Mohon tunggu...
Abi Hasantoso
Abi Hasantoso Mohon Tunggu... Akuntan - Jurnalis

Lahir di Jakarta pada 26 Februari 1967. Berkecimpung di dunia jurnalistik sebagai wartawan Majalah HAI pada 1988 - 1994. Selama bekerja di majalah remaja itu ia sempat meliput konser musik New Kids On The Block di Selandia Baru dan Australia serta Toto dan Kriss Kross di Jepang. Juga menjadi wartawan Indonesia pertama yang meliput NBA All Star Game di Minnesota, AS. Menjadi copywriter di tiga perusahaan periklanan dan menerbitkan buku Namaku Joshua, biografi penyanyi cilik Joshua Suherman, pada 1999. Kini, sembari tetap menulis lepas dan coba jadi blogger juga, Abi bekerja di sebuah perusahaan komunikasi pemasaran.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Andik Vermansah dengan Nama Besarnya dan Persebaya

22 Januari 2018   23:51 Diperbarui: 23 Januari 2018   00:49 2443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Surat terbuka presiden klub Persebaya memojokkan Andik Vermansah. Padahal dalam industri sepakbola saat ini lumrah saja pemain yang punya nama besar minta nilai kontrak gaji yang sangat tinggi. Karena nama besar pemain akan menguntungkan klub.

Kita tahu nama besar klub (sepakbola) di atas nama besar (para) pemainnya. Klub akan selalu tegak berdiri selama dikelola dengan baik dan dunia belum kiamat. Sementara para pemain bisa datang dan pergi. Datang kapan saja, pergi pun bisa kapan saja, sesuai kontrak kerja.

Begitupun Persebaya dan Andik Vermansah. Persebaya, salah satu klub tertua dan legendaris di Indonesia yang terbentuk sejak 1927 itu, tentu punya nama besar melebihi nama Andik.

Tapi soal kontrak kerja bukan nama besar klub yang menentukan. Hubungan mutualistik lah yang menentukan. Klub butuh nama besar pemain untuk mempertahankan nama besarnya sekaligus meraih dana besar dan keuntungan besar dari nama besar pemain karena akan menentukan pula nilai jual klub dan raihan prestasi tinggi dalam kompetisi dengan klub-klub lainnya.

Bila berdasar nama besar klub semata tentu Cristiano Ronaldo akan dengan suka rela tidak dibayar mau bermain membela Real Madrid. Atau Neymar dengan senang hati mau tidak digaji sebagai penyerang Paris Saint-Germain (PSG).

Faktanya justru Ronaldo dan Neymar dikontrak super mahal. Bahkan keduanya memecahkan rekor transfer dan gaji termahal ketika mereka hengkang dari klub lama dan pindah ke klub baru masing-masing. Karena godaan uang yang jumlahnya maha besar lah Ronaldo enteng saja meninggalkan Manchester United dan Neymar dengan wajah tanpa dosa pergi dari Barcelona.

Dari nama besar Ronaldo dan Neymar ini lah Real Madrid dan PSG menangguk keuntungan besar. Pundi-pundi uang kedua klub yang punya nama besar itu tiap hari bertambah sejak kehadiran para pemain yang juga punya nama besar. Uang masuk ke kantong klub dari tiket pertandingan, jualan merchandise terutama jersey tim dengan nama pemain yang punya nama besar, sponsorship, hingga hak siar televisi.

Jika menyebut Persebaya sebagai klub yang punya nama besar - seperti dikatakan presiden klub itu melalui surat terbukanya - sudah selayaknya Persebaya memperlakukan Andik - yang juga punya nama besar - seperti halnya Real Madrid memperlakukan Ronaldo dan PSG memperlakukan Neymar.

Dalam industri sepakbola, juga industri lainnya seperti perusahaan penerbitan pers, semua orang mengikuti arah pergerakan uang. Di dunia industri semua mengikuti adagium "follow the money" sehingga roda kehidupan tetap bisa terus berputar, menghidupi banyak orang, serta mengejar kekayaan dan kejayaan.

Surat terbuka presiden klub Persebaya sungguh memojokkan dan merugikan Andik. Karena Andik sudah bersikap profesional dengan menyebut nilai kontraknya, sementara Persebaya belum sama sekali memberikan penawaran resmi selain mengajak bertemu untuk duduk bareng.

Andik sudah sejak lama ingin kembali bermain membela Persebaya setelah melakukan perlawanan tak mau bermain di klub sepakbola Indonesia karena Persebaya didzalimi. Andik selalu bangga dengan Persebaya dan Bonek, supporter fanatik Persebaya yang selalu mendukungnya. Persebaya dan Bonek selalu ada di dalam hati Andik.

Surat terbuka itu begitu menyudutkan Andik seolah ia salah dengan mengajukan nilai kontrak yang tinggi kepada Persebaya. Padahal seperti sudah diuraikan di atas bahwa dalam industri sepakbola terjadi pola bisnis yang berdasarkan hubungan mutualistik. Saling menguntungkan kedua belah pihak. Klub besar membutuhkan nama besar pemain untuk menghidupi klub, memperoleh keuntungan finansial dan meraih prestasi tinggi dalam berkompetisi dengan klub-klub lain.

Bila belum terjadi kesepakatan dalam sebuah klausul kontrak yang saling menguntungkan kedua belah pihak tidak sepatutnya klub menyudutkan pemain dengan konotasi mata duitan. Tak etis Persebaya memojokkan Andik. Terlebih lagi selama proses negosiasi nilai kontrak ini Andik selalu menaruh rasa hormat yang tinggi pada Persebaya, klub yang membesarkan namanya juga.

Andik tak perlu menanggapi balik surat terbuka presiden klub Persebaya itu. Karena membaca yang tersurat dan tersirat dari surat terbuka itu sudah sangat jelas: Persebaya tidak mampu membeli Andik tapi presiden klub tak mau disalahkan Bonek karena tak bisa meminang Andik.

Surat terbuka itu justru membuka mata kita semua bahwa Persebaya saat ini tidak mampu membeli pemain bintang yang sangat diharapkan para pendukungnya. Klub dengan nama besar tak bisa mendapatkan pemain dengan nama besar. Ironis sekali. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun