mereka bilang kami jadah
mereka membentak
mereka menembak
mereka bongkar rumah dan hati kami
anak-anak menangis di lorong sepi
dan di televisi ratusan truk terhenti di perbatasan
para pembesar mengacung-acungkan tangan
empedu kami terbakar
baunya menyebarkan aroma sate
ya, telah mereka panggang hati dan empedu kami
menyantapnya di perjamuan-perjamuan paling resmi,
asap mengepul dari cerobong otak kami
rasa sukma kami gatal meruyak
di barak-barak primitif inilah kami berbiak
terus berbiak
di tengah lautan api
di keharuan duri-duri
sepanjang jalan ranjau dan pengkhianatan
malaikat dan setan sama bertempik tangan
bersama tikus dan kelelawar hutan
mereka bilang kami peziarah
mereka bikinkan kubur tiap langkah
aku kehabisan duka
keluarga kehilangan air mata
desa kehilangan saudara
bangsa kehilangan pusaka
bumi defisit manusia,
sementara musim makin cepat berlari
senja turun menghimpit benua-benua
sebentar waktu terhenti di tengah hutan
kamipun mengabur dalam dongengan
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI