Adakah kesepakatan nikah mengenai pemisahan harta antara suami dan istri sebelum menikah?
Jika perjanjian nikah ditandatangani sebelum nikah, pada hakikatnya akad tersebut memisahkan seluruh harta dan kekayaan antara suami dan isteri, maka dalam hal terjadi perceraian, baik suami maupun isteri hanya akan mendaftarkan hartanya atas namanya. Karena istilah harta bersama tidak dikenal, atau istilah orang awam disebut "harta gono gini", dalam hal ini suami tidak berhak menerima dividen dari usaha tersebut dan harta lain milik istri, begitu pula sebaliknya.
Jika pasangan suami istri belum pernah mencapai Perjanjian Nikah, maka menurut Pasal 119 KUH Perdata, sejak tanggal perkawinan dilaksanakan, menurut undang-undang akan terjadi harta campuran di antara keduanya (jika perkawinan dilakukan oleh kedua belah pihak pasangan suami istri yang bersangkutan sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 - "UU Perkawinan").Â
Akibatnya harta istri menjadi milik suami begitu pula sebaliknya yang berarti harta yang diperoleh dari hadiah atau warisan selama perkawinan, atau harta yang diperoleh dari usaha suami istri selama masa perkawinan disebut harta bersama. Menurut ketentuan Pasal 126 KUH Perdata, perceraian berujung pada pembubaran harta bersama, sehingga pasangan harus berbagi harta bersama di antara pasangan. Pembagian harta bersama juga mencakup segala keuntungan dan kerugian yang diperoleh suami dan istri dari usaha dan kerja keras selama mereka masih menikah.
Namun ada perbedaan sebelum dan sesudah berlakunya "UU Perkawinan", ketentuan tentang harta benda, yang diatur dalam Pasal 35 ayat (1) dan (2) "UU Perkawinan". Yang menjadi perbedaanya ialah sebagian harta yang mana untuk menjadi harta bersama. Kemudian, dalam KUHPerdata, semua aset suami istri menjadi harta bersama. Â Â Â Â
Dalam hukum perkawinan, harta bersama ialah harta benda yang diperoleh selama perkawinan, dan harta yang diperoleh sebelum perkawinan akan menjadi harta bawaan dari kedua pasangan suami istri. Selama para pihak tidak memiliki keputusan lain, harta bawaan dan harta benda yang diperoleh sebagai hadiah atau warisan berada di bawah kendali mereka masing-masing.
Oleh karena itu, apabila diperoleh investasi (harta) dalam perkawinan, dalam hal perkawinan menurut Pasal 37 UU Perkawinan, hal tersebut akan menjadi harta bersama yang harus dibagi bersama oleh pasangan. Dalam penyelesaian pembagian harta bersam dalam perkawinan, praktisi hukum dapat mengacu pada KUHPerdata sebagai dasar hukum pembagian harta perkawinan.
1.Aturan harta waris menurut kuhperdata Pasal 830 (Pewarisan hanya terjadi karena adanya kematian.)
Dalam pasal tersebut ditegaskan pembagian harta warisan baru bisa dilakukan setelah terjadi kematian.
2.Yang berhak untuk menerima warisan Pasal 832
yang berhak Golongan I: keluarga yang berada pada garis lurus ke bawah, yaitu suami atau istri yang ditinggalkan, anak-anak, dan keturunan beserta suami atau istri yang hidup lebih lama.