Mohon tunggu...
ABDURROFI ABDULLAH AZZAM
ABDURROFI ABDULLAH AZZAM Mohon Tunggu... Ilmuwan - Intelektual Muda, Cendikiawan Pandai, Dan Cinta Indonesia
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Jangan pernah lelah mencintai Indonesia dan mendukung Indonesia bersama Abdurrofi menjadikan indonesia negara superior di dunia. Email Admin : axelmanajemen@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Benarkah Terdapat 3 Ketakutan Mas Gibran dalam Pilwakot Solo?

5 September 2020   05:09 Diperbarui: 7 September 2020   04:15 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ketakutan Gibran (pinterest.com/nathan)

Ketiga, Kenangan Jokowi hadir dari kemenangan rakyat dengan berduyun-duyun sedangkan Gibran lahir dari Jokowi untuk rakyat sebagai paslon yang disediakan Presiden Jokowi dan tim. Alasan memilih Gibran adalah kapasitas dan kapabilitas, bukan uang.

Sejumlah relawan Gibran saat membagikan bantuan paket sembako kepada masyarakat terdampak Covid-19, di RT 06, Solo. (Foto: Antara.com/saiful)
Sejumlah relawan Gibran saat membagikan bantuan paket sembako kepada masyarakat terdampak Covid-19, di RT 06, Solo. (Foto: Antara.com/saiful)

Apabila kita mendukung Gibran bukan karena kapasitas dan kapabiltas barangkali karena bantuan pandemi uang lebih penting selama pandemi covid19 adalah sembako. Maka, Kita sama dengan menjebak Gibran dalam kegagalan. Wong, transasksi politik dari itikad kurang baik yakni money politic atau sembako politic.

Jangan sampai kegagalan Gibran adalah rapot merah bagi politik dinasti generasi pertama Jokowi di Indonesia. Politik dinasti yang begitu mengakar di Indonesia telah menjadi benalu. Ketika mereka menguasai roda pemerintahan, anggaran daerah mengalir kepada kroni-kroninya. 

Berdasarkan analisis Adi Prayitno, dosen politik FISIP UIN Syarif Hidayatullah, menambahkan, seringkali menyoal dinasti politik selalu ada tudingan keberpihakan. Akibat sistem demokrasi belum ajeg dan absennya etika politik, dinasti politik melahirkan kecenderungan pada perilaku korup.(*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun