Olahraga memiliki kekuatan mengubah dunia. Olahraga memiliki kekuatan inspirasi. Olahraga memberi harapan saat keputusan menerpa," Nelson Mandela.
Kalimat awal sang tokoh besar perdamaian dunia asal Afrika Selatan, Nelson Mandela, memiliki cerita yang sama di kala Maluku dihadapkan dengan konflik horizontal antarumat beragama. Maka, lewat sepak bola konflik tersebut tidak berkepanjangan dan sepak bola menjadi salah satu jembatan perdamaian di Maluku hingga sekarang.
Maluku kapan punya sepak bola profesional yang berlaga di liga utama Indonesia? Pertanyaan demikian terus menghangtui para pemain sepak bola nasional asal Maluku. Padahal secara faktual Maluku memiliki segudang pemain bola bertalenta yang membela klub-klub besar di Liga Utama Indonesia.
Mereka yang membela klub-klub besar liga utama Indonesia, sedari dulu tidak pernah putus dalam menyuplai para pemain bola berbakat. Sebut saja Desa Tulehu, yang dikenal sebagai pabrik sepak bola Indonesia atau disebut juga sebagai Brasil-nya Indonesia.
Namun, pertanyaan Maluku kapan punya klub bola profesional tidak sebanding lurus dengan hamburan talenta yang ada di negeri para raja itu. Bagaimana tidak, menurut Ketua Asosiasi Sepakbola (Asprov) Provinsi Maluku, Sofyan Lestaluhu, lambatnya perkembangan sepak bola Maluku dikarenakan sarana dan prasaran yang tidak mendukung sehingga ini juga merupakan kendala.
Secara garis besar, kita punya skill dan banyak pemain berbakat yang bisa di andalkan. Namun lagi-lagi, kata Sofyan, infrastruktur sarana dan prasarana masih menjadi masalah besar yang harus kita carikan solusi bersama.
Hingga kini, klub Sepak Bola dari Maluku hanya mampu berlaga di Liga 2 dan Liga 3 Indonesia. Sedangkan liga utama belum ada. Dikatakan juga, klub lama seperti PSA Ambon dan PS Maluku, dulu memiliki nama yang gemilang di kanca sepak bola nasional, akan tetapi klub tersebut hilang marwah setelah tidak diperhatikan Pemerintah Daerah (Pemda).
Berbagai masalah lain terkait tidak adanya klub profesional Maluku, ialah; Pertama, pengurus tidak ada yang solid dan hanya mencari sesuatu di bola, semisal ketenaran dan semacamnya. Kedua, tidak adanya Investor yang berani membiayai klub jika terbentuk. Ketiga, infrastruktur stadion yang tidak memadai.
Problematika di atas, disambut juga oleh pemain nasional asal Maluku, Rizky Pellu (PSM Makassar), dan Ricardo Salampessy (Persipura) seperti dilansir dari beberapa media. Mereka berdua sangat berharap kembali ke tanah asal untuk membela klub Maluku, itu bila sudah ada.
Bicara kontekstual pun demikian. Di Maluku, mulai dari kaum perempuan, laki-laki, anak kecil, hingga orangtua sangat antusias terhadap sepak bola. Fakta ini bisa dicek, bila ada kompetisi Piala Dunia. Apalagi mereka bila diajak berdebat soal bola, nomor satu sudah. Bahkan pengamat sepak bola pun bisa kalah debat sama mereka. Memang debat tak berdasar tapi itu bukan ukuran yang penting semangat bicara bola.
Tentu berbagai problem yang menghambat klub sepak bola profesional di Maluku harus dicari jalan keluarnya. Senyata, daerah yang lain bisa masa kita tidak. Maluku memilik 11 kabupaten/kota. Saya rasa untuk merangkul 23 pemain tidak begitu sulit didapatkan. Lebih jelasnya indikator masalh di atas segera dicari benang merahnya dulu.
Semoga juga, gubernur baru Maluku dan jajarannya bisa menjadikan klub sepak bola Maluku sebagai agenda prioritas karena ini menyangkut bakat dan minat anak-anak muda generasi Maluku. Tenang, masyarakat mendukung kok.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H