Zainudin terus berusaha untuk meyakinkan ibunya Nadia bernama Siti dan tetap berhubungan dengan Nadia.
Zainudin memperlihatkan ketulusan hatinya dan mengajak Nadia untuk berbicara secara terbuka tentang perasaannya ketika lebaran.
Dalam pembicaraan tersebut, Nadia merasa tersentuh dengan sifat-sifat Zainudin yang jujur, berani, dan memiliki semangat untuk memperjuangkan kebenaran perasaannya.
Zainudin juga memiliki harga diri tinggi dan tidak akan mengambil sisa-sisa makanan yang ditinggalkan orang lain, apalagi menjalin hubungan dengan seorang janda.
Zainudin dan Nadia mulai menjalin hubungan yang serius termasuk sikap skeptis masyarakat terhadap hubungan mereka yang berbeda status.
Akhirnya, beban Siti berkurang sejak Nadia dinikahi Zainudin dan ketika Nadia menikah dengan Zainudin, beban Siti itu bisa dikatakan berkurang karena Nadia menemukan pasangan hidup yang baik dan bisa membantunya tanpa Zainudin menikahi Siti.
Dalam kisah ini, Zainudin Al-Azzam dan Nadia dijalin oleh kekuatan cinta dan nilai-nilai yang sesuai dengan sastra dan budaya Indonesia.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita juga dapat mengambil pelajaran dari pepatah ini untuk selalu menjaga diri dan nilai-nilai moral yang baik, serta menghormati orang lain, terlepas dari latar belakang atau status sosial mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H