"Kalau diserentakan tahun 2024 bakal lebih berat terhadap psikologis penyelenggara," kata Ali.
Hal lain yang menambah berat tugas menurut Ali adalah persiapan logistik yang sangat banyak, karena kertas surat suara untuk Pilgub, Pileg, dan Pilpres. Belum lagi jika terdapat sela terhadap pengawasan.
Ali juga sepakat bahwa himpitan target waktu perhelatan Pemilu sangat berdampak terhadap fisik, dan psikis petugas.
"Waktu 2019 di tingkat kecamatan yang saya alami sangat berat sekali khususnya di fisik, fikiran, dan waktu yang sangat mepet," ujarnya.
Salah satu petugas KPPS lainnya, Dimas, bercerita KPPS bekerja sehari sebelum pemungutan suara dilakukan dan penghitungan suara berakhir pukul 24.00 WIB di hari yang sama dengan pemungutan suara. Selanjutnya, KPPS masih harus menyalin formulir berita acara pemungutan dan penghitungan suara sampai dengan pukul 02.00 dini hari bahkan ada yang selesai pukul 06.00 keesokan harinya. Dimas berharap beban kerja di Pemilu 2019 tidak terulang lagi pada Pemilu Serentak 2024 dan lebih manusiawi. Pengalaman Dimas tersebut bisa jadi terulang kembali oleh penyelenggara lainnya apabila model keserentakan Pemilu dan ketentuan tidak berubah.
Selain itu seperti yang kita ketahui, tingginya beban kerja penyelenggara Pemilu di tingkat TPS sangat berdampak pada petugas KPPS. Bahkan tidak sedikit yang akhirnya meninggal dunia karena kelelahan atau sebab lainnya pada saat Pemilu 2019, dah hal ini pasti akan berimbas pada keengganan masyarakat menjadi petugas TPS pada pemilu mendatang.
Peneliti Senior LIPI, Syamsuddin Haris melihat Pemilu Serentak 2019 tidak semata-mata terkait keserentakan Pemilu tetapi pada pengaturan durasi waktu pemungutan suara dan penghitungan suara di TPS oleh KPPS. Menurutnya, pembentuk UU semestinya dapat menghitung potensi kerumitan dan beban KPPS sehingga tidak memaksakan pemungutan dan penghitungan suara dalam waktu satu hari.
Syamsuddin menegaskan, salah satu sumber permasalahan tragedi kemanusiaan penyelenggara Pemilu dan kesulitan Pemilih pada Pemilu Serentak 2019 adalah penumpukan lima surat suara dalam satu waktu bersamaan serta implementasi sistem proposional terbuka dengan 16 (enam belas) Partai Politik Peserta Pemilu.
Sejalan dengan hal tersebut, Anggota Divisi Teknis Penyelenggara KPU Provinsi Jawa Tengah, Putnawati memandang beban kerja petugas KPPS menjadi salah satu potensi masalah yang akan dihadapi dalam keserentakan Pemilu 2024. Hal ini disampaikan pada diskusi Rabu Ingin Tahu yang diselenggarakan KPU Provinsi Jawa Tengah secara daring belum lama ini.
Menurutnya, perlu ada penyesuaian mekanisme kerja sehingga masalah beban kerja penyelenggara dapat diminimalisir. Tidak adanya jaminan kesehatan bagi penyelenggara dengan beban kerja yang berat dalam Pemilu Serentak, menurut Putnawati juga menjadi potensi masalah.
Ahli Hukum Tata Negara, Topo Santoso menegaskan perlu adanya jaminan keselamatan, kesehatan dan pemberian beban kerja yang manusiawi bagi seluruh pihak yang bekerja dalam pemilu, khususnya petugas Pemilu. Pengoptimalan teknologi dalam proses pemilu terutama pada penghitungan dan rekapitulasi suara menjadi salah satu pilihan menyelesaikan persoalan beban kerja petugas itu.