Mohon tunggu...
Abdurrahman
Abdurrahman Mohon Tunggu... Konsultan - Peneliti Madya di SegiPan (Serikat Garda Intelektual Pemuda Analisis Nasionalisme)

Tertarik dengan kajian kebijakan publik dan tata pemerintahan serta suka minum kopi sambil mengamati dengan mencoba membaca yang tidak terlihat dari kejadian-kejadian politik Indonesia. Sruput... Kopi ne...!?

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Pengembangan Strategi Pemenangan Kepala Eksekutif Dan Manajemen Kampanye Dengan Berbagai Dinamika Pemilihnya

6 Mei 2024   22:04 Diperbarui: 7 Mei 2024   01:23 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

A. Sudut Pandang Awal Pengembangan Strategi 

Sejak dipilih secara langsung kepala eksekutif, mulai dari Presiden, Gubernur, dan Bupati/Walikota telah banyak pendekatan strategi pemenangan kampanye pemilu telah dikembangkan. Secara sederhana mengembangkan strategi ini yakni mulai dari filosofi, skema, dan rentang waktu tindakan, untuk mencapai tujuan pemenangan.

Dari pemikiran ini karena juga terkait periodeisasi jabatan serta event berkala lima tahunan, analisisnya menggunakan pendekatan prevalensi. Jadi strategi dibangun berdasarkan rentang waktu aktivitas untuk mencapai tujuan. Indikator yang jadi poin penilaian keberhasilan strategi pemenangan yakni poin akseptabilitas, poin popularitas, dan terakhir poin elektabilitas.

Pemahamannya seperti ini, akseptabilitas penilaian pada kandidat dan pemilih dengan lebih ke pendekatan psikologi politik, sedangkan popularitas lebih pada penilaian kandidat secara sumber kekuatan yakni ditekankan mengembangkan potensi kandidat ke tim dan relawan dari faktor itu, dan elektabilitas lebih pada lobi kerjasama segmentasi pemilih yang ditekankan pada mobilisasi pemilih atau loncatan/swing pemilih. 

Fakta dilapangan popularitas dan elektabilitas adalah dampak dari poin-poin akseptabilitas yang dikembangkan. Maka biasanya akseptabilitas berlaku sebelum masuk pendaftaran dan masa kampanye, sedangkan popularitas dan elektabilitas berlaku saat masa kampanye sampai pemungutan suara, yang dikembangkan dari poin-poin akseptabilitas. 

Maka dari akseptabilitas dapat diproyeksikan suara akhir dari tracking atau perkiraan dampak pada popularitas dan elektabilitas. Dari pandangan ini banyak pendapat bahwa faktor psikologi politik adalah pondasi, semacam preposisi atau nilai awal bagaimana membangun tim dan relawan serta bagaimana mengarahkan pergerakan animo masyarakat menentukan keputusan pilihannya. 

Maka dari sekian banyaknya variabel akseptabilitas lebih ditekankan pada faktor-faktor psikologi politik pemilih, terutama pada variabel nilai-nilai, motivasi, emosi, dan terakhir persepsi. Akseptabilitas lebih seperti posisi awal kandidat terkait kepatutan, kelayakan, dan kepantasan sebelum benar-benar bertanding, serta bagaimana kondisi perilaku pemilih membentuk sikap preferensinya sebab faktor itu.

Secara umum kemudian dari pandangan-pandangan ini dikembangkan secara sederhana menjadi tahapan zoning, blocking, canvassing dalam manajemen kampanye. Hal ini untuk memudahkan tahapan taktis lapangan dan menjaga ritme agar tidak terjebak pada dinamika insiden-insiden yang tidak dapat di kontrol. Juga memudahkan membangun skenario pemenangan lalu mengembangkan pada hal taktik-taktik menghadapi kondisi atau insiden yang tidak diinginkan.

B. Kompilasi Usungan atau Usulan Kandidat oleh Partai Politik 

Dengan dipilihnya langsung kepala eksekutif ini mengokohkan sistem presidensial dari pada sistem parlementer. Artinya dalam konteks pemilihan eksekutif atau ditingkat daerah adalah Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) komposisi pasangan calon atau kandidat lebih penting dari pada komposisi koalisi partai pengusung. Walaupun koalisi partai juga menjadi pertimbangan preferensi pemilih, akan tetapi tidak begitu berpengaruh pada perilaku pemilih dalam hal menentukan keputusan pilihannya.

Konsekuensi sistem presidensial menempatkan partai atau parlemen hanya sebagai penasehat dalam berjalannya pemerintahan, bukan penentu utama terhadap berjalannya pemerintahan seperti sistem parlementer. Dampak dari ini, maka dalam konteks kompetisi Pilkada partai hanya sebatas pengusul dan pengusung, yang jadi perhitungan utama adalah sosok kandidat sebagai penentu pemenangan Pilkada. Disinilah menjadi catatan partai politik dan kenapa pendekatan pemenangan Pilkada dan Pileg sangat bertolak belakang.

Mari kita fokus pembahasan ini bagaimana kandidat dan komposisi pasangan calon dapat berpeluang keluar sebagai pemenang dalam kompetisi Pilkada. Seperti diatas sedikit disinggung, sebelum masuk pada pendaftaran dan masa kampanye, akseptabilitas kandidat dan komposisi pasangan sangat menentukan nilai poin-poinnya untuk mengukur peluang/probabilitas dapat memenangkan Pilkada.

Dari pemahaman ini, kandidat dan komposisi pasangan utamakan dahulu sebelum menentukan komposisi koalisi partai pengusung. Dari sudut pandang pemahaman ini, orang yang punya keinginan maju Pilkada bagaimana dapat menjadikan dirinya diusung partai politik menjadi kandidat pasangan calon. Maka dari ini koalisi partai pengusung setiap tingkatan Pemilu komposisinya tidak sama, sebab faktor bagaimana kandidat membangun koalisi partai, bukan sebaliknya. 

Walaupun partai biasanya sudah punya pilihan siapa yang akan diusung, terutama kader atau pengurusnya. Dari sudut pandang tersebut, harusnya partai memposisikan diri sebagai manajer dalam manajemen pemenangan. Yakni bagaimana meningkatkan poin akseptabilitas kader yang akan di usung, maupun bukan kader. Walaupun fakta dilapangan seorang kandidat lebih percaya tim dan relawan kenyataannya, bahkan meminta profesional dalam mengarahkan strategi dan manajemen timnya.

Lalu bagaimana kandidat meningkatkan poin akseptabilitas atau secara manajemen pemenangan/kampanye mengerjakan meningkatkan akseptabilitas untuk dapat membangun koalisi partai pengusung dan relawan dari segmentasi pemilih untuk memastikan dirinya maju Pilkada. Disini nilai poin-poin akseptabilitas dapat membantu orang yang punya keinginan maju Pilkada, sebagai target yang harus dicapai dari apa yang dilakukan dan dikerjakan oleh tim dan dirinya.

C. Pemikiran-pemikiran Manajemen Kampanye atau Pemenangan Pilkada 

Menerjemahkan strategi pada manajemen pemenangan dalam konteks Pilkada, dari filosofi akseptabilitas kita kembangkan pada manajemen pengerjaan identifikasi perilaku pemilih dan kandidat. Dengan pendekatan psikologi politik yang pemahaman umum bagaimana mengetahui kebiasaan-kebiasaan setempat menentukan atau mempengaruhi terbentuknya kekuasaan, 'tradition and authority'. 

Nilai-nilai pribadi kandidat dan pemilih serta nilai-nilai setempat perlu dipahami dengan cermat, dari itu kemudian bagaimana dampak pada motivasi kandidat dan masyarakat bergerak atau tergerak melakukan tindakan. Dari situ kemudian muncul emosional kandidat dan masyarakat pemilih saling menemukan titik temu. Akhirnya menjadi kesepahaman bersama akan tujuan atau kepentingan bersama, yakni persepsi animo masyarakat umum.

Nilai dan motivasi memang bersifat pasif atau tetap yakni sulit berubah dalam perilaku pemilih, ini sebab berkaitan latarbelakang kandidat dan pemilih. Kemudian yang hanya dapat dikembangkan adalah emosi dan persepsi masyarakat pemilih. Hal ini kemudian ketika masuk masa kampanye emosi dikembangkan untuk membangun poin-poin popularitas dan persepsi untuk membangun poin-poin elektabilitas.

Jika akseptabilitas ditujukan kepada keterimaan kandidat atau kesiapan pemilih menerima keadaan siap dipimpin oleh calon kandidat tersebut, dengan pendekatan identifikasi perilaku 'tradition and authority'. Maka untuk mewujudkan itu pengerjaan popularitas ditujukan pada preferensi pemilih, yakni kecenderungan atau pembiasaan, dengan pendekatan pemahaman masyarakat atau kognisi 'asumtion and authority'. Sedangkan pengerjaan elektabilitas ditujukan pada pencapaian komitmen untuk menggerakkan pemilih, dengan pendekatan partisipasi pemilih atau keterlibatan 'power and authority'.

Secara manajemen kampanye pemenangan pemilu, fokus utama adalah perilaku pemilih atau behavioral, kedua pemahaman politik atau kognisi, dan ketiga keterlibatan atau partisipasi. Secara pendekatan itulah yang dikembangkan secara bertahap untuk untuk menaikkan poin-poin akseptabilitas, popularitas, dan elektabilitas. Praktek dilapangan atau aktivitas pengerjaan dikerjakan secara simultan, bergantung kondisi dan situasi mana yang jadi fokus walaupun tetap memperhatikan kontinyu saling menguatkan.

Dari semua itu targetnya tentu adalah bagaimana meraup suara mayoritas. Kuncinya adalah bagaimana semua tergerak dan bergerak memberikan dukungan suara. Dari sudut pandang psikologi politik pemilih adalah di emosi, daripada nilai, motivasi, dan persepsi yang membentuk perilaku pemilih dalam menentukan keputusan politiknya, tentunya itu satu kesatuan. Sebagaimana akseptabilitas sebagai pondasi maka pergerakan dan menggerakkan pemilih berdasarkan itu, terutama di variabel emosi.

Struktur emosi pemilih dalam pandangan politik yang paling berpengaruh terhadap suara yakni, 1. Kebanggaan, 2. Harapan, 3. Optimisme, 4. Keprihatinan, 5. Ketakutan, 6. Kemarahan, 7. Kekecewaan. Akan tetapi tetap perilaku pemilih berdasarkan psikologi politik pemilih mulai dari nilai, motivasi, emosi, dan persepsi adalah satu kesatuan. Akseptabilitas memang hanya awal sebelum dinyatakan sebagai kandidat yang lolos terdaftar di KPU, semacam penilaian pasif, akan tetapi variabel emosi pemilih ini dinamis hingga keputusan akhir.

Dalam dinamika dukungan dan keputusan pemilih yang berpengaruh merubah pilihan atau memantapkan suaranya pada siapa diberikan, yakni emosi pemilih menjadi dasar setiap aktivitas dan tindakan kandidat serta tim untuk mempengaruhi pemilih. Mulai dari menjaga stabilitas pemilih, memantapkan yang masih ragu, bahkan mempengaruhi segmentasi pemilih yang bukan basis. Dampaknya akan pada persepsi sebagai modal membangun komitmen memobilisasi pemilih, yakni elektabilitas.

Bahkan ini menjadi kunci mengambil suara mengambang atau 'swing voters' pemilih. Dimana swing voters' ini rata-rata sekitar 30% sampai dengan 40% dalam event Pemilu eksekutif. Dari variabel emosi inilah dikembangkan aktivitas atau tindakan kampanye menaikkan poin-poin popularitas dan elektabilitas lebih ditekankan dari pada variabel akseptabilitas lainnya. Disinilah faktor efek kejutan (blasting) dan daya gertak atau getaran (bluffing) dikembangkan oleh manajemen tim biasanya. Dari kandidat yang tidak dijagokan menjadi pemenang sebab mudah membangun persepsi untuk mencapai komitmen.

Dari sudut pandang inilah kenapa akseptabilitas tidak terlalu menjadi pembahasan ketika masuk masa kampanye, yang dibahas hanya soal popularitas dan elektabilitas. Sebab terkait dinamika dukungan pemilih bagaimana manajemen tim meyakinkan masyarakat atau mempengaruhi keputusan pilihannya. Pemahaman ini juga merubah pandangan tidak ada kandidat kuat secara akseptabilitas sedari awal, bergantung bagaimana mengatasi dinamika pemilih untuk keluar sebagai pemenang.

D. Pengembangan Skema Kampanye Pemenangan Pilkada 

Dari pemikiran dan pemahaman manajemen kampanye diatas untuk lebih realistis diterapkan atau dilakukan, perlu diterjemahkan pada skema pemenangan. Hal ini lebih fokus pada pengelolaan atau manajemen tindakan atau rangkaian aktivitas untuk mencapai tujuan itu dari pendekatan-pendekatan diatas. Skema disini lebih ditekankan pada struktur tim sebagai pengorganisir rangkaian aktivitas atau tindakan, biar lebih mudah menggambarkan pelaksanaan lapangan. 

Tugas tim kampanye pemenangan prinsipnya hanya tiga, yakni menghubungkan (connecting), menginformasikan (informating), terakhir mengkomunikasikan (communicating), dari apa yang digali dari sumber-sumber kekuatan dan kebijakan kandidat (think tank). Maka pengorganisasian tim dikelompokkan menjadi 4 (empat) tugas, yakni 1. Pusat data dan analisa stratak (think tank), 2. Kerjasama relawan pemilih (connecting), 3. Juru bicara kampanye (informating), 4. Acara dan logistik (communicating).

Struktur tim dapat dikembangkan dari itu, misal mulai dewan pembina, dewan penasehat/pengarah, dewan pakar atau konsultan, yang biasanya bersifat akomodatif dari tokoh-tokoh yang berdampak pada basis pemilih dan sumber pendanaan kampanye, serta profesionalisme keahlian kampanye pemenangan pemilu. Untuk hal taktis lapangan bisa ditunjuk ketua tim, sekretaris, bendahara, dan bidang-bidang. 

Bidang-bidang yang dikembangkan dari empat kelompok tugas diatas, tidak perlu gemuk dan banyak. Prinsipnya yakni efektif dan efisien serta yang ditugaskan di bidang tersebut mampu mengerjakan atau melaksanakan hal-hal taktis, terutama hal dilapangan. Macam-macam bidang yang dibentuk prinsipnya bagaimana menaikkan akseptabilitas, popularitas, dan elektabilitas, baru kemudian bagaimana aktivitas tindakan tim mengerjakan mencapainya.

Skema pemenangan memang berbicara perencanaan, kerangka konseptual atau gambaran aktivitas tindakan mulai start kampanye hingga selesai penghitungan dan penetapan hasil pemilu, struktur tindakan, tahapan aktivitas, semacam susunan program kegiatan menurut rentang waktu yang sudah ditentukan untuk mencapai tujuan. 

Dengan penekanan pada struktur tim kampanye pemenangan dalam pembahasan ini, harapannya memudahkan menyusun skema atau program kegiatan kampanye pemenangan tersebut. Walaupun sekarang umumnya sudah di susun oleh dewan pakar atau konsultan politik, tinggal pengarahan atau pelatihan kepada personel susunan tim. 

Dengan begitu, penjabaran-penjabaran diatas diharapkan siapapun dapat membuat skema pemenangan pemilu. Walaupun ketika dilapangan akan lebih banyak tindakan yang responsif dan aktivitas yang spontan, dengan pemikiran-pemikiran diatas tim tidak keluar dari target apalagi blunder. Tujuan harus dicapai dari apa yang sudah direncanakan, karena tujuan skema adalah sebagai pedoman. Semoga bermanfaat uraian singkat terkait strategi dan manajemen kampanye pemenangan ini dalam menghadapi dinamika pemilih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun