Dalam proses menjual, ada rangkaian  proses yang harus diikuti. Banyak teori tentang "Sales Talk" di dunia penjualan. Namun, ada cara praktis bagi orang yang ingin mencapai hasil penjualan dengan metode yang effisien dan effektif, yaitu bergerak langsung melalui "Action" dan menjelaskan "Benefit" atas produk yang ditawarkan serta menutup penjualan dengan "Closing" yang baik. Untuk menjelaskan teori itu, kebetulan kita semua baru saja melaksanakan Pilpres 2014 dan hasilnya sebagaimana yang telah diumumkan oleh KPU pada tanggal 22 Juli 2014 yang lalu. Oleh karena itu, pengambilan contoh di bawah ini bukan dimaksudkan untuk memberikan pencitraan terhadap sosok Jokowi, tetapi menganalisisnya berdasarkan teori di atas sehingga memberikan inspirasi bagi para tenaga penjual untuk menghasilkan penjualan yang maksimal.
Kemenangan Jokowi-JK dalam Pilpres 2014 yang diumumkan oleh KPU tanggal 22 Juli 2014 yang lalu tak terlepas dari gaya Jokowi dalam "menjual" dirinya ke publik setelah pengumuman pencapresan yang bersangkutan oleh PDIP. Jokowi tidak menggunakan teori "sales talk" yang konvensional, tetapi langsung melakukan gebrakan dengan aksi-aksi yang ditampilkan ke publik. Figur dan popularitas serta "brand name" Jokowi sudah cukup dikenal oleh sebagian masyarakat Indonesia melalui Pilkada DKI Jakarta tahun 2012 melalui media TV dan media sosial yang memang sedang menjadi tren di Indonesia.
Aksi-aksi Jokowi antara lain:
- Menerima mandat pencapresannya di Rumah si Pitung sambil mencium Bendera Merah Putih.
- Mendaftarkan pencapresannya ke KPU dengan naik sepeda.
- Pada saat mengambil nomor urut di KPU datang dengan menyewa Bajaj.
- Menggunakan baju "kotak-kotak", berbeda dengan pasangan Prabowo-Hatta yang menggunakan baju berwarna putih polos, bahkan JK pun menggunakan warna baju yang sama dengan pasangan no. 1 tersebut; Ini menunjukkan bahwa Jokowi ingin tampil beda dan "eyes catching" di hadapan publik.
Gebrakan Aksi Jokowi itu sebagai "start" awal Jokowi mencuri perhatian rakyat Indonesia. Gaya menjual ini sering kali dilupakan oleh para "salesman" dalam menarik hati calon pembeli. Seorang tenaga penjual seringkali langsung masuk kepada pokok bahasan hal produk yang mau dijualnya. Keyakinan terhadap produk yang dijualnya justru membuat seorang tenaga penjual seringkali melupakan bahwa "perasaan" calon pembelinya perlu ditarik terlebih dahulu untuk memperkuat proses "sales talk" yang begitu singkat tetapi harus effektif dan menghasilkan penjualan.
Sebuah penampilan yang menarik juga sering kali dilupakan dalam proses menjual. Bahkan dalam "event" besar seperti pameran otomotif sekelas "Indonesia Motor Show" yang diadakan tiap tahun, hampir semua perusahaan otomotif menampilkan gadis-gadis cantik; Kalau semuanya cantik-cantik,terus yang berbeda apanya? Cantik itu akhirnya menjadi relatif, tetapi sebuah keberbedaan untuk membuat calon pembeli tertarik untuk membeli dengan "Sales Promotion Girl" yang berbeda dibandingkan yang lain sering tidak menjadi pertimbangan; Semua tenaga penjual mudah terjebak dalam rutinitas dan kekurangan ide-ide baru dalam membuat calon pembeli tertarik untuk membeli melalui sebuah keberbedaan (=differensiasi).
Ketika Jokowi menghadapi serangan yang bertubi-tubi dalam masa kampanyenya dengan "black campaign" dan sebagainya sehingga membuat elektabilitasnya stagnan dan hampir tersalip oleh pesaingnya, Jokowi menggunakan jurus menjual yang ampuh untuk menangkis "black campaign" yang beredar di masyarakat. Baginya, kampanye hitam ataupun kampanye yang mendiskreditkan program kerjanya selama menjadi walikota Surakarta dan Gubernur DKI Jakarta dijawabnya dengan menunjukkan program-program nyata yang selama ini menjadi unggulannya. Artinya, Jokowi konsisten dengan jurus menjual menyampaikan "BENEFIT" daripada program-program kerja yang sudah dijalankannya.
Bukti keberhasilan dan program yang akan dilakukannya, seperti pembangunan karakter melalui "Revolusi Mental" mengundang banyak pemilih yakin terhadap maksud & tujuan kepemimpinan Jokowi bila menjadi Presiden RI mendatang. Bahkan dalam menghapus imej ke-Islam-an Jokowi yang diragukan, ia menjawabnya dengan aksi yang tidak segan-segan kembali ke awal ketika dirinya "menjual" dirinya ke masyarakat pemilih, yaitu dengan menjadi imam ketika sholat bersama dan mengunjungi banyak pesantren serta terakhir justru ke Mekkah untuk menunaikan ibadah Umroh pada waktu masa tenang.
Seorang tenaga penjual sering "kedodoran" dalam mengatasi keberatan-keberatan calon pembelinya (=handling objection). Mereka bisa kehilangan akal sehat dan ikut bermain dengan perasaan hati calon pembelinya, bahkan bisa menunjukkan suasana tidak senang dengan calon pembelinya yang barangkali cerewet, mengkritik walau belum tentu membeli, dsb. Gaya Jokowi dalam "handling objection" perlu ditiru oleh semua tenaga penjual yang ingin berprestasi dalam meraih penjualan. Konsisten terhadap "benefit" atau manfaat produk dan pengalaman konsumen perlu ditunjukkan secara nyata.
"TEST DRIVE" yang sering dilakukan oleh perusahaan otomotif dalam menjual produknya barangkali perlu dievaluasi atau dimodifikasi. Maksudnya tentu ingin memberikan sebuah keyakinan dan pengalaman kepada calon pembeli, tetapi sebuah keyakinan calon pembeli juga perlu dibangun oleh perusahaan otomotif tersebut. Mencontoh "Gaya Jokowi", barangkali perusahaan otomotif bisa mengajak para calon pembelinya berkunjung ke pabrik otomotifnya melihat sendiri bagaimana produk yang dihasilkan memang benar sesuai dengan manfaat yang ditawarkannya. Sebuah pengalaman yang berbeda akan memberikan keyakinan tersendiri dibandingkan yang hanya menawarkan dalam bentuk iklan saja, bukan?
Langkah terakhir ketika semua calon pemilih sudah menyaksikan dan merasakan "manfaat" di masa kampanye, yang dilakukan oleh Jokowi dan tim relawannya adalah justru sebuah atraksi yang sangat menarik yang memberi dampak luar biasa pada antusiasme masyarakat untuk memilih, apa itu? Konser "Salam 2 jari" di Gelora Bung Karno (GBK) oleh Slank menjadi sebuah acara penutup yang memberikan dampak luar biasa pada antusiasme masyarakat untuk memilih Jokowi. Lagu "Salam 2 jari" menjadi lagu favorit bagi anak-anak hingga orang dewasa dan menjadi lagu pengingat ketika "Hari H" pencoblosan Pilpres 2014. Sebuah klimaks  "Closing"  yang luar biasa, calon pemilih diyakinkan bahwa mereka tidak akan "salah pilih" lagi di 9 Juli 2014.
Pada saat pengumuman tanggal 22 Juli 2014 oleh KPU, Jokowi-JK juga menemui massa pemilihnya dan memberikan ucapan terima kasih.
"Closing sales" juga menjadi momok yang menakutkan bagi banyak tenaga penjual. Ketakutan tidak mendapatkan penjualan atau bahkan keyakinan yang berlebihan bisa mengakhiri penjualan dengan hasil yang luar biasa sering kali malah merontokkan proses "Sales Talk" yang sudah dibangun dari awal. Kreativitas di akhir "Sales Talk" hingga keputusan calon pembeli sering tidak dibangun dengan baik. Terkadang tenaga penjual menunggu calon pembeli atau justru malah terkesan mengejar calon pembelinya sehingga menjadi "risih" dikejar-kejar oleh "salesman" ...! Sebuah perhatian dan pemberian apresiasi sebelum calon pembeli memutuskan membeli tidak menjadi prioritas dan terlewatkan.
Seorang Direktur Penjualan bahkan hingga CEO sebuah perusahaan juga kadang berhitung tentang biaya "Closing Sales". Mereka bahkan tidak mau mengeluarkan sepeser pun biaya bila calon pembeli belum memberi keputusan membeli. Tetapi "Gaya Jokowi" sekali lagi berbeda dengan Direktur Penjualan dan CEO manapun, apresiasi justru diberikan di depan sebelum keputusan "Calon Pembeli" ditetapkan.
Jokowi menggunakan teori penjualan "ABC" atau "ACTION, BENEFIT, CLOSING " yang berbeda dibandingkan gaya menjual pada umumnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H