1. BERWAWASAN SEMPIT
Orang yang berwawasan sempit tentu tidak akan ragu dalam mempercayai sesuatu. Orang berwawasan luas berarti orang itu terus mencari tahu segala hal, dan tidak berhenti hanya di satu tulisan, atau berita yang meragukan tanpa mencari tahu terlebih dahulu.Â
Orang berwawasan luas jelas akan mencari tahu kebenaran suatu berita, kemudian mencari nya di situs-situs lain, mencari tahu mengapa itu bisa terjadi? Dan membuat kesimpulan dari hasil pencarian tersebut.
2. TIDAK ADA STANDAR FILTER DIDALAM OTAK
Kebanyakan orang Indonesia tidak ada "filter" di dalam otak mereka. Seperti lazimnya masyarakat di banyak negara-negara berkembang, Orang Indonesia tidak menerapkan prinsip kehati-hatian dalam "menyaring" segala sesuatu. Biasanya ketidakmampuan itu dibarengi dengan kelumpuhan bernalar (berlogika) yang merupakan hasil dari otak yang tidak diasah.Â
Otak ibarat pisau, jika pisau tidak diasah dan dibiarkan berkarat, pada akhirnya pisau akan tidak tajam lagi. Otak pun begitu, kebanyakan orang Indonesia tidak mengasah ketajaman berlogika (yang harusnya tiap saat diasah) sehingga membuat otak tidak tajam (tumpul) dalam berlogika dan menghilangkan fitur "saringan" didalam otak.Â
Saringan ini berfungsi untuk memilah-milah mana yang fakta, mana yang bukan, mana yang hoax, mana yang bukan, dan hanya bisa diaktifkan jika seseorang menerapkan "filter" yang kuat yang merupakan hasil dari olah pikiran yang logis yang tidak gampang mempercayai segala sesuatu yang belum jelas.Â
Jika tidak ada filter, tentu akan membuat otak mudah menerima apa saja yang sesuai dengan apa maunya bahkan walaupun hal itu jelas-jelas salah, negatif, atau sesuatu yang jauh dari fakta. Â
3. MENGIKUTI NARASI/SENTIMEN TERTENTU
Maksudnya disini adalah fanatisme. Percaya atau tidak, fanatisme sudah merupakan bagian alamiah dalam diri masyarakat Indonesia. Jika tidak fanatis, berarti bukan orang Indonesia.
Entah itu fanatik kepada agama, negara, atau fanatik kepada kejahatan (kedengarannya konyol). Tapi yang jelas, berbeda dengan orang Barat, fanatisme memang melekat bukan saja pada masyarakat Indonesia, tetapi kepada masyarakat yang ada di negara-negara berkembang.Â