Artinya, ada sekitar 66 juta ton karbon yang dilepaskan ke atmosfer pada periode 2017-2018. Itu baru hitungan cadangan karbon hutan, belum dengan karbon yang lepas saat pembakaran lahan. Tentu jutaan ton karbon yang merusak atmosfer itu berkontribusi besar terhadap pemanasan global. Asap dari pembakaran pun dapat merusak saluran pernapasan,jika sudah parah dapat berujung kematian. Bahkan, indeks kualitas udara kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah sempat menyentuh angka 2.000 pada Minggu (15/9) siang. Sangat berbahaya.
Selain itu, asap juga mengganggu jarak pandang berkendara sehingga rawan kecelakaan dan membuat pesawat dilarang terbang. Lebih parahnya lagi, asap dari kebakaran hutan di Indonesia terbawa angin sampai ke Singapura dan Malaysia. Memalukan.
Pembakaran hutan juga berdampak pada hilangnya habitat hewan-hewan dan merusak ekosistem hutan. Dilansir dari situs www.nature.or.id ada 114 spesies burung terancam punah di Indonesia dan hampir sepertiga mamalia asli Indonesia juga terancam punah. Musnanda menyampaikan bahwa degradasi Orang Utan mencapai angka 25 persen setiap tahunnya. Bukan tidak mungkin, Indonesia bakal kehilangan predikatnya sebagai salah satu negara dengan warisan keanekaragaman hayati terbanyak di dunia.
Dari penjabaran di atas, terlihat bahwa deforestasi khususnya dengan pembakaran hutan banyak menimbulkan dampak negatif yang justru membuat negara merugi. Pembangunan sudah tidak bisa lagi memikirkan segi ekonomi dan kapitalis. Harus berubah haluan dengan memandang dari segi sosial dan lingkungan sebagaimana penuturan mantan Menteri Lingkungan Hidup, Emil Salim, "Masa pembangunan dengan pola kapitalisme sudah berlalu, dan sekarang harus diubah ke pembangunan ekonomi dengan nilai sosial yang memperhatikan kepentingan lingkungan hidup." seperti yang dikutip dari nature.or.id.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H