Desa Kemiren salah satu desa wisata yang berada di ujung Timur terletak di Kabupaten Banyuwangi. Masyarakat Desa Kemrien umumnya ialah warga asli atau keturunan asli Banyuwangi atau suku asli di Banyuwangi. Â Suku tersebut dikenal dengan Suku Osing atau Suku Using yang lebih dikenal dengan Lare Osing (Laros).Â
Desa Kemiren menjadi salah satu kebanggaan masyarakat Banyuwangi  karena kearifan lokal didesa ini masih terjaga dengan baik. Meskipun diera modern saat ini banyak sekali perubahan-perubahan yang terjadi di Desa Kemiren saat ini namun masyarakat dengan baik dapat memanfaatkan era modern dengan tetap melestarikan budaya asli mereka.
Masyarakat asli  Desa kemiren ini cenderung sangat terbuka terutama saat ada pengunjung yang datang dan ingin  mengenal lebih jauh tentang Desa Kemiren ini. Tidak heran jika Desa Kemiren ini menyabet banyak gelar mengenai penghargaan desa budaya terbaik di Indonesia.Â
Bukan hanya dikenal sebagai desa budaya namun Desa Kemiren ini jugadikenal sebagai desa wisata yang cukup dikenal di Indonesia. Hal ini menjadikan banyak sekali pengunjung  yang berkunjung untuk mempelajari dan lebih mengenal kebudayaan apa saja yang ada di Desa Kemiren.
Desa Kemiren merupakan salah satu desa dengan kearifan lokal yang masih terjaga dan menjadi potensi wisata budaya di Kabupaten Banyuwangi. Asal usul Desa Kemiren sendiri berasal dari kata kemiri  dan duren dan ada juga tanggapan yang lain bahwa kemiren berasal dari kata kemirian.Â
Mengapa disebut dengan kemirian hal ini disebabkan karena dulunya banyak sekali tumbuhan kemiri yang tumbuh di desa ini. Pada awalnya masyarakat di Desa Kemiren ini merupakan masyarakat Desa Cungking yang sawahnya atau ladang mereka ada di Desa Kemiren ini.Â
Dimana saat jaman dulu saat ingin memanen hasil pertanian masyarakat atau petani Cungking membuat rumah sawah di desa atau dipersawahan mereka agar hasil panen mereka tidak dicuri. Sehingga setiap kali musim panen mereka tidur di persawahan yang lambat laun  akhirnya mereka menetap dan tinggal sehingga muncul sebuah desa baru yakni Desa Kemiren.
Perkembangan Desa Kemiren menjadi desa wisata budaya ini cukup berkembang pesat dan menjadikan desa ini dikenal oleh masyarakat umum bukan hanya lokal namun wisatawan manca negara juga berdatangan untuk mengenal lebih dekat Desa Adat Kemiren ini. Kawasan  yang mudah di akses dan dekat dengan pusat kota membuat banyak pengunjung yang berdatangan di desa ini.Â
Desa Kemiren diera modern ini menjadi salah satu desa wisata budaya. Â
Potensi ini berdampak positif bagi masyarakat sekitar, dimana diberikan sebuah pemberdayaan mayarakat agar memanfaatkan potensi wilayah untuk menambah penghasilan dengan adanya wisata namun tetap melestarikan budaya. Kegiatan sehari-hari mereka lah yang ditunjukan untuk menjadi potensi wisata seperti nyelameti, edukasi seperti bermain  musik, menari, sangria kopi, menanam padi dan lain sebagainya.
Aktivitas sehari-hari tersebut masyarakat sekitar mengembangkan desa menjadi desa dengan potensi wisata budaya, sehingga unsur unsur kebudayaan yang sudah ada tetap terjaga dan tidak hilang karena masa modern saat ini.Â
Dengan demikian banyak sekali aspek positif yang berasal dari ditetapkannya Desa Kemiren sebagai desa wisata budaya yang masih menjaga kearifan lokalnya. Namun selain dampak positif pastinya akan ada dampak negatifnya juga yang kini juga mulai sedikit dirasakan oleh masyrakat sekitar.Â
Salah satunya membuat kebudayaan yang ada kurang terasa khusyu karena kegiatan yang dilakukan kini harus berbaur dengan pengunjung yang lain. Seperti saat mendokumentasikan acara, suara dering hand phone sehingga membuat acara sedikit terganggu. Meskipun hal ini tidak terlalu mengganggu jalannya acara kebudayaan yang ada. Â
Desa Kemiren bukan desa yang tertinggal akan modernisasi di masa sekarang, seperti rumah, pakaian, hingga pendidikan juga dirasakan oleh masyarakat sekitar. Hal pertama yang perlu di ingat ialah Desa Kemiren merupakan desa yang memanfaatkan budayanya untuk memajukan ekonomi melalui pariwisata budayanya.Â
Seperti contoh saat melakukan pertunjukan tari jadi bukan hanya melakukan tarian lalu selesai dan pulang namun masyarakat menjadikan potensi tari ini untuk mendapatkan upah sehingga bukan hanya rasa letih yang didapatkan, namun juga mendapatkan hasil dari apa yang menjadi hobinya.
Desa Kemiren ini memiliki upacara yang sakral atau lebih tepatnya paling ditunggu oleh masyarakat sekitar  dan para pengunjung yang datang ke Desa Kemiren. Upacara tersebut disebut Ider Bumi atau Barong Ider Bumi. Dimana  Barong Ider Bumi merupakan sebuah pawai barong yang akan mengelilingi desa.Â
Barong ider bumi merupakan salah satu upacra yang diselenggarakan untuk keselamatan desa, seperti menolak bala dan lain sebagainya. Dan biasanya saat pawai berlangsung hanya dilakukan oleh lelaki saja dan untuk perempuan cukup berdoa dirumah saja. Upacara Ider Bumi ini biasanya dilakukan pada 2 Syawal atau  hari kedua Hari Raya Idul Fitri.
Upacara selanjutnya ialah selametan jika didaerah biasa pada umumnya biasanya selametan disebut selametan kampung. Namun yang menjadi unik di Desa Kemiren ialah dilakukan secara serentak dan diberi nama Tumpeng Sewu.Â
Penamaan tumpeng sewu sendiri diambil dari jumlah tumpeng yang ada yang kurang lebih jumlahnya mencapai 1000. Hal ini berkaitan dengan jumlah penduduk, sehingga saat digelar acara tumpeng sewu biasanya minimal satu KK memberikan satu tumpeng.Â
Tumpeng Sewu merupakan selametan desa namun dilakukan secara serentak dipinggir jalan kampung saat bulan haji di minggu ketiga. Dengan demikian saat acara Tumpeng Sewu digelar maka akses jalan menuju desa ditutup agar tidak ada kendaraan yang memasuki Desa Kemiren saat upacara berlangsung.
Dengan adanya upacara-upacara adat inilah yang mendukung potensi Desa Kemiren sebagai desa wisata budaya. Dimana masyarakat umum atau pengunjung dapat berkunjung dan menikmati Tumpeng bersama masyrakat desa.Â
Dengan adanya pengunjung yang memesan tumpeng kepada masyarakat desa tentunya akan memberikan tambahan pemasukan bagi ekonomi masyarakat sekitar.
sehingga pengunjung dapat berbaur dengan masyarakat sekitar, dengan demikian bukan hanya unsur budaya dan wisata saja namun kegiatan tersebut juga mengandung unsur sosial dan ekonomi bagi masyarakat.Â
Masyarakat percaya bahwa leluhur telah meninggalkan banyak sekali adat dan budaya sehingga adat dan budaya ini dapat dimanfaatkan ke arah wisata yang bisa dikembangkan melalui pemberdayaan masyarakat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI