Ada hujan tiba tiba yang jatuh ditengah gurun, kita yang sedang berjalan , tak bisa lagi menghindar
Ada bintang yang tertinggal hingga siang, di lirik sinis oleh sang fajar, hingga tak mampu lagi berujar
Ada desir pantai , menghentak diantara rerimbunan bukit di balik safana, mengusir makna damai menjadi terkoyak nafas riuh hingar bingar
Ada mata mu , menatap diantara tembok tembok reruntuhan, terbakar dan menjadikannya abu ratapan
***
Mata yang ku tatap, mata mu yang penuh pilu diantara kemelutnya jelata
Mata mu yang menatapku, mata yang penuh harap, Â agar kita sama sama mengepal diantara desirnya ketimpangan
Kita yang menyatu di bui , diantara dinding dan sel yang diratap kemunafikan
***
Oh sayang, mari sini makan siang, dengan lauk pauk yang sudah layaknya makanan binatang
Tak apalah , mari kita nikmati sebelum para begundal datang mencabik cabik keromantisan
Damai kita saling menggenggam, di antara jeruji yang sudah mengekang
Kita yang menjadi narapi kehidupan yang sudi ditenggelamkan dalam sunyi
***
Sayang , raga kita diantara rerumputan ilalang yang mengumpat ngumpat malu seolah ketakutan