Surat terbuka itu begitu menyudutkan Andik seolah ia salah dengan mengajukan nilai kontrak yang tinggi kepada Persebaya. Padahal seperti sudah diuraikan di atas bahwa dalam industri sepakbola terjadi pola bisnis yang berdasarkan hubungan mutualistik. Saling menguntungkan kedua belah pihak. Klub besar membutuhkan nama besar pemain untuk menghidupi klub, memperoleh keuntungan finansial dan meraih prestasi tinggi dalam berkompetisi dengan klub-klub lain.
Bila belum terjadi kesepakatan dalam sebuah klausul kontrak yang saling menguntungkan kedua belah pihak tidak sepatutnya klub menyudutkan pemain dengan konotasi mata duitan. Tak etis Persebaya memojokkan Andik. Terlebih lagi selama proses negosiasi nilai kontrak ini Andik selalu menaruh rasa hormat yang tinggi pada Persebaya, klub yang membesarkan namanya juga.
Andik tak perlu menanggapi balik surat terbuka presiden klub Persebaya itu. Karena membaca yang tersurat dan tersirat dari surat terbuka itu sudah sangat jelas: Persebaya tidak mampu membeli Andik tapi presiden klub tak mau disalahkan Bonek karena tak bisa meminang Andik.
Surat terbuka itu justru membuka mata kita semua bahwa Persebaya saat ini tidak mampu membeli pemain bintang yang sangat diharapkan para pendukungnya. Klub dengan nama besar tak bisa mendapatkan pemain dengan nama besar. Ironis sekali. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H