Artinya umat Islam menggunakan ekonomi syariah dimaknai untukmu ekonomi kapitalismu, untukmu ekonomi sosialismu, untukmu ekonomi komunis dan untukku ekonomi syariahku.
Dengan demikian pancasila yang berbunyi “Ketuhanan yang Maha Esa” mengandung pengertian bahwa bangsa Indonesia mempunyai kebebasan menganut agama dan menjalankan ibadah yang sesuai dengan ajaran agamanya, bertoleransi serta menghormati satu sama lain baik antara ekonomi syariah dan ekonomi non-syariah.
2. UUD 1945 Amandemen IV sebagai Landasan Yuridis Ekonomi Syariah
Dalam mewujudkan Ekonomi syariah berdasarkan Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 menyatakan bahwa perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
Demokrasi ekonomi selaras dengan perekonomian syariah dengan prinsip keadilan Islam ini telah memberikan jaminan ruang hidup abadi pada ajaran agama ini hingga akhir zaman. Keajegan pokok dan kelenturan dalam keberlanjutan, kemandirian dan menjaga keseimbangan nasional.
Di dalam Pasal 27 ayat (2) Perubahan UUD 1945 ditentukan : “Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.
Menurut Prof. Abdul Somad Batubara, Lc. Phd Pasal 27 ayat (2) Perubahan UUD 1945 sebagai landasan perekonomian syariah memiliki jenis kepemilikan atas SDA terdiri dari
- Kepemilikan individu (Mikl fardhiyah)
- Kepemilikan umum (Milk ’ammah)
- Kepemilikan negara (Milk daullah)
Dengan demikian perekonomian syariah berlandaskan UUD 1945 secara substansi dan implementasi konsep kepemilikan (property right) sesuai ajaran Islam tidak berbeda signifikan. Islam mengakui kepemilikan individu, swasta, umum, dan kepemilikan negara Indonesia.
3. UU Nomor 3 Tahun 2006 Sebagai Landasan Yuridis Ekonomi Syariah