B. Meningkatkan Fungsi Sosialisasi Politik Adalah Jaminan Partai Pada Rakyat Akan Memimpin Negara Ini Dengan Baik
Iya ini soal kepemimpinan pemerintahan entah di eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Kualitas kepemimpinan ini bergantung pada kualitas sosialisasi politik dari partai. Harapan dari sini bagaimana meminimalisir individu-individu yang hanya bernafsu berkuasa belaka sebab punya kekuatan, meminimalisir individu-individu yang sok tinggi ilmu lulusan universitas terbaik tapi tidak paham mengelola negara sebagaimana cita-cita pendiri bangsa yang dituangkan dalam pembukaan UUD 45 serta batang tubuhnya.
Meminimalisir individu-individu yang sok punya pengertian pemahaman yang baik tapi tidak bisa memahami bangsa ini, meminimalisir itu semua kesimpulan saya adalah kualitas sosialisasi politik dari partai-partai yang ada di Indonesia ini sebagai alat negara untuk mengisi personel pemerintahan.
Saya rasa semua paham apa itu sosialisasi, poin penting keteraturan kemasyarakatan agar anggota-anggota masyarakat tidak melenceng dari norma dan nilai kemasyarakatan. Dari sini kenapa sangat menggelikan ketika mau pemilu partai membuka pendaftaran untuk jadi caleg dari partai tersebut atau melakukan konvensi dari bukan anggota partai untuk nantinya dijadikan calon presiden.
Mungkin yang dianggap lazim dan penanda partai itu buruk adalah ketika partai tersebut memburu individu yang popularitas atau elektabilitas tinggi untuk dicalonkan di legislatif maupun eksekutif. Pendapat saya, jangan pilih itu partai dan individu yang dicalonkan tersebut, sebab itu adalah sumber kekacauan dan bibit fasis yang akan berkuasa. Saya menganggap partai tersebut telah melanggar UU kepartaian yang menyatakan partai sebagai alat sosialisasi politik negara. Jangan dukung dan pilih partai pelanggar UU kepartaian tersebut.
Memuakkan bagi yang paham, ketika ada individu independen menaikkan popularitas dan elektabilitasnya untuk dapat menjadi pejabat publik, buruk sekali jika individu independen itu malah diambil partai untuk dicalonkan mengisi jabatan publik. Salah kaprah menurut saya ketika lembaga survei opini publik atau konsultan pemenangan politik berbusa-busa di media mengeluarkan rilis hasil temuannya ada individu independen yang tidak terikat dengan partai atau bukan anggota partai mengatakan pantas jadi presiden atau jabatan eksekutif sebab popularitas dan elektabilitasnya tinggi.
Sentimen dan segmentasi dijadikan penilaian perspektif opini publik, yang hal ini pendekatan-pendekatan pemasaran. Lihat saja latarbelakang pendidikan dan metode yang digunakan empu lembaga survei Indonesia yang menjamur kini di tiru metodologi penelitiannya, pemasaran kok digunakan untuk politik. Bagaimana tidak kacau pemerintahan dan negara ini jika di pimpin oleh orang-orang yang dipasarkan bukan karena kualitas negarawan atau kualitas kepemimpinannya, hanya kepemimpinan hasil framing dan injeksi setting agenda opini.
Saya tidak mengatakan bahwa partai gagal merekrut anggota dan mengkader anggotanya dengan pendidikan dan pelatihan sesuai ketatanegaraan Indonesia, tidak mampu menjalankan fungsi sosialisasi politik. Saya tidak membandingkan kemampuan partai kalah dengan individu yang punya kekuatan, atau partai tidak kemampuan membangun kekuatannya.
Saya tetap menganggap partai adalah partai dan individu yang punya kekuatan tetaplah bukan partai tapi tetap individu, tapi saya ingin berharap jangan sampai partai-partai kalah atau di ekspansi serta direbut kepentingannya oleh individu-individu independen, istilahnya partai dibeli rekomnya untuk individu yang akan maju mengisi jabatan-jabatan publik.
Bagi saya, partai sedikit atau banyak tidak ada soal, sebab di negara maju juga multipartai tapi yang dominan hanya dua. Saya berharap partai di Indonesia sangat banyak, mungkin lebaynya saya ingin mengatakan ratusan bahkan ribuan partai pun tidak ada soal, ini negara republik yang demokrasi dan menganut multipartai, tapi sebagai indikator bahwa pemerintahan itu baik dalam memenuhi kebutuhan politik warganya saya berharap hanya ada sedikit partai yang dominan, seperti negara-negara yang demokrasinya maju walaupun banyak partai tapi hanya ada dua partai dominan di parlemen atau di kabinet.
Pemahaman awam, kenapa partai yang dominan hanya dua atau sedikit di pemerintahan, sebab rakyat percaya pada partai tersebut dalam menjalankan pemerintahan dan sesuai harapan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan politik sebagaimana konstitusi negara tersebut. Artinya di republik, akan kembali pada rakyat tersebut partai mana yang pantas atau tidak pantas mewakili kepentingannya.