Sistem Bus Rapid Transit (BRT) kini sudah banyak ditemui di kota-kota di Indonesia, termasuk Kota Tangerang dengan Trans Kota Tangerang. Trans Kota Tangerang mulai beroperasi pada Desember 2016 dengan rute Terminal Poris Plawad-GOR Gandasari.
Pada Januari 2018, koridor 1 Trans Kota Tangerang ini diperpanjang sekitar tiga kilometer sampai Jatake. Selang lima bulan, koridor 2 Trans Kota Tangerang yang melayani rute Terminal Poris Plawad-Cibodas diluncurkan.Â
Pada Januari 2020, koridor 3 TangCity-CBD Ciledug mulai beroperasi dan disusul koridor 4 Pintu M1 Bandara-Cadas pada Januari 2021.
Setiap harinya Trans Kota Tangerang beroperasi mulai pukul 05.00-18.00 WIB dengan interval kedatangan bus (headway) selama 10 menit. Pengemudi bus Trans Kota Tangerang bekerja dalam dua sif, yakni pukul 05.00-11.30 WIB dan 11.30-18.00 WIB.
Tarif bus ini flat Rp2.000 dan pembayarannya dapat dilakukan dengan dompet digital seperti LinkAja, GoPay, OVO, dan Dana.
Setiap koridor dilayani oleh 10 unit bus medium dengan pembagian 9 bus beroperasi dan 1 bus sebagai unit cadangan. Saat ini, Terminal Poris Plawad menjadi tempat parkir sekaligus pemeliharaan bagi armada Trans Kota Tangerang.
Lima tahun berjalan, BRT kebanggaan warga Kota Tangerang ini masih menorehkan sederet nilai merah, khususnya pada aspek penyediaan informasi, strategi komunikasi dan branding. Apa sajakah poin-poin yang perlu menjadi perhatian?
Krisis Penyediaan Informasi
Sistem BRT Kota Tangerang tidak memiliki strategi komunikasi dan branding yang baik. Padahal, poin ini tercantum pada panduan standar BRT dari ITDP tahun 2016.
Akun resmi Instagram BRT Kota Tangerang @tayo_angkutanperkotaan pertama kali mengunggah pada 26 Januari 2021 yang isinya merupakan peluncuran BRT koridor 4 oleh PT Tangerang Nusantara Global. Di deskripsi profil atau bio akun ini hanya tertulis:
Akun resmi Angkutan Perkotaan Kota Tangerang
TAYO : "TANGERANG AYO" & Si Benteng
Hingga unggahan terakhir pada 17 Oktober 2021, akun ini memiliki total 14 unggahan.
Selain Instagram, tidak ditemui media sosial yang menjadi platform resmi saluran informasi Trans Kota Tangerang. Tidak diketahui juga nomor pelayanan atau pengaduan yang bisa dihubungi. Jika akun Instagram resminya kini tak lagi aktif, tentu penyaluran informasi BRT jadi terhambat.
Selain itu, baik di dalam bus, halte, maupun bus stop tidak ada passenger information display system (PIDS). Penyediaan PIDS diharapkan bisa lebih optimal dengan format audio-visual. PIDS sebaiknya disematkan berbagai fitur agar penumpang dapat mengetahui posisi bus dan jadwal bus secara terkini atau real-time.
Informasi peta jaringan rute BRT Trans Kota Tangerang juga perlu disediakan di setiap sarana dan prasarana pendukung. Namun sebenarnya, hal tersebut tidak cukup.Â
Peta harus dibuat lebih komprehensif dengan menampilkan informasi integrasi rute dengan moda lain. Tempat-tempat penting, fasilitas umum, atau simpul kegiatan warga seperti tempat wisata, pasar atau pusat perbelanjaan, sekolah, tempat ibadah, dan kantor pemerintahan di sekitar titik pemberhentian bus juga dapat diinformasikan. Tak kalah penting, informasi tarif, jam operasional, dan headway juga perlu ditampilkan.
Idealnya setiap informasi tersebut tidak hanya hadir dalam wujud fisik tapi juga dalam dunia maya melalui situs, aplikasi, ataupun media sosial resmi pengelola.Â
Informasi rute Trans Kota Tangerang sudah tercatat di Google Maps. Akan tetapi perlu ada pembaruan terkait halte-halte yang dilewati dan integrasi rute antarkoridor juga antarmoda. Sejauh ini, baru koridor 1, 2, dan 3 yang terdata di Google Maps.
Sementara, di situs resmi Pemerintah Kota Tangerang, tersedia informasi rute dan halte BRT Trans Kota Tangerang dan rute Angkot Si Benteng. Namun, perlu ada informasi integrasi rute antarmoda seperti KRL, Transjakarta, dan angkot-angkot eksisting.
Penyediaan informasi yang komprehensif dan efektif tentu akan sangat membantu bagi para pengguna BRT Tangerang yang merupakan warga Kota Tangerang ataupun warga luar Kota Tangerang. Aspek informasi juga akan berpengaruh pada tingkat penggunaan dan kepuasan layanan BRT.
Trans Kota Tangerang atau Bus Tayo?
Permasalahan lain adalah branding. Di badan bus koridor 1 dan 2 tertulis "Trans Kota Tangerang", sedangkan bus-bus di koridor 3 dan 4 di badan busnya tertulis "TAYO Trans Tangerang Ayo!!".
Akun resmi Instagramnya pun menggunakan nama "Tayo". Lalu, sebenarnya apa nama resmi sistem BRT Kota Tangerang ini?Â
Jelas, aspek komunikasi dan branding kurang mendapat perhatian.
Trans Kota Tangerang sebagai BRT Kota Tangerang memang lebih akrab disebut dengan "Tayo" oleh warga Tangerang. Penyebutan "Tayo" dirasa lebih singkat dan cepat untuk diucapkan.
Penamaan "Tayo" mirip dengan karakter animasi bus kota asal Korea Selatan, Tayo dari serial "Tayo The Little Bus". Jika ada yang beranggapan penamaan "Tayo" muncul karena bus yang digunakan merupakan bus medium sama seperti karakter animasi Tayo, anggapan ini mungkin tidak sepenuhnya benar.Â
Entah siapa yang pertama kali memulai panggilan ini, tetapi panggilan "Tayo" perlahan mulai populer setelah koridor 2 beroperasi.
Beberapa bus di koridor 2 dihiasi dengan boneka berbagai karakter animasi "Tayo The Little Bus" di dasbornya. Bahkan, hanya di koridor inilah bus-bus Trans Kota Tangerang yang interiornya ditambahi hiasan seperti boneka Tayo tadi. Hal ini menjadi salah satu faktor kuat asal-usul penyebutan "Tayo" bagi Trans Kota Tangerang.
Terlanjur populer, peluncuran bus-bus koridor 3 dan 4 tak lagi menyematkan tulisan "Trans Kota Tangerang" di bodinya, tetapi "TAYO Trans Tangerang Ayo!!". Penamaan "TAYO" pun disebut-sebut sebagai akronim dari slogan Kota Tangerang, "Tangerang Ayo".
Merujuk pada panduan dari ITDP, branding yang ideal adalah ketika semua bus, rute, dan stasiun di koridor mengikuti brand yang selaras pada seluruh sistem BRT. Namun, seandainya penamaan BRT Tangerang secara resmi disepakati menjadi "Tayo" nampaknya persoalan ini akan berujung pada urusan hukum, imbas dari kesamaan nama dengan animasi "Tayo".
Beda Branding, Beda Livery
Branding BRT Kota Tangerang yang berbeda-beda berujung pada livery alias kelir bus yang berbeda pula.
Bus-bus koridor 1 dan 2 berkelir dasar hijau muda terang dengan 'selendang' batik di bagian bawah. Di sisi samping belakang ada siluet Pintu Air Sepuluh atau Bendung Pasar Baru Irigasi Cisadane, sebuah bendungan peninggalan zaman kolonialisme Belanda yang menjadi ikon Kota Tangerang. Ada pula tulisan "Trans Kota Tangerang" di bodi bus.
Sementara, bus di koridor 3 dan 4 memiliki model bodi bus dan livery bernuansa retro. Bus di koridor 3 berkelir dasar hijau tua dan koridor 4 biru tua. Di sisi samping bodi tertulis "TAYO Trans Tangerang AYO!!".Â
Pada dasarnya perbedaan livery tidak menjadi masalah besar. Banyak transportasi umum di daerah lain, khususnya angkot yang memiliki kelir berbeda-beda sesuai rutenya.Â
Satu hal yang menjadi sorotan. Pada bagian belakang bus di koridor 3 dan 4 terpampang gambar Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tangerang, Arief-Sachrudin dengan tulisan "Ayo Naik Bis Biar Gak Macet".Â
Sungguh sebuah pemandangan yang memprihatinkan, sebab urusan transportasi bukan sebatas agenda politik tetapi mengakomodasi dan melayani mobilitas publik serta upaya menurunkan polusi.Â
Profesionalitas pengelolaan dan pelayanan sudah seharusnya jadi prioritas. Pemerintah Kota Tangerang dan seluruh pihak terkait perlu segera membenahi permasalahan ini. Rencana kerja strategis jangka pendek dan jangka panjang perlu disusun dan diinformasikan kepada khalayak.Â
Warga Kota Tangerang menantikan sistem BRT yang lebih baik. Mereka menginginkan sistem transportasi umum yang lebih aman, nyaman, terintegrasi, dan dikelola dengan profesional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H