Seberapa sering anda merenungi kenangan-kenangan indah bersama teman maupun keluarga yang terjadi sebelum virus COVID-19 menyerang dunia? Tentu hampir setiap hari bukan? Kini kebebasan untuk menjalani aktivitas sehari-hari tanpa dihantui perasaan takut terpapar virus merupakan hal yang sangat berharga bagi masyarakat.Â
Semua orang rindu berjabat tangan, berpelukkan, melihat ekspresi wajah dibalik masker, dan hadir secara berdekatan. Kedekatan dan kebersamaan secara fisik tentu memberi kehangatan bagi hidup manusia.
Namun sekarang kita harus menerima kenyataan bahwa virus COVID-19 hadir di sekitar dan dapat membahayakan kesehatan. Keberadaan virus COVID-19 membuat masyarakat harus terikat dengan protokol kesehatan dimana pembatasan kontak fisik dan menjauhi kerumunan merupakan unsur yang termasuk di dalamnya.Â
Kehadiran COVID-19 yang sudah hampir memasuki tahun kedua membuat masyarakat semakin dapat beradaptasi dalam melindungi diri dari paparan virus tersebut. Sekarang tindakan preventif yang tersedia tidak hanya penerapan protokol kesehatan.Â
Vaksinasi sebagai pembentuk kekebalan tubuh terhadap gejala yang ditimbulkan dari COVID-19 telah dilakukan di berbagai negara termasuk Indonesia. Kehadiran vaksinasi sebagai penanggulangan terhadap wabah COVID-19 lambat laun menjadi syarat administratif bagi masyarakat untuk dapat kembali memulai kehidupan normal dengan tetap menerapkan protokol kesehatan.
Gubernur DKI Jakarta merencanakan pembukaan kembali berbagai kegiatan dengan syarat pengunjung perlu memberikan bukti vaksinasi. Sekurang-kurangnya seluruh warga sudah mendapat vaksinasi pertama dan semakin baik lagi jika sudah mendapat vaksinasi kedua.Â
Berbagai aktivitas akan diperlukan bukti vaksinasi jika ingin dilaksanakan. Aktivitas yang dimaksud antara lain akad nikah, salon atau barbershop, pergi dengan pesawat, perjalanan dengan kereta api, pasar, rumah makan, work from office, dan UMKM.
Untuk mempermudah masyarakat dalam menunjukkan bukti vaksinasi, dibuat aplikasi seperti JAKI, pedulilindungi, dan lain-lain sehingga tidak perlu selalu membawa sertifikat fisiknya. Aplikasi-aplikasi seperti ini dapat memberikan informasi terkait pengguna telah mendapatkan vaksinasi pertama ataupun sudah vaksinasi kedua.Â
Diharapkan dengan aplikasi tersebut masyarakat akan lebih tertarik untuk mendapat vaksinasi. Masyarakat tentu akan selalu mencari akal untuk memalsukan kartu vaksin namun hal tersebut lebih sulit dibanding dengan mendapat vaksinasi saja.Â
Masyarakat sudah mengetahui kalau vaksinasi itu aman, menurunkan resiko kematian, dan gratis untuk didapatkan.Â
Maka sebenarnya lebih membahayakan diri dengan membuat sertifikat palsu dan tidak mendapatkan vaksinasi. Rugi saja untuk orang yang belum mendapatkan vaksin.
Sebelum pandemi melanda, kita dapat menjalani aktivitas sehari-hari dengan bebas, tanpa protokol kesehatan dan syarat vaksin apapun. Sekarang vaksin menjadi syarat wajib bagi masyarakat untuk dapat berkegiatan seperti berpergian menggunakan transportasi umum ke luar kota, bekerja di kantor, pergi ke tempat umum, bahkan menikah.Â
Harapannya dengan adanya kebijakan wajib menunjukkan kartu vaksin untuk berkegiatan di luar dapat menekan angka pertumbuhan kasus COVID-19. Dengan pertumbuhan kasus yang terus menurun, diharapkan masyarakat dapat perlahan-lahan berkegiatan secara normal kembali seperti kehidupan sebelum masa pandemi.
Mungkin di masa yang akan datang kartu vaksin tidak lagi menjadi syarat administratif karena pelaksanaannya yang sudah merata bagi seluruh penduduk Indonesia. Namun, masih terdapat potensi bahwa penerapan wajib menunjukkan kartu vaksin berjalan dengan efektif.Â
Masih terdapat celah yang dapat menyebabkan situasi pandemi semakin memburuk kedepannya sehingga syarat administratif untuk berkegiatan tidak lagi hanya sebatas kartu vaksin namun terdapat dokumen-dokumen lainnya. Hal ini sesuai dengan teori siklus yang menyatakan perubahan sosial bagaikan roda yang berputar.Â
Tentu semua orang berharap situasi pandemi akan semakin baik, bahkan kembali normal seperti sedia kala. Namun, jika masyarakat Indonesia masih banyak yang bersikeras untuk mengabaikan protokol kesehatan, tidak percaya vaksin, dan tidak mau mengedukasi diri terkait tindakan perlindungan diri dan sesama akan virus COVID-19, tentu kita tidak dapat menghindar atau menolak potensi akan situasi pademi yang mengalami kemunduran.
Perubahan sosial pada kebebasan masyarakat dalam melakukan aktivitas sehari-hari di luar rumah yang disebabkan oleh kartu vaksin sebagai syarat administrasi dapat dikategorikan sebagai perubahan yang berskala besar, dikehendaki, dan terjadi secara cepat atau dapat disebut sebagai revolusi.Â
Penerapan dari kebijakan kartu vaksin sebagai syarat administrasi untuk berkegiatan di luar berlaku bagi seluruh lapisan masyarakat di Indonesia. Kebijakan tersebut tidak melihat profesi, kepentingan, ataupun kelas sosial. Seluruh masyarakat wajib mematuhi kebijakan tersebut sehingga dapat dikategorikan sebagai perubahan sosial berskala besar.Â
Kebijakan kartu vaksin sebagai syarat administrasi tentu dikeluarkan oleh pemerintah yang berwenang. Sebuah kebijakan tentu mengalami proses diskusi dan pematangan yang panjang sebelum akhirnya dikeluarkan untuk dipatuhi masyarakat.Â
Dalam hal ini pemerintah berperan sebagai pihak yang menghendaki terjadinya perubahan sosial sehingga dapat dikategorikan sebagai perubahan sosial yang dikehendaki.Â
Selain itu, kartu vaksin yang diwajibkan sebagai syarat administrasi membuat masyarakat harus mematuhinya sejak hari kebijakan tersebut dicetuskan oleh pemerintah sehingga dalam satu momentum yang cepat terjadi suatu perubahan yang cepat dan tidak terduga.Â
Oleh karena itu, penerapan kebijakan kartu vaksin sebagai syarat administrasi merupakan perubahan sosial yang berbentuk revolusi.
Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh tim penulis, kebijakan kartu vaksin sebagai syarat administrasi untuk berkegiatan di luar rumah muncul karena didukung oleh tiga faktor.Â
Pertama, bencana alam berupa pandemi yang menjadikan kesehatan sebagai prioritas utama bagi seluruh masyarakat. Kedua, banyaknya informasi valid maupun hoax yang beredar terkait vaksin COVID-19 menciptakan pertentangan di antara masyarakat.Â
Hal tersebut menyebabkan tokoh masyarakat atau lembaga kesehatan berwenang harus turun tangan untuk melakukan sentralisasi informasi terkait vaksinasi agar hoax semakin minim beredar.Â
Oleh karena itu, semakin banyak masyarakat yang teredukasi akan pentingnya vaksinasi. Ketiga, jumlah penduduk Indonesia yang populasinya besar, berasal dari berbagai lapisan masyarakat, serta memegang kepercayaan yang berbeda-beda membuat masyarakat Indonesia semakin sulit untuk yakin akan pentingnya vaksin karena lingkungan sangatlah berpengaruh.
Setelah melihat fakta lapangan tentang vaksin dan dampaknya dalam perubahan sosial di masyarakat, ternyata ada fakta-fakta lain seperti hukum dan aturan mengenai vaksinasi dan juga fakta bahwa masih banyak orang Indonesia yang belum melakukan vaksinasi atau bahkan menolak untuk mendapatkan vaksinasi.Â
Untuk melakukan vaksinasi yang mencakup banyak wilayah dalam tahap nasional, harus ada hukum dan aturan-aturan yang berlaku dalam perencanaan hingga pasca-vaksinasi.Â
Dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Corona Disease 2019 (COVID-19) dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) mengatur perencanaan, pengadaan, pelaksanaan vaksinasi untuk menanggulangi COVID-19 selain itu juga banyak hukum-hukum lain yang mengatur jalannya vaksinasi agar dapat terlaksana dengan lancar.
Meski sudah ada hukum yang mengatur agar vaksinasi berjalan dengan lancar, masih banyak pihak-pihak atau kelompok-kelompok yang skeptis terhadap vaksinasi meski sudah ada hukum yang mengatur, riset yang jelas dan rasional, serta pemikiran ahli yang dipublikasikan secara luas tentang manfaat dari vaksinasi ini.Â
Munculnya sosok-sosok seperti Jerinx dan Dr. Lois yang bukan hanya menolak vaksinasi tetapi juga menolak untuk percaya tentang keberadaan virus COVID-19.Â
Kenapa sosok seperti Jerinx dan Dr. Lois memiliki pengikut yang masif? Hal ini bisa disebabkan oleh semakin mudahnya orang mendapatkan informasi dari media sosial dan internet, mulai dari fakta, konspirasi, hoax, dan banyak hal lain yang menyebabkan beberapa orang sulit untuk mengetahui fakta sebenarnya dari suatu hal.Â
Seperti banyaknya konspirasi yang muncul tentang COVID-19 dan Vaksinasi. Untuk beberapa orang tidak bisa membedakan konspirasi dan fakta atau malah mempercayai sebuah konspirasi sebagai fakta.
Hal-hal seperti ini sangatlah menghambat pelaksanaan vaksinasi dan kekebalan kelompok atau herd immunity dalam masyarakat. Kita ambil contoh dalam masalah Jerinx yang merupakan drummer dari band SID yang mengklaim bahwa COVID-19 itu tidak ada dan menuduh orang-orang yang terpapar COVID-19 mendapatkan imbalan atau biasa ia sebut "diendorse COVID-19" Hal ini tentu meresahkan masyarakat karena dilihat dari banyaknya pengikut Jerinx akan menghambat kesadaran orang-orang tentang bahaya COVID-19 dan manfaat Vaksinasi.
Kita juga bisa melihat kasus yang mirip dalam kasus Dr. Lois yang menganggap pasien COVID-19 yang meninggal dikarenakan reaksi antara obat yang diberikan oleh dokter dan bukan karena virus itu sendiri. Hal ini menjadi berbahaya karena doktrin dan hoax dari Dr. Lois ini sudah menelan korban jiwa yang karena percaya kepada ajaran nya.Â
Di sisi lain pula di samping hoax yang tersebar, doktrin agama juga bisa menjadi salah satu hambatan untuk pelaksanaan vaksinasi. Dalam ajaran agama tertentu melarang atau mengharamkan bahan dasar yang digunakan untuk membuat vaksin COVID-19 yang disebut mengandung unsur babi.Â
Hal ini juga sempat menjadi hambatan pelaksanaan vaksinasi, tetapi hal ini sudah dikonfirmasi oleh lembaga MUI kalau vaksin aman digunakan oleh masyarakat dari semua kalangan.
Melihat dari macam macam tantangan yang dialami oleh pemerintah dalam menyelenggarakan vaksinasi terhadap semua lapisan masyarakat, terdapat pro kontra yang cukup kuat sehingga harapan pemerintah untuk memberikan vaksin kepada seluruh lapisan  masyarakat di indonesia menjadi cukup terbatas.Â
Bertolak dari statistik vaksin dari Our World in Data, pada tanggal 11 agustus 2021 tercatat bahwa masyarakat Indonesia yang divaksinasi secara tuntas 9,5% dari rata rata penduduk Indonesia.
Dari statistik vaksin Our World in Data, pada tanggal 11 agustus 2021, kita dapat melihat 90,5% dari rata rata penduduk Indonesia belum di vaksin yang  menunjukkan bahwa belum semua penduduk Indonesia sudah di vaksin secara tuntas.Â
Sebenarnya seberapa pentingnya sih vaksin dalam keadaan sekarang ini? Jawabanya adalah sangat penting karena belakangan ini terjadi lonjakan kasus Covid dengan sangat cepat di Indonesia sehingga pemerintah menetapkan PPKM darurat untuk mencegah dan mengurangi lonjakan kasus tersebut yang juga mengubah kehidupan masyarakat sehari-hari.
Hampir semua kegiatan sekarang seperti bepergian, makan di rumah makan, dan untuk yang bekerja dari kantor membutuhkan bukti bahwa anda sudah di vaksin yaitu berupa sebuah kartu vaksin.Â
Penerapan kartu vaksin dalam kehidupan masyarakat ini merupakan suatu perubahan besar karena berdampak dan berlaku bagi seluruh warga negara Indonesia yang diharapkan menjadi solusi atas masalah yang sedang dihadapi sekarang dengan harapan jika semua orang sudah di vaksin maka lonjakan kasus yang terjadi dapat menurun dan keadaan kembali seperti semula sebelum pandemi menjadi parah.
Penerapan kartu vaksin untuk warga yang ingin melakukan berbagai kegiatan ini berlaku secara wajib untuk semua warga. Namun bagaimana dengan orang-orang yang tidak bisa menerima vaksin karena alasan medis tertentu? tentu saja mereka tidak dapat menerima kartu vaksin.Â
Tetapi bukan berarti mereka tidak bisa melakukan kegiatan, Budi Karya Sumadi (Menhub) mengatakan bahwa terdapat syarat tersendiri bagi mereka yang tidak bisa menerima vaksin karena alasan medis yaitu dengan menunjukkan surat keterangan dari dokter dan hasil tes negatif Covid dari tes RT-PCR yang diambil sebelum berkegiatan atau  sekitar 2 hari sebelumnya untuk aktivitas bepergian.Â
Banyaknya kartu vaksin yang digunakan berarti juga menunjukkan besarnya jumlah orang yang sudah di vaksin dan dengan semakin besar jumlahnya menunjukkan kesempatan menurunnya lonjakan kasus Covid yang terjadi.
Penulis : Damien Amalaika Priambodo. Emanuel Bageubaibi Iyai, Ignatius Saddhu Kinali Pikatan, Ivana Elisabeth Tarigan, dan Thomas Aquino Darma Wicaksono.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H