bulu kuduk merinding, berkeringat dingin
lalu membayangkan, seperti dulu
ketika ibumu berdoa sendu
menggelar ricik tenang pancuran pada tikar sembahyang
hingga kau rasa malam penuh bias kesejukan,
tapi jam tua itu tak mau kompromi
dikulitinya kedamaian malam hingga pori-pori
dipecahkannya cangkang-cangkang mimpi
hingga kau terkepung anak-anak sepi
lalu dalam keheningan total
dibantingnya celengan waktu depan hidungmu
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!