Mohon tunggu...
Sabri Leurima
Sabri Leurima Mohon Tunggu... Freelancer - Ciputat, Indonesia

Sering Dugem di Kemang Jakarta Selatan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Massa Bayaran Diaktifkan untuk Serang KPK

15 September 2019   10:02 Diperbarui: 15 September 2019   12:48 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aksi unjuk rasa mendukung revisi UU KPK, kemarin Jumat, di depan Gedung Merah Putih Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) merupakan sebagian kecil dari massa bayaran yang di aktifkan untuk menyerang KPK.

Dikutip dari rmol.com tersirat bahwa sebagian massa aksi tidak tahu apa yang di demo. Kita hanya ikut-ikut saja," ujar seorang massa aksi yang enggan disebutkan namanya.

Pola seperti ini memang bukan barusan terjadi. Ada pihak luar yang sengaja memanfaatkan buggetingnya untuk menggalang massa. Tentu pihak luar yang dimaksud adalah mereka yang memiliki kepentingan politik.

Model kericuhan adalah bagian dari setingan mereka yang ingin merampas kewenangan KPK. Sehingga KPK sebagai institusi negara yang independen dinilai buruk oleh publik dan tersurut marwah lembaganya.

Konsekuensinya ialah konflik horizontal semakin menjadi-jadi. Seperti yang dialami dua jurnalis TV berita satu dalam menjalangkan tugasnya yang hendak mendapatkan perlakukan kekerasan oleh massa aksi.

Tentu sebab polemik KPK dilanda bencana kericuhan akibat di pelataran elemen pegiat masyarakat sipil lainnya tengah menolak para Caping KPK karena diduga tengah melanggar kode etik dan memiliki masalah lainnya. Ditambah lagi masyarakat sipil dan sejumlah tokoh memberikan penolakan terhadap RUU KPK No 30 tahun 2002.

Hal semacama ini yang membuat mereka yang mempunyai kepentingan tidaklah tenang dan gengcar menghamburkan buggeting nya untuk menyewa bus Metro Mini yang di dalamnya terisi massa bayaran.

Menjaga Marwah Warisan Reformasi

Sejak lahir dari rahim reformasi pada 2004 hingga saat ini, KPK tengah menetapkan 255 anggota DPR/DPRD, enam pimpinan partai politik, 130 daerah, dan 27 kepala lembaga atau kementrian sebagai tersangka korupsi. Kebanyakan dari mereka yang ditetapkan KPK merupakan politisi.( kutif kor kompas)

Semestinya apa yang telah di lakukan KPK patut diapresiasi dalam menjalangkan tugasnya guna memberantas para koruptor duit rakyat. Bukan malah diupayakan dengan konstruk pelemahan yang memberikan keleluasaan bagi para penjahat tak bermoral.

KPK sebagai warisan reformasi sekaligus amanah para pendahulu bangsa seperti di telangjangi untuk diperkosa oleh sekelompok pemodal. Jelas ini upaya yang berbau kebrengsekan negara untuk tindak pemberantasan korupsi ke depan.

Independen dibajak, marwah dibunuh, orang-orang kontroversi di dukung pula hanya karena dapat duit buat sebungkus rokok dan nyayur besok hari.

Parahnya lagi dalam revisi Undang-undang KPK, point pelemahan semisal pembentukan Dewan pengawas KPK, Penghentian penyidikan untuk perkara yang belum selesai dalam waktu dua tahun, kemudian penyelidik dan penyidik yang nantinya menjadi aparatur sipil negara, dan masih banyak lagi yang sangat bobrok.

Presiden Jangan Lembek

Sehari sebelumnya, tiga pimpinan KPK, yakni Agus Raharjo, Saut Situmorang, dan Laode M Syarif menyerahkan tanggun jawab pengelolaan KPK kepada Presiden Jokowi. Dilakukan atas kegelisahan yang dialami KPK sebagai lembaga pemberantasan korupsi yang diharapkan rakyat Indonesia.

Hamburan upaya pelemahan melalui RUU KPK dan ketidaknyaman masyarakat sipil atas para Caping tentu ini bagian dari kegelisahan yang tidak boleh disembarangkan.

Masukan dan kritik publik menghantrakan penyerahan itu kepada Presiden. Bagaimana pun Presiden sebagai Pimpinan Negara harus mampu mencari jalan keluar jika ingin melawan dan memberantas korupsi. Juga tidak membiarkan KPK di huni oleh para penjahat.

Rezim otoriter akan membatas upaya untuk memberantas korupsi. Saya dan rakyat Indonesia tidak ingin mengatakan Presiden Jokowi itu otoriter. Namun bisa saja kata otoriter itu diucapkan bila Presiden Jokowi terus lembek dan gampang diseting.

Fasisme Italia pada era Musolini melanggenkan Korupsi sehingga penderitaan menyebar dimana-mana. Begitu juga Indonesia pada masa Orde baru, korupsi seakan tidak tercium baunya. Duitnya mengalir satu jalur ke Soeharto dan kroni-kroninya secara terstruktur  dan rapih.

Sekali lagi Presiden Jokowi tidak boleh lembek. Ini pinta rakyat yang sebesar-besarnya. Strong of power MR PRESIDEN harus diaktifkan untuk membiarkan KPK tetap independen dan sepakat memberantas korupsi sampai tuntas.

Rakyat Jangan Mau di Bentrokan

Saya merasa sedih ketika rakyat selalu menjadi korban tanpa habisnya. Dibikin bentrok demi duit gocap, paling besar cepee. Selepas itu dibiarkan nyari sendiri.

Enak banget, orang-orang bermodal itu. Iyalah siapa yang banyak duit maka dia yang berkuasa atas hidup orang lain dan seluruh bangunan itu.

Tapi saya yakin rakyat masih memiliki hari nurani yang besar untik melawan korupsi dan tidak mudah dibentrokan berakibat fatal. Keyakinan ini lahir karena rakyat tidak seperti para koruptor yang telah hilang nurani hatinya dan meninggalkan sifat rakus yang berlebihan.

Olenya rakyat harus kritis dalam meliaht situasi. Jangan mudah termakan karena duit sesaat habis itu dilupakan. Bukan. Itu bukan cara yang diajarkan tokoh bangsa.

Semestinya "Rakyat lebih pintar dari para politisi".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun