Mohon tunggu...
Abel Pramudya
Abel Pramudya Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Jurnalistik Universitas Multimedia Nusantara

Travelling, photography, bus enthusiast @abelpram

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

Sederet Nilai Merah Penyelenggaraan Bus Trans Kota Tangerang

17 Maret 2022   12:45 Diperbarui: 26 April 2022   23:18 4416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rerouting perlu dilakukan dengan mengidentifikasi lima faktor dasar yang tertuang dalam Keputusan Dirjen Hubdat nomor 687 tahun 2002 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Angkutan Penumpang Umum di Wilayah Perkotaan dalam Trayek Tetap dan Teratur.

Rerouting menjadi penting untuk memastikan cakupan area pelayanan transportasi umum dan variasi layanan seperti layanan feeder, loop line, trunk line, atau ekspres. Langkah ini juga mendorong agar setiap moda dan pengelola bisa bersinergi sehingga tidak terjadi tumpang tindih rute yang berujung pada konflik.

Trans Kota Tangerang koridor 2 misalnya, sebagian besar rutenya sama dengan angkot 02 dan R11. Hal yang wajar jika di awal peluncurannya layanan BRT koridor ini menuai protes dari para pengemudi angkot.

Kualitas Layanan yang Andal

Kualitas layanan menjadi prinsip dasar selanjutnya dalam reformasi angkutan umum. Paragraf-paragraf di atas sudah cukup jelas menggambarkan kualitas layanan BRT Trans Kota Tangerang.

Desain halte BRT masih belum inklusif. Bus yang memiliki fasilitas ruang khusus bagi kursi roda dan akses keluar-masuk ramah pengguna kursi roda baru ada di koridor 1. 

Bus Trans Kota Tangerang koridor 1 memiliki ruang khusus kursi roda dan akses keluar-masuk di bagian tengah bus. (Foto: Abel Pramudya)
Bus Trans Kota Tangerang koridor 1 memiliki ruang khusus kursi roda dan akses keluar-masuk di bagian tengah bus. (Foto: Abel Pramudya)

Passenger information display system berbasis audio visual juga belum terpasang di halte, bus stop, dan bus. Hal ini tentu menyulitkan pengguna untuk merencanakan perjalanannya.

Bila merujuk pada standar pelayanan minimum dalam Permenhub nomor 27 tahun 2015 yang merupakan amandemen Permenhub nomor 10 tahun 2012, masih banyak hal-hal yang tidak diterapkan pada penyelenggaraan BRT Kota Tangerang.

Pertanyaannya, apakah Dinas Perhubungan Kota Tangerang pada saat itu tidak meninjau kembali peraturan ini sebelum merencanakan dan mengoperasikan Trans Kota Tangerang?

Terciptanya Industri Angkutan Umum yang Profesional

Industri angkutan umum di Kota Tangerang masih jauh dari kata profesional. Penyelenggaraan transportasi umum harus berorientasi pada pelayanan kepada masyarakat. Namun, kepastian usaha bagi operator juga perlu diperhatikan melalui perencanaan model bisnis yang matang.

Tak ketinggalan, skema subsidi dari pemerintah yang sangat diperlukan. Badan pengelola manajemen operasional pun diharapkan memiliki akses dan fleksibilitas dalam mengelola keuangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun