Mohon tunggu...
ahmad syifa as.
ahmad syifa as. Mohon Tunggu... -

mencoba menunjukkan jati diri dengan men-share potensi diri

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menjelang Haul Gedongan

9 April 2010   11:53 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:53 554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tidak kurang satu bulan ke depan dari hari ini, Pondok Pesantren Gedongan-Cirebon akan menggelar hajat tahunan “HAUL”. Hajat ini menjadi agenda rutin pesantren salaf yang berlokasi di cantilan Desa Ender Kecamatan Pangenan Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.

Haul di Pesantren Gedongan menjadi hal penting karena helatan ini diselenggarakan dalam rangka mengenang wafatnya Almarhum Almaghfurlah KH. Muhammad Said, pendiri pesantren yang gedhe’ pandongane, Gedongan.

Agar lebih memamahi dan dapat meresapi ritual sakral tersebut, penulis sengaja membahas tentang rangkaian acara haul dan hikmah serta manfaatnya. Semoga bermanfaat!

Rangkaian Acara Haul dan Hikmahnya

Seperti pernah diuraikan dalam posting Catatan 'Sungkrah' Haul Gedongan, bahwa : ...... inti daripada helatan Haul Gedongan adalah berziarah di makbarah/kuburan Gedongan untuk melakukan tahlil massal. Sebelumnya, acara didahului dengan penyampaian atau pembacaan manaqib oleh tokoh/ulama yang telah ditunjuk ......

Berdasarkan catatan di atas, helatan haul (biasanya digelar sore hari usai shalat ashar) merupakan rangkaian acara yang bila dirinci terdiri dari : ziarah kubur, tabarrukan, pembacaan manaqib, tahlil massal dan do'a untuk ahli kubur. Rangkaian acara tersebut bila ditelusuri mengandung banyak hikmah dan manfaat di dalamnya.

1. Ziarah kubur

Hikmah dan manfaat yang dapat dipetik dari ritual ini antara lain : Pertama, Ziarah kubur akan mengingatkan kita pada kematian sehingga dapat memberikan pelajaran (ibrah); Kedua, Dalam berziarah kubur kita mendo'akan keselamatan bagi orang-orang yang telah meninggal dunia dan memohonkan ampunan bagi mereka; dan Ketiga, Melakukan ziarah kubur termasuk mengamalkan dan menghidupkan sunnah yang telah diajarkan oleh Rasulullah saw. dan para shahabatnya.

2. Tabarrukan

Tabarrukan atau ngalap berkah masih merupakan bagian dari ziarah kubur. Diyakini bahwa makam atau kuburan para nabi serta para auliya, atau shalihien juga ulama mengandung keberkahan. Seperti apa yang dikatakan Al-Imam Abul Faroj Ibnul Jauzy Al-Hanbaly dalam kitab Manaqib Ma'ruf Al-Karkhy, menukil perkataan gurunya Ibrahim Al-Harby beliau berkata : “Kuburan Ma'ruf Al-Karkhy adalah obat penawar yang ampuh”. Begitu juga halnya dengan penuturan Imam Syafi'ie ra yang mengatakan : “Setiap kali aku ada kesulitan maka aku shalat dua rakaat dan berziarah di kuburan imam Abu Hanifah, lalu hajatku terkabul berkat aku berziarah kepadanya". (Manaqib Imam Syafi'ie)

Dikisahkan pada zaman Khilafah Umar bin Khatthab ra. terjadi kemarau panjang. Kemudian ada seorang pemuda yang mendatangi kuburan Nabi saw dan dia berkata : “Wahai Rasulullah mohon hujanlah (kepada Allah) untuk ummatmu karena mereka akan binasa”. Lalu (malam harinya) Nabi saw mendatangi si pemuda tersebut dalam mimpinya, dan beliau berpesan : “Datangilah Umar dan sampaikan salam dariku. Katakan kepada mereka bahwa mereka akan disirami hujan. Dan hendaknya kamu mendahulukan orang yang pandai”.

Dalam kitab Fathul Barry disebutkan bahwa pemuda yang datang ke kuburan Nabi saw dan bermimpi tersebut adalah Bilal bin Al-Harits Al-Muzanny ra. salah seorang shahabat Nabi saw yang masyhur.

4. Manaqib

Manaqib adalah bentuk jamak dari manqobah, yang di antara artinya adalah cerita kebaikan amal dan akhlak perangai terpuji seseorang. Membaca manaqib artinya membaca cerita kebaikan amal dan akhlak terpujinya seseorang. Saat mengadakan peringatan haul dianjurkan untuk membacakan manaqib, yang tujuannya antara lain untuk meneladani dan untuk ber-husnu dzan kepada ahli kubur yang dihauli.

Ibnu Abd Salam mengatakan, pembacaan manaqib tersebut adalah bagian dari perbuatan taat kepada Allah SWT karena bisa menimbulkan kebaikan. Karena itu banyak para sahabat dan ulama yang melakukannya di sepanjang masa tanpa mengingkarinya.

3. Tahlil Massal

Tahlil adalah ungkapan dzikir “Laa Ilaaha Illallah” (bukan Ilaah selain Allah) yang bertujuan untuk menanamkan tauhid di tengah suasana keharuan duka yang sentimental dan sugestif. Tahlil massal merupakan pelaksanaan tahlilan yang dilakukan secara bersama-sama.

Dalam hadits dijelaskan, bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Perbaharuilah imanmu!”. Seorang sahabat bertanya : “Wahai Rasulullah, bagaimana cara memperbaharui iman?” Beliau menjawab : “Perbanyaklah tahlil”.

Ibnu Taimiyah menegaskan masalah tahlil dengan keterangannya sebagai berikut : “Jika seseorang membaca tahlil sebanyak 70.000 kali, kurang atau lebih dan (pahalanya) dihadiahkan kepada mayit, maka Allah memberikan manfaat dengan semua itu”. (Fatawa XXIV/323).

Memang berkumpul untuk membaca tahlilan ini tidak pernah diamalkan pada zamannya Rasulallah saw. dan para sahabat. Itu memang bid’ah (rekayasa), tetapi bid’ah hasanah (rekayasa baik), karena sejalan dengan dalil-dalil hukum syara’ dan sejalan pula dengan kaidah-kaidah umum agama. Sifat rekayasa terletak pada bentuk berkumpulnya jama’ah (secara massal), bukan terletak pada bacaan yang dibaca pada majlis tersebut. Karena bacaan yang dibaca disana banyak diriwayatkan dalam hadits Rasulallah saw. Tidak lain semuanya ini sebagai ijtihad para ulama-ulama pakar untuk mengumpulkan orang dan mengamalkan hal tersebut.

Prosesi tahlilan sendiri diawali dengan pembacaan hadrah oleh imam tahlil, kemudian bersama seluruh jamaah membaca Surat Yasin, Surat Al-Ikhlas, Surat Al-Falaq dan Surat An-Naas hingga Surat Al-Fatihah, lalu diteruskan membaca sebagian surat Al-Baqarah (awwaluhu, wa awsatuhu, wa’akhiruhu), sholawat nabi, tasbih, tahawwul dan tahlil.

5. Doa untuk ahli kubur

Doa untuk ahli kubur dibacakan setelah prosesi tahlil selesai, dengan hajat agar pahala tahlil yang telah sama-sama dipanjatkan dihadiahkan untuk ahli kubur, almarhumin/almarhumat, juga agar kaum muslimin-muslimat, yang masih hidup maupun telah wafat, diampuni segala dosanya oleh Allah swt.

Diriwayatkan bahwa Rasulullah saw. selalu berziarah ke makam para syuhada di bukit Uhud pada setiap tahun. Sesampainya di Uhud beliau memanjatkan doa sebagaimana terdapat dalam surat Al-Qur’an Surat Ar-Ra’d ayat 24 yang berbunyi :

سَلاَمٌ عَلَيْكُم بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ

Keselamatan atasmu berkat kesabaranmu. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.

Dan telah disebutkan sebelumnya sabda Rasulullah saw. Jika kamu menyalati mayit, maka ikhlaslah dalam berdoa. Dan juga doa Rasulullah saw. "Ya Allah ampunilah orang-orang yang hidup dan yang mati kami (umat Nabi)". Ulama’ salaf dan kholaf selalu mendoakan orang-orang mati dan mereka memohonkan kepadanya rahmat dan ampunan, tanpa seorang pun mengingkarinya.

Dalil Penyelenggaraan Haul

Dalil mengenai haul adalah berdasarkan hadits yang menerangkan bahwa junjungan kita Sayyidina Muhammad saw. Telah melakukan ziarah kubur pada setiap tahun yang kemudian diikuti oleh sahabat Abu Bakar, Umar dan Utsman. Hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi dari al-Waqidy. yang artinya demikian :

Al-Waqidy berkata : “Nabi Muhammad saw. berziarah ke makam syuhada’ uhud pada setiap tahun, apabila telah sampai di makam syuhada’ uhud beliau mengeraskan suaranya seraya berdoa : "Keselamatan bagimu wahai ahli uhud dengan kesabaran-kesabaran yang telah kalian perbuat, inilah sebaik-baik rumah peristirahatan". Kemudian Abu Bakar pun melakukannya pada setiap tahun begitu juga Umar dan Utsman.

Inilah yang menjadi sandaran hukum syar'i bagi pelaksanaan peringatan haul atau acara tahunan untuk mendoakan dan mengenang para ulama, sesepuh dan orang tua yang telah pergi mendahului kita.

Ikhtitaam

Para ulama memberikan arahan yang baik tentang tata cara dan etika peringatan haul. Dalam al-Fatawa al-Kubra Ibnu Hajar mewanti-wanti, jangan sampai menyebut-nyebut kebaikan orang yang sudah wafat disertai dengan tangisan.

Ibnu Abd Salam menambahkan, di antara cara berbela sungkawa yang diharamkan adalah memukul-mukul dada atau wajah, karena itu berarti berontak terhadap qadha yang telah ditentukan oleh Allah SWT.

Dan hendaknya jadikan haul sebagai momen "PERINGATAN" --acara sakral yang memiliki kecenderungan kepada tadzkiroh, midanget, atau pengeling-- bukan sebagai ajang "PERAYAAN" yang lebih condong kepada keramaian, hura-hura dan pesta pora. Sebab bila yang lebih ditonjolkan adalah perayaan, maka ruh atau jatidiri daripada haul akan hilang, karena momen yang mestinya menjadi perenungan terkubur oleh kemeriahan dan hingar bingar. Walhasil, kesemerakan dan keriuhan haul bukanlah sebagai tujuan!.

Wallahu a'lam bish-shawaab ...... (ASF/MagarsariPost)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun