Mohon tunggu...
Sabri Leurima
Sabri Leurima Mohon Tunggu... Freelancer - Ciputat, Indonesia

Sering Dugem di Kemang Jakarta Selatan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"MenJakartakan" Air Bersih, Merawat Kehidupan

24 Agustus 2019   23:54 Diperbarui: 4 September 2019   14:56 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Ig muhammadthoriq782

Setelah bencana kekeringan menyasar sejumlah wilayah di Indonesia, seperti; Jawa Barat, Jawa Tenga, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Njsa Tenggara Timur, sehingga masyarakat melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah mengandalkan suplay air bersih yang didistribusikan truk tangki.

Nah, pertanyaan yang muncul adalah bagaimana dengan Jakarta? terlepas dari polemik perdebatan rencana pemindahan ibu kota Indonesia ke Kalimantan. Dalam hal ini, Jakarta sebagai kota yang padat penduduk dan sebagai sentral ekonomi Indonesia, akses pemenuhan hak atas air bersih jelas harus terjamin.

Kebutuhan manusia atas air tidak boleh disepelekan. Air memberi  pertumbuhan dan perkembangan peradaban umat manusia. Bersikap apatis terhadap pengelolaan air dan persedian air sama dengan menghina peradaban.

Ditambah lagi ketika Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Stasiun Klimatologi Kelas II Tangeran Selatan tengah mengeluarkan peringatan dini kekeringan meteorologis di jakarta dan sekitarnya. Bahwa, Agustus ini, Banten dan DKI Jakarta memasuki musim kemarau. Sehingga peran pemerintah daerah dan masyarakat mewaspadai kekeringan.

Dengan dikeluarkannya peringatan dini oleh BMKG ini menandakan peluang curah hujan untuk beberapa bulan kedepan curah hujan di Jakarta mengalami kerendahan. Sehingga berpotensi melahirkan problem-problem sosial kemanusiaan dan pastinya mengganggu stabilitas hajat ekonomi orang banyak.

Tak hanya itu, Jakarta menempati peringkat ketiga kota paling berpolusi di dunia versi AirVisual Setelah Delhi, India dam Lahore Pakistan. Berdasarkan data dari AirVisual, seperti dilansir detik.com Sabtu (24/8/2019), pukul 08.00 WIB, Air Quality Index (AQI) Jakarta berada di 156 alias masuk kategori tidak sehat. Namun tingkat polusi ini tidak tetap dan dapat berubah sewaktu-waktu.

Lalu, apa hubungannya polusi udara Jakarta dengan Bencana kekeringan? Sudah tentu sangat terhubung dan mempunyai dampak serius terhadap meningkatnya polusi udara bila kemarau berkepanjangan. 

Selain itu, potensi dari adanya kekeringan juga sangat berdampak pada meningkatnya ancaman kebakaran. Apalagi dengan kota yang kaya padat pembangunan ini, mode antisipasi cepat tanggap harus dilakukan sedini mungkin oleh pemerintah daerah Jakarta.

Kekeringan di daerah pedesaan jelas berbeda dengan  daerah perkotaan. Untuk perkotaan seperti Jakarta, kemungkinan terbesar terjadi kesulitan air bersih karena sumur-sumur kering akibat banyaknya pembangunan gedung-gedung besar. Berbeda dengan pedesaan yang masih banyak lahan pertanian dan hijaunya pepohonan sehingga masih tersimpan daya serapan air.

Perkuat Kedaulatan Bangsa Atas Air

Merujuk pada Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, bahwa "bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Penjelasan pasal diatas tidak kemudian negara harus menguasai dan dipergunakan untuk kepentingan rakyat, namun bagaimana negara juga menjamin ketersediaan kebutuhan dasar manusia. Salah satunya adalah air sebagai sumber kehidupan yang paling pokok.

Saya pikir, kedaulatan sebuah bangsa bukan terletak pada kebijakan politik semata. Tetapi bagaimana kemudian pihak penyelenggara pemerintahan pusat hingga daerah harus mempunyai agenda penahanan bencana krisis sejak dini. Yang bila itu tidak dilakukan maka akan berakibat fatal pada stagnansi pembangunan kemanusiaan dan kebangsaan.

Logika sederhana yang harus dipakai oleh penyelengara kehidupan publik ialah, semua orang pasti merasakan haus, ingin mandi, BeAbe dan BeAKe, semua itu membutuhkan air sebagai suatu legitimasi kehidupan yang simultan dan tidak parsial. Sandaran contoh diatas memang terlihat lucu tetapi pada prinsipnya manusia memerlukan itu. 

Tidak mungkin rakyat Jakarta mau BeAbe terus main serobot saja ke dalam sungai Cisadane. Atau ingin minum harus import air dari negara teatangga,  Atau lagi bila ingin mandi harus ngantri dulu di bisnis pemandian.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan serta untuk memenuhi tanggung jawab Negara dalam menjamin pemenuhan hak rakyat atas air minum dan akses terhadap air minum, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Sistem Penyediaan Air Minum. 

Pada intinya menekankan pada hak mendapatkan air bersih, hak mendapatkan fungsi air bersih dan hak untuk mendapatkan air tanpa hambatan dari orang atau pihak lain. 

Pemerintah DKI Jakarta sebagai legislator publik semestinya mampu memberi batasan pada bisnis-bisnis privatisasi air. Kerangka ini dimaksudkan agar kesejahteraan rakyat atas air tidak ternilai dengan nilai nominal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun