Mohon tunggu...
Abhisam DM
Abhisam DM Mohon Tunggu... -

Berusaha menjadi lebih baik, itu saja...

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mencintai Kretek Sebagian dari Iman

19 Agustus 2010   18:35 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:53 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bukan hanya Hamilton yang bersikap kritis terhadap propaganda anti rokok. Gabriel Mahal dalam Epilog Nicotine War menulis nama-nama yang lain. Ada Robert A Levy dan Rosalind B Marimont, yang dalam artikel berjudul Lies, Damned Lies & 400.000 Smoking-Relating Deaths (1998) mengatakan bahwa perang terhadap tembakau telah berkembang menjadi "monster kebohongan dan kerakusan". Ilmu pengetahuan sampah (junk science) telah menggantikan ilmu pengetahuan yang jujur (honest science). Propaganda tampil sebagai fakta-fakta. Yang jadi korban pertama dalam perang melawan tembakau adalah kebenaran.

Angka 400.000 kematian prematur di Amerika akibat rokok, kata Levy dan Marimont, merupakan estimasi yang di-generated melalui suatu program komputer SAMMEC (Smoking Associated Mortality, Morbidity and Econimic Cost). SAMMEC didasarkan pada model yang salah, mengabaikan semua aturan mengenai epidemiology, dan secara cepat menyimpulkan efek rokok terhadap kematian. Sebagai contoh: jika Joe Smith yang gemuk, punya kolesterol tinggi, diabetes, punya sejarah penyakit jantung dalam keluarga, tidak pernah olahraga, dan...merokok, meninggal karena serangan jantung, maka program SAMMEC akan menyebutkan faktor rokok sebagai penyebab kematian Joe Smith.

Senada dengan Levi dan Marimont, Judith Hatton, co-author buku Murder a Cigarette, mengatakan bahwa pernyataan WHO tentang bahaya merokok tidak lain daripada propaganda yang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Data, angka, statistik, estimasi, tidak lebih dari Lies, Damned Lies.

Lauren A. Colby, litigation lawyer dari Maryland, menulis buku In Defence of Smokers (2003) untuk membuktikan bahwa propaganda anti merokok tidak berdasar kebenaran, tidak bertanggung jawab dan liar. Di kata pengantar buku itu Colby menulis: "I wrote this book to refuse the wild, irresponsible and untruthful anti-smoking propaganda which obscures the truth."

Aisling Irwin dalam artikelnya berjudul "Study casts doubt on heart ‘risk factor" (International News, 25/8/1998), mengungkapkan bahwa studi cardiologi paling besar yang pernah dilakukan, telah gagal menemukan hubungan antara serangan jantung dengan faktor-faktor resiko klasik, seperti merokok dan tingkat kolesterol yang tinggi.

Monica study, demikian nama studi tersebut, yang melakukan kajian di 21 negara selama 10 tahun. Para ilmuwan tidak dapat menemukan koneksi statistik antara reduksi dengan perubahan-perubahan dalam obesitas, merokok, tingkat tekanan darah, atau kolesterol. Hasil studi ini diumumkan the European Congress of Cardiology in Vienna pada Agustus 1998.

Studi yang paling lama dan paling besar di dunia itu menghimpun informasi dari 150.000 serangan jantung, terutama di Eropa Barat, dan Rusia, Islandia, Kanada, China, dan Australia. Penurunan penyakit jantung paling besar terjadi di Swedia. Yang meningkat terjadi di Lithuania, Polandia, China, dan Rusia. Hasil studi juga mengungkapkan, kegelisahan, kemiskinan, perubahan ekonomi, dan sosial mempunyai hubungan dengan penyakit jantung. Fakta ini nampak sejak studi ini mulai dilakukan pada era 1980-an. Seseorang yang berhenti merokok namun kehilangan rumah tempat tinggal secara umum berada pada risiko terkena penyakit jantung karena faktor stres.

Suara-suara kritis terdampar di ruang hampa. Sebaliknya, kampanye anti rokok makin nyaring dan bertaring dengan bergabungnya sejumlah organisasi mitra. Satu yang cukup heboh adalah Bloomberg Initiative (BI). Michael R. Bloomberg, seorang Yahudi AS, pengusaha kaya raya, walikota New York City tiga periode, adalah tokoh di balik BI. Tahun 2006 ia menggelontorkan 125 dollar AS, lalu 250 dollar AS di tahun 2008, dan bersama Bill Gates, Bloomberg sukses menghimpun donasi gabungan sejumlah 500 dollar AS. Apa kepentingan Bloomberg tidak sulit dibaca, Walikota New York City ini dikabarkan membela mati-matian para eksekutif farmasi yang dikambinghitamkan dalam perdebatan layanan kesehatan. Bill Gates? Ia kini sudah punya saham di industri farmasi.

Bloomberg pula yang menghebohkan Indonesia dengan "sumbangan" hampir 4 miliar rupiah ke organisasi keagamaan Muhammadiyah. Pengusaha Yahudi itu juga menggelontorkan miliaran rupiah ke Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Dinas Kesehatan Kota Bogor, Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular Departemen Kesehatan, Forum Parlemen Indonesia untuk Kependudukan dan Pembangunan (IFPPD), Pusat Dukungan Kontrol Tembakau/ Tobacco Control Suport Centre, Indonesian Public Health Association (TCSC-IPHA), Komisi Perlindungan Anak Nasional Indonesia (KPAI/NCCP), Pertemuan Jaringan Kontrol Tembakau Indonesia (NGO) pada 2009, Swisscontact Indonesia Foundation, dan Institut Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

***

Ketika kampanye anti rokok makin intensif, impor tembakau ke Indonesia justru meningkat. Tahun 2003 impor tembakau sebanyak 29.579 ton, meningkat di tahun 2004 jadi 35.171 ton, terus bertambah di tahun 2005 jadi 48.142 ton, dan di tahun 2007 mencapai 69.742 ton. Tidak hanya itu, ternyata impor rokok ke Indonesia juga sangat besar, mencapai 520.000 ton per tahun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun