Dengan gerakan memerangi dan melawan tindakan kekerasan, menciptakan ruang untuk imajinasi dan inovasi dan memusatkan kegembiraan perempuan dalam rumah tangga yang damai dan harmonis diharapkan Vincent dan Desta.
Sebaiknya suami kembali memahami nasehat 'ojo dumeh', jangan mentang-mentang, karena di balik capaian dan prestasi  suami, selalu ada peran istri di belakangnya.
Mereka tidak akan pernah mendukung KDRT adalah ranah pribadi yang seharusnya dicampuri oleh negara. Tentu negara harus mengupayakan gerakan baik ini agar peredaran kekerasan terhadap perempuan tidak semakin meluas di Indonesia.
Gerakan anti-KDRT tidak hanya menyasar generasi muda tapi gerakan tersebut, menurutnya, adalah upaya untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
KDRT bertentangan dengan falsafah hidup bangsa karena membalas kekerasan dengan kekerasan akan melipatgandakan kekerasan, menambahkan kekerasan yang lebih mendalam, hal ini menjauhkan dari kemanusiaan yang adil dan beradab.Â
Suara hiruk-pikuk yang menentang seruan gerakan anti-KDRT tersebut adalah risiko yang harus ditanggung oleh aktivis Vincent dan Desta untuk memutus rantai KDRT dari generasi ke generasi.Â
Vincent dan Desta tidak lebih menyoroti dampak sosialnya saja dari KDRT, bahwa yang banyak menjadi korban KDRT tapi KDRT dan paham kekerasan akan memetik kerugian secara cepat (Broken Home).
Selain Covid-19 menjadi bencana nasional, KDRT dipandang sebagai rawan bencana nasional mengacu Undang-Undang Bencana Nomor 24 tahun 2007 bahwa KDRT meluas bisa sebagai bencana sosial berpotensi mengancam perdamaian dan keutuhan Indonesia.
Dengan demikian gerakan atau seruan anti-KDRT diusung Vincent dan Desta agar bencana sosial tidak meluas di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H