Mohon tunggu...
Abdu Rozaqi
Abdu Rozaqi Mohon Tunggu... - -

Stay Foolish, Stay Hungry

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Penyebab Orang Indonesia Mudah Termakan Hoaks

16 Januari 2019   11:13 Diperbarui: 16 Januari 2019   11:29 560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fanatisme bisa dihapuskan seiring berjalannya waktu dengan terlibat dalam berbagai aktivitas ilmiah yang sehat di kampus, terlibat dalam berbagai diskusi, atau dari usaha invididu sendiri yang tidak mudah percaya berbagai berita Hoax. 

Jika anda paham sejarah, ada alasan mengapa masyarakat Barat yang peradabannya maju saat ini tidak fanatik dan lebih menggunakan akal yang logis. Itu dikarenakan karena mereka telah ditempa sejak Abad ke 15 melalui gerakan pencerahan Rennaissance yang fokus mempelajari dan mendalami ilmu pengetahuan dan sastra. 

Itulah sebabnya kini masyarakat Barat bersikap logis dan bahkan skeptis terhadap segala sesuatu yang meragukan, dan membuat mereka lebih menggunakan nalar mereka ketimbang mudah percaya begitu saja. Orang Indonesia tidak mengenal "Pencerahan Ilmu Pengetahuan" dan tidak terbiasa dengan sains, sehingga hanya bisa berkutat mengikuti narasi atau sentimen tertentu yang "memuaskan" hasrat pribadinya.

4. OTAK TIDAK DIISI DENGAN ILMU

Kebanyakan masyarakat kita sejak awal tidak menyukai ilmu, sains, dan hal-hal yang rumit dan berat. Sejak lahir orang Indonesia tidak diajarkan bagaimana mengolah nalar yang baik, bagaimana menjadi orang yang menghargai dan menerapkan ilmu. Bahkan walaupun sudah puluhan tahun mereka duduk di bangku sekolah, bukan berarti orang Indonesia jago dan suka sains dan ilmu pengetahuan. 

Mereka lebih suka hal-hal ringan, remeh-temeh, tak berbobot, tak berisi, dan hal-hal yang pokoknya membuat mereka senang tanpa mengisi otak mereka dengan ilmu. Akibatnya, masyarakat Indonesia sekarang menjadi masyarkaat "santai", tanpa beban, tidak terlibat dalam penelitian-penelitian serius terkait dengan sains (hanya sedikit saja itupun mereka yang berkecimpung dibidang akademis). 

Kebanyakan masyarakat kita hanya mementingkan ilmu akhirat semata tanpa sedikitpun mendalami ilmu duniawi sehingga otomatis membuat peradaban mereka (khususnya peradaban Islam) mundur jauh ke belakang dan Indonesia hanya menjadi masyarakat yang mengkonsumsi dan menikmati tanpa memproduksi dan terlibat dalam inovasi. 

Jika anda duduk di warung-warung kopi atau dimanapun di Indonesia, kebanyakan mereka hanya berbicara hal-hal yang tidak berbobot, bahkan walaupun mereka mahasiswa sekalipun. 

Beda sama di Barat dimana mereka duduk bersama, serius, dan terlibat dalam berbagai diskusi dan debat bahkan diluar kegiatan kampus sekalipun. Menjadi spiritualis dan dekat dengan Tuhan silahkan, tetapi orang Indonesia tanpa sadar, mengabaikan betapa pentingnya ilmu pengetahuan dan sains di dunia, dikarenakan tidak ada ilmu didalam otak mereka. Tentu pengecualian bagi mereka yang berawawasan luas, para akademisi, profesor, dan mereka yang terlibat dalam berbagai diskusi yang ilmiah dan bermanfaat.  Dari sisi spiritual jelas orang Indonesia sudah "kenyang" dengan kenikmatan spiritual yang tidak didapatkan di negara-negara Barat, tapi dari sisi akal dan otak, ada "kekosongan" yang luar biasa yang tidak bisa ditawar-tawar lagi kecuali jika mereka terbuka terhadap segala hal dan mempelajari segala sesuatu didunia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun