Konflik kepentingan perebutan tahta diatas membuat masyarakat terpecah belah. Timbul kubuh pro dan kontra. Dari dulu tidak seperti ini. Kekuasaan adalah penyebabnya.
Bila dulu, sholat Idul Fitri selalu bersamaan. Sekarang sudah terpisah. Ada yang mempertahankan ajaran leluhur. Ada juga yang sudah mengikuti kebijakan pemerintah.
Masjid baru dikalangan kontra telah dibangun. Persatuan dalam Masjid Raya kian mengurangi jumlah populasi jamaah ketika terbangun masjid baru itu.
Pandangan kebudayaan telah berubah drastis. Kepercayaan takhayul atau meyakini Tetewisi dianggap kalangan kontra sudah keluar dari ajaran agama. Orang-orang pro itu itu syirik.
Begitupun pada tatanan kalangan kontra, ketidakpercayaan terhadap Tetewisi, orang pro menggangap sangat mencedarai berkat para leluhur. Kontradiksi ini selalu menjadi tameng. Pro-kontra masih membumbung tinggi.
Catatan*
Nau-nau: Tidak Paham. Sadiki: Sedikit
Seng: Tidak
Tetewisi: Â Leluhur
Beta: Aku
Ose: Kamu
Kamong: Kalian
Katong: Kita
Dorang/dong: Mereka
Parigi: Sumur
Baringin: Beringin
Talalu: Terlalu
Jang: Jangan
Malawan: Melawan
Apa lai: Apa lagi.
Pake: Pakai
Deng: Dan .
Antua: Orang Tua