Ada pena yang dicoretkan menjadi cerita, diksi diksi ditata dengan rapih penuh makna
100 narasi adalah saksi, aku menjadi manusia penuh tanda , tanya dan imaji
Diantara ruang ruang pengap, hamparan lembah semestaÂ
Diantara riuh manusia dan sepinya tembok tembok bisu, aku menulis
***
Di basuh air hujan sampai ditikam mentari, dibawah reruntuhan puing puing kehidupanÂ
Balada mencari entitas diri, kelak menjadi manusia tanda jawab sudah terpatri
Terpahat diantara jutaan mata, kaum borjuasi sampai lembah jelata
Prasasti kisah, tercatat dengan abadi direlung relung manusia yang rindu akan kemenangan
***
Pengulangan rima sebagai penegas penegas keyakinan, bahwa mesti terus mengukir sekalipun nafas tersendat sendat
Bila satu masa ditanam seribu cerita, maka tak habis naluri akan termemori dengan penuh bijaksan
Suatu hari, suatu pagi, suatu malam dan suatu waktu, dimana aku bersandar pada kisah nya para pemahat diksi
Intuisi jiwa penuh asa cita dan cipta, aku yang akan terus membiaskan warna warni
Di seluruh pelupuk pelupuk luka , suka , derita fana
Sekalipun tubuh dihempas kematian, aku pastikan nalarku tetap bergejolak diantara kerumunan manusia yang mencari pertanyaan
100 narasi , satu hari ataupun jutaan jauhnya mentari , tetap tegar menempa diri , aku dan kertas dibawah nirwana tetap teguh menggoreskan penaÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H