Mohon tunggu...
Abdurrazzaq Zanky
Abdurrazzaq Zanky Mohon Tunggu... Petani - petani.

Senang membaca segala jenis buku, nulis diary, mengamati lingkungan alam dan sosial, menertawakan diri sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Roman Pilihan

Sihir Hujan yang Tak Terlawan

1 Desember 2024   06:47 Diperbarui: 1 Desember 2024   07:27 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sihir Hujan Yang Tak Terlawan

Sapardi Djoko Damono

Sihir Hujan

Hujan mengenal baik pohon, jalan,

dan selokan-swaranya bisa dibeda-bedakan;

kau akan mendengarnya meski sudah kau tutup pintu

dan jendela. Meskipun sudah kau matikan lampu.

Hujan, yang tahu benar membeda-bedakan, telah jatuh

di pohon, jalan, dan selokan-

menyihirmu agar sama sekali tak sempat mengaduh

waktu menangkap wahyu yang harus kau rahasiakan

Dalam wawasan estetika Sapardi, hujan tidak melulu

menjadi personifikasi dari peristiwa alam. Fenomena

fisika yang telah menjadi keseharian.

Sapardi telah bergerak demikian jauh, dan fleksibel,

dalam mengembangkan interpretasi imajinatif terhadap

hujan dan tautan tanda kosmologis yang melatari,

mengiringi, serta akibat magisnya bagi suasana batin

manusia. Maka puluhan sajak Sapardi yang bertema

atau berlatar hujan tidak pernah membosankan. Bahkan

makin memperluas misteri dan pesona hujan itu sendiri.

Sajak "Sihir Hujan" di atas terlihat begitu polos dan sahaja.

Kesahajaan yang tidak pernah benar-benar bersahaja. Tapi

kesahajaan yang merangkum sebuah gagasan yang sengaja

dibuat secara tak kentara, halus, dan sublim bagi batin manusia.

Semula kita disuguhi dengan perangai hujan yang telah akrab

dan mengenal pohon, jalan, serta selokan. Suara-suara anasir

alam ini rupanya telah mengalami internalisasi demikina rupa,

sehingga sugesti suasana yang ditimbulkannya tidak bisa

dicegah efek psikologisnya. Ia bisa menembus pintu dan jendela.

Hadirnya tak terpengaruh oleh lampu yang dimatikan.

Ia menjelma dimensi gaib yang tak kasat mata. Bermetamorsofa

dari peristiwa psikis menjadi kejadian psikologis.

Gradasi metamorfosa ini dialusikan dalam simbol-simbol

konotatif yang semula berlatar konteks alam, tiba-tiba

berubah ke latar konteks manusia. Hujan yang semula berada

di jalanan, tiba-tiba menerobos masuk ke rumah, tanpa

melalui pintu atau jendela. Peralihan konteks inilah yang

kemudian membuat hujan itu jadi bermakna bagi kita.

Ia telah menjelma menjadi sebuah wacana.

Setelah latar simbolik itu terbentuk, Sapardi mulai

menguraikan gagasan magisnya. Bahwa hujan yang sama,

yang telah mengenal akrab pohon, jalan, dan selokan,

akhirnya benar-benar tercurah turun. Menimpa pohon,

jalan, dan selokan, dengan intensitas keintiman yang

sulit digambarkan. Dengan bisik-bisik ricik yang

menggugah intim kebersamaan.

Selebihnya adalah sugesti suasana yang terasa sakral dan

menenangkan, sehingga bahkan kita tak sempat mengaduh,

ketika wahyu keakraban itu datang. Sentuhannya begitu

ringan dan personal. Tak bisa dibagi. Oleh sebab itu lebih baik

dirahasiakan. Hujan telah datang bertandang memberikan

inspirasi untuk kesekian kali.

 

Sajak ini adalah tamsil dari hubungan spiritual manusia dengan

alam. Bahwa ketika suasana batin manusia mengalami katarsis,

lewat suasana hujan umpama, maka pesan (bahkan wahyu)

dari alam akan masuk menyusup tanpa bisa kita tahan-tahan.

Sapardi mengemas hubungan intim antara nurani alam

dan batin manusia ini lewat sorot imajinasi yang tajam.

Semula ia menyuguhkan latar hubungan antara hujan

dan alam yang begitu sublim dan dalam, lalu mengiaskannya

ke dalam bingkai kosmologi di mana batin manusia

menggantikan kedudukan alam sebagai obyek keintiman.

Lantas siapakah hujan?

Hujan pastilah gagasan dan misteri sugesti yang terus

menolak untuk terkunci dalam definisi-definisi.

Ia akan tetap meluah dan meluas dalam berbagai

genangan imajinasi kita tentang kerinduan, fantasi

keindahan, suara gaib alam, dan wahyu keintiman batin

yang sulit kita tolakkan. Hujan adalah mantra gaib alam

yang tak bisa kita lawan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun