"Kau makan duluan aja," beberanku.
"Men, Pasti itu bangunan-bangunan pabrik ya? Yoi bro," jawabnya. Saya baru sadar kalau ternyata kereta yang kita tumpangi sudah sampai Karawang. Sebuah kota yang banyak pabriknya, menurut informasi yang saya dapat kalau Karawang merupakan pusat pabrik paling terbanyak di Indonesia. Disusul oleh kota Tangeran, Banten. Bahkan Upah Minimun Regional (UMR) untuk para pekerja, dikatakan Karawanglah yang paling terbesar. Yang kira-kira 4, 6 jt perbulan untuk satu pekerja pabrikan.
Di balik kekayaan dan kesejateraan para pekerja pabrik di Karawang ada sejumlah fakta menarik terkait penggusuran lahan demi pembangunan infrastruktur jalan tol Jakarta - Bandung. Banyak lahan warga yang digusur secara paksa oleh pemerintah. Konflik lahan antara masyarakat desa dan pemerintah menghadirkan ketidakadilan sosial. Namun, di mata publik, Karawang sedang baik-baik saja.
Bani yang perlahan melahap nasi uduk berisikan telor, mie, sambal goreng dan gorengan kemudian membuat saya tergoda dan melahirkan rasa lapar dengan serentak.
Dari pada iming-iming mendingan makan aja deh. Keburu nasinya basi juga to. Saya lalu mengambilnya dari bagasi kereta yang terletak di atas kepala saya dan langsung menguyah nasi uduk tersebut yang diawali dengan bissmillah.
Perjalanan kami menuju Jogjakarta saya melihat pemandangan alam yang luar biasa indahnya. Semerbak burung camar berterbangan di dihijaunya hutan Jati. Kondisi cuaca hampir sepulau Jawa mengalami kekeringan dan tandus. Teriknya mentari seperti membakar tanah adam. Lahan padi sepertinya telah habis masa panennya. Ia, benar sekali. Hanya bekas rumput padi kering yang tersisah yang ditumpukan penggarap. Dikejauhan sebatang gunung kokoh berdiri tegak yang dilapisi awan hitam, apakah akan turun hujan? tanya saya dalam hati.
Makin dekat gunung besar itu tampak terlihat jelas dimata. Ohiya. Ingatku, inikan gunung Ciremai. Berarti sudah dekat Cirebon dong?
"Men," saya menyapa Bani lagi. "Itu gunung Ciremain kan?"Â
"Iya men. Betul sekali. Itu gunung Ciremai."
"Kau sudah kesana belum? tanya Bani.
"Wah, Â belum pernah men," jawabku dengan nada datar. Kapan kita ke sana? tanyaku lagi.