Novel Baswedan masih yakin ada jenderal di balik kasus air keras berpangkat jenderal yang diduga terlibat dalam penyerangannya. Sekarang pelaku penyiraman Novel Baswedan merupakan anggota Polri aktif. Hal ini terjadi karena Novel Baswedan menangani kasus 3 Jendral dari Kepolisian sebelum berujung penyiraman air keras.
Dua tahun sebelum penyirman air keras pada Novel Baswedan. Tepatnya pada tahun 2015 Novel Baswedan dan penyidik menangani kasus Budi Gunawan. Budi Gunawan adalah Komisaris jendral bintang tiga yang terlibat suap dan gratifikasi saat menjabat kepala biro pembinaan karier polri 2003 sampai 2006 dan jabatan lainnya. Isu paling mencuat dia adalah petinggi POLRI terkorup dalam era reformasi yang masih menghirup udara bebas.
Selain Budi Gunawan sebagai  jendral bintang tiga yang masih aktif, Novel Baswedan dan Tim KPK telah mempidanakan 2 jendral purnawirawan dengan pangkat komisaris yakni Susno Duadji. Dia dipidana karena terima suap Rp. 500 juta dari swasta dan korupsi dana pengamanan pilkada jawa barat tahun 2008. Vonis untuk Susno Duadji adalah 3,5 tahun penjara dengan denda Rp. 200 juta serta bayar ganti rugi senilai Rp. 4 Miliar.
Novel Baswedan dan Tim KPK Â menangkap Jendral purnawan satunya lagi, bernama Djoko Susilo dengan pangkat terakhir Inspektur Jendral. Djoko Susilo terlibat kasus korupsi Rp. 121 miliar pengadaan simulator SIM dan pencucian uang pada tahun 2011. Vonis untuk Djoko susilo 18 tahun penjara dengan denda Rp. 1 miliar. Djoko Susilo harus membayar ganti rugi Rp. 32 miliar dengan pencabutan hak politik.
Berbeda dengan Budi Gunawan yang ingin menjadi Kapolri dengan status tersangka gratifikasi dan suap di POLRI saat menjabat kalemdikpol, Pencalonan sebagai Kapolri belum dicabut Presiden. Budi Gunawan pernah di cegah keluar negeri pada saat penetapan tersangka tanggal 13 November 2015. Budi Gunawan belum ditahan karena masih menjabat di kalemdikpol dan dekat politisi istana.
Pada tahun 2015 Budi Gunawan menjalin kedekatan politik dengan Megawati Soekarno Putri, mantan presiden sekaligus pemimpin PDI-P. Pencalon sebagai kapolri belum dicabut oleh presiden namun pada tahun 2016 Budi Gunawan ditunjuk Presiden Joko Widodo menjadi Kepala BIN menggantikan Sutiyoso dan Presiden mengirimkan surat ke DPR. Budi Gunawan adalah Jendral bintang empat dengan otoritas penuh mengatur data intelejen Indonesia melalui lembaga BIN.
Pada tahun 2017 terjadi penyiraman air keras pada penyidik senior KPK, Tamparan keras bagi KPK, Novel baswedan mengalami perih dahsyat sampai ke syaraf sedangkan  pada tahun 2017 jumlah kasus tangkap tangan di tahun 2017 diklaim KPK telah melampaui tahun sebelumnya. Ini merupakan kegemilangan KPK dengan penagkapan terbanyak sepanjang sejarah KPK berdiri pada 2003.
Dari 19 kasus, KPK telah menetapkan 72 orang sebagai tersangka dengan beragam profil, mulai dari aparat penegak hukum, anggota legislatif hingga kepala daerah. Jumlah tersebut belum termasuk tersangka yang ditetapkan kemudian dari hasil pengembangan perkara. Serta transaksi mencurigakan dari penyelenggara negara.
Data ICW mencatat kasus korupsi tahun 2017 berdasarkan lembaga 5 terbanyak sebagai berikut. Pertama, pemerintah kabupaten dengan nilai kerugian negara Rp. 1,17 triliun. Kedua, Pemerintah Desa nilai kerugian negara Rp. 33,6 miliar. Ketiga, Pemerintah kota dengan nilai kerugian negara Rp. 159 miliar. Keempat, BUMN dengan nilai kerugian negara Rp. 2,8 triliun. Kelima, Kementrian dengan kerugian negara Rp. 710 miliar.
Pada tahun 2018 seluruh intelejen dibawah pimpinan Budi Gunawan tidak melakukan pencarian pelaku penyiraman air keras. Justru, inisiatif muncul dari komnasham untuk pencarian fakta penyiraman air keras tersebut.  Logika memahami interkonektivitas, bila menggunakan intelejen akan lebih mudah pemetaan, pencarian dan penagkapan pelaku penyiram air keras dibandingkan Komnasham. Kemampuan intelejen indonesia bisa diandalkan karena bisa pernah menangkap jaringan ISIS dan  jaringan teroris lainnya. Intelejen mampu dalam perencanaan skenario untuk mencari pelaku penyiraman air keras di seluruh Indonesia.
Pada tahun 2019 Komnasham rekomendasikan tim pencarian fakta untuk penyiraman Novel Baswedan karena tidak mebuahkan hasil. Sedangka pada tahun 2019 adalah pemilihan presiden antara prabowo dan jokowi. Budi Gunawan menjadi jembatan antara jokowi dan prabowo agar bisa melakukan politik transaksi kursi jatah kursi mentri. Prabowo mendapatkan kursi mentri pertahanan dan Edhi prabowo mendapatkan kursi mentri kelautan yang sebelunya dijabat oleh Susi Puji Astuti. Sandiaga Uno menjadi Wakil Kepala E-Sport Indonesia.
Pada tahun 2020 pelaku penyiraman air keras dituntut 1 tahun sesuai dengan Jaksa Penuntut umum membuat tuntutan 1 tahun penjara karena keduanya dinilai melanggar Pasal 353 ayat 2 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Seharusnya pelaku termasuk penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu berdasarkan pada Pasal 335 ayat (1) KUHP disebutkan bahwa, diancam dengan pidana penjara paling lama 12 tahun. Tuntutan jaksa ini mencedari demokrasi dan hukum di Indonesia.
Kecurigaan terdapat setelah 3 tahun pelaku penyiraman air keras menghilang. Namun pada tahun 2017 pelaku menyerahkan diri ke polisi pada akhir Desember 2019. Menurut pelaku memberi pelajaran itu dilakukan, karena Novel dinilai telah mengkhianati institusi Polri. Artinya Pak novel telah mengkhianati atasan jendral purnawirawan yang dipenjara yakni Djoko Susilo dan Susno Duadji serta Jendral aktif yakni Budi Gunawan sebagai kepala BIN dan Kepala E-Sport Indonesia.
Dengan demikian, gagasan analisis kerentanan pada Novel Baswedan dengan menggunakan cara-cara yang baru untuk menghadapi tantangan yang sedang berlangsung saat ini seperti munir. Novel Baswedan  akan menghadapi surprise kejutan hitam pada KPK di Tahun 2020. Perencanaan skenario mengeksplorasi kemungkinan dan ruang masuk akal namun yang tidak terpikirkan seperti kematian Novel Baswedan pada tahun 2020, maka kematian Novel Baswedan menghentikan proses penyelidikan dan pengembangan kasus-kasus korupsi di Indonesia.[]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H