adoo, enak e rasany,"ucapku. Sehabis mandi, bang Indra kemudian melanjutkan kesempatanya untuk menikmati air panas yang telah tersedia melalui kerang sower.

Bila dulu saya di Ambon jika ingin mandi air panas harus dengan masakin ditungku api menggunakan kayu bakar dulu atau lebih enaknya berendam di air panas Hatuasa Desa Tulehu. Kini di Hotel semua terjamin, tinggal bayar, apa yang saya inginkan akan terjadi. Begitulah sistem pelayanan di Hotel. Semuanya serba modern dan siap saji. Entah dari makan, minum, tidur, dan mandi terpaket dalam transaksi.

Sudah jam 7 malam, saya dan bang Indra kemudian turun ke lobby. Rekan-rekan kami telah berkumpul sembari menunggu jemputan mobil yang telah dipesan melalui aplikasi grab. Kami berencana ingin makan malam di sebuah restoran. Jemputan kami telah tiba dan segera berangkat menuju lokasi tujuan.

Suasa malam di Jogja memang modern, sepingiran jalan dihiasi banguna caffe dan tokoh-tokoh. Ada bangunan jaman kolonial yang juga dipaketkan dengan grand design milenial. Kota Jogja memang tidak ada duanya, beragam kuliner menghiasi tiap sudut keramaian. Tradisional musik menghibur malam. Asyik berserih terbungkus sistematik pada bait rasa.

Lokasi tujuan makan malam kami adalah Caffe bernuansa Milenial, yakni: SILOL KOPI & Eatery Resto, live musik, dan rental Harley Davidson menghiasi tempat tersebut. Kebetulan saya, Bani, Ishan dan bang Indra satu mobil. Kami paling terakhir diantara rombongan yang lain.

Gran design tempat makan malam yang kami tuju sangat keren buanget. Kira-kira sekitaran milyaran rupiah untuk mengkonstruk sebuah bangunan itu. Ribuan lampu warna-warni menghiasi dinding caffe. Didepan pintu masuknya ada ada ukiran yang terbuat dari besi menegaskan bahwa kepala manusia sedang minum kopi. Tangan kanannya sedang menunjuk ke depan. Tak tahu apa maksud dari semua itu. Tapi yag jelas keren, keren, dan keren.

Saya tidak ingin diam sebelum baterai hape saya loubet. Mengeluarkan hape dari kantong celana dan lansung jepret tiap sudut yang saya lihat. Lagu band Sheyla On7 menjadi pengantar malam kami. Iya dong, Sheyla on7 kan asalnya Jogja, jadi wajar saja lagu-lagu romans mereka menjadi brand music disini.

Sembari menungu pelayan caffe menghampir kami, korek api dan rokok adalah teman semayan untuk menghindari kebosanan. Bakar dan isap adalah nikmati. Kira-kira sudah 3 batang rokok lebih saya habiskan tapi belum juga pelayan caffe datang membawa pesanan kami. Kami yang terbagi dua kelompok, ada kelompok yang memilih diruang ber-ase yakni mba Diah dan cs, semantara kami memilih diruang terbuka hanya untuk bisa merokok dengan bebas.

Pesanan kami pun tiba diatas meja, semuanya telah kedapatan dan menghabiskan apa yang telah dipesan. Dalam menikmati makan malam kami, ada sedikit insiden antara saya dan Bani. Minumannya saya tumpahin dengan tidak sengaja. Akhirnya Bani memesan lagi minuman barunya. Di caffe ini live akustiknya jam 10 malam. Rencama kami ingin menunggunya tapi karena sudah ngantuk dengan alasan lelah. Akhirnya kami berinisiatif untuk kembali ke hotel.

Sebelum meninggalkan SILOL KOPI sebagai sebuah tim dokumentasi sangat diperlukan dalam perjalanan Tour kami. Berfoto adalah akhir dari jumpaan kami dengan SILOL KOPI. habis itu balik deh ke Hotel dan beristrirahat menunggu edisi road-road tomorrow.

Sekian dan danke banyak. Itulah cerita part 3-nya. Jangan bosan-bosan membaca ya gaes?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun