Dengan hadirnya deretan fakta tadi, masihkah kepala Anda bisa manggut-manggut membenarkan klaim Rusia bahwa "Rusia hanya menghancurkan instalasi militer Ukraina" serta "setiap serangan lebih dulu diinfokan ke warga setempat sehingga tak ada korban jiwa warga sipil"? Â
Sejak invasi Rusia dimulai, saat itu pula Rusia secara telanjang menampilkan dirinya terlibat langsung dalam masalah separatis internal wilayah timur Ukraina (Wilayah Donbas yaitu Luhansk dan Donetsk) yang sejak meletusnya gerakan separatis tahun 2014 selalu menyangkal keterlibatannya.
Sekali lagi, masihkah Anda bisa percaya klaim Rusia soal warga berbahasa Rusia di Donetsk dan Luhansk yang konon terus dibunuhi pasukan Ukraina? Kedua wilayah itu secara sah adalah wilayah Ukraina.
Apa pun alasan yang disampaikan Rusia, menyerang wilayah kedaulatan Ukraina tidak dapat dibenarkan oleh Hukum Internasional yang dirumuskan di dalam piagam PBB Pasal 2 Ayat 4 mengenai penggunaan kekuatan militer (use of force) terhadap wilayah kedaulatan negara lain yang bukan untuk membela/mempertahankan diri.
Tindakan Rusia tentu saja tidak dapat diterima oleh masyarakat dunia yang cinta damai, termasuk Indonesia. Hukum Internasional secara tegas telah mengatur bahwa agresi sebagai sebuah kejahatan serius yang menjadi perhatian komunitas internasional.
Dibanding menelan bulat-bulat kampanye Rusia, silakan lihat apa yang menyebabkan konflik ini berlangsung memanas hingga Russia menyerang Ukraina.
Ini berawal dari tergulingnya Presiden Ukraina keempat, Victor Yanukovich, di tahun 2014 yang sangat pro-Rusia, yang membatalkan hasil referendum kehendak rakyat Ukraina bergabung dengan masyarakat uni eropa.Â
Seperti rakyat Indonesia menggerakkan Reformasi 1998, rakyat Ukraina pun bangun menumbangkan Yanukovich yang jelas boneka asing. Orang tanpa martabat itu kini melarikan diri ke Rusia.
Presiden selanjutnya, Petro Poroshenko yang dilantik bulan Juni 2014 atas hasil pemilihan umum, dihadapkan pada pengambilalihan wilayah Semenanjung Crimea milik Ukraina oleh Rusia. Alasan Putin, referendum rakyat Crimea yang memilih bergabung dengan Rusia dan pemberontakan gerakan separatis di wilayah timur Ukraina yang berbatasan dengan Rusia. Kedua front konflik tidak dapat diatasi oleh kekuatan militer saat itu.Â
Warga dunia yang sehat meyakini bahwa Rusia berada di belakang gerakan separatisme dan secara terbuka mencaplok Crimea yang berada dalam kedaulatan Ukraina.
Di bawah Petro Poroshenko, yang menjadi Presiden Ukraina kelima, berupaya melanjutkan bergabung dengan Uni Eropa dan NATO.Â