Jam Antik
sering kau terbangun tengah malam
duduk di depan jam tua
yang sudah kau hapal betul detak jantungnya
berkejaran sepanjang pembuluh waktu
sering malam mesti menyisih ke balik bayangan
melapangkan jalan bagi gerombolan kenangan
yang suka berkaok-kaok di tengah kesunyian
bagai sekelompok burung nasar
yang mencium aroma kematian
kau suka terjaga malam-malam dengan nafas memburu
bulu kuduk merinding, berkeringat dingin
lalu membayangkan, seperti dulu
ketika ibumu berdoa sendu
menggelar ricik tenang pancuran pada tikar sembahyang
hingga kau rasa malam penuh bias kesejukan,
tapi jam tua itu tak mau kompromi
dikulitinya kedamaian malam hingga pori-pori
dipecahkannya cangkang-cangkang mimpi
hingga kau terkepung anak-anak sepi
lalu dalam keheningan total
dibantingnya celengan waktu depan hidungmu
tempat bertahun kau tabung rencana-rencana fana itu
karena letih dan trauma
jam antik itu akhirnya kau lego sebagai rongsokan
namum detak jarumnya tertinggal di tengah malam
berkeliaran seantero ruangan bila tak ada orang
mengejek sikap konservatifnya yang sok kebijak-bijakan
menunggu di balik setiap pintu yang kau tuju
mengarahkan jarum sepinya tepat ke pusat jantungmu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H