Kekuatan politik plutokrasi sangat berbahaya bagi demokrasi di Indonesia namun tidak seperti sosialisme, komunisme atau anarkisme. Sumber kekuatan plutokrasi tidak berakar pada filosofi politik yang mapan. Kaum plutokrat merusak demokrasi dengan keserakahan dan hedonisme tidak memiliki tanggung jawab moral.
Suap dikenal sebagai "penghancur kepercayaan", Kementerian sebagai lembaga eksekutif menerima kepercayaan masyarakat dan negara. Makanya harus diperkuat dan diberi kepercayaan. Data diperoleh melalui KPK bahwa pejabat probabilitas terkena suap tinggi. Sebenarnya bertolak belakang dengan tingkat kepercayaan publik terhadap institusi sebagai penyelenggara baik.
Hipotesis kasus suap itu menyeret lembaga yudikatif ketika politisi ex-kerja di lembaga eksekutif menggunakan uang suap untuk meringankan hukuman dilembaga yudikatif dalam hal ini pengadilan. Polemik apakah KPK bagian eksekutif atau yudikatif kembali mengemuka saat dibentuk pansus angket KPK oleh DPR.
KPK merupakan lembaga bagian dari eksekutif sehingga bisa dikenakan hak angket. Sebagai rumpun eksekutif maka KPK tentu bertanggungjawab kepada Presiden melalui Dewan Pengawas. Oleh karena itu penangkapan Menteri dari kader PDI-Perjuangan adalah bagian dari peran Presiden Joko Widodo melalui dewan pengawas.
Independensi KPK secara struktur hierarkis sudah hilang namun profesionalitas KPK masih terjaga. Kita bisa lebih menggambarkan suatu keadaan derajat di mata KPK itu setara. KPK menjalankan arus utama pada cita-cita reformasi, tetapi juga langsung pada spesialisasi lembaga pendidikan,  pelatihan, pencegahan dan penangkapan praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H