Mohon tunggu...
Abdu Rozaqi
Abdu Rozaqi Mohon Tunggu... - -

Stay Foolish, Stay Hungry

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Gengsi Turki vs Dominasi Rusia

2 Desember 2015   06:14 Diperbarui: 2 Desember 2015   07:06 470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dahulu Uni Soviet memang dalam tahap yang memprihatinkan, tidak berkembang. Negaranya dilanda korupsi dan manajemen pemerintahan Soviet sendiri diisi oleh orang-orang tua yang sudah berumur. Saat ini, tahun 2015, keadaan justru berbalik. Kekuatan Rusia sangat mendominasi dan pengaruh Rusia di kawasan Eropa Timur juga patut diperhitungkan. Kekuatan militer Rusia dan kekuatan ekonominya tumbuh pesat. Berbanding terbalik dengan AS dimana negara itu saat ini diidentikkan dengan kegagalan (dalam perang Irak maupun Afghanistan), dan AS sedang menderita akibat beban ekonomi yang membengkak sejak dua perang tersebut. Amerika diibaratkan sekarang sedang merangkak perlahan dari krisis ekonomi menuju kekuatan ekonomi yang solid, namun merangkak dengan sangat pelan, berbeda dengan Rusia saat ini. 

Putin juga sangat membenci Qatar dan Turki atas peran mereka dalam menghancurkan "senjata andalan" Rusia, yakni gas. Putin tidak sudi memaafkan Arab Saudi atas usahanya di pasar internasional atas penjualan minyak mentah karena hal itu akan memberikan dampak buruk bagi perekonomian Rusia dan Iran. Arab Saudi melakukan hal itu (memainkan minyak dunia) lantaran kesal karena Rusia dan Iran sama-sama mendukung rezim Assad di Suriah. 

Namun Arab Saudi sepertinya menyudahi provokasinya terhadap Rusia sejak dua tahun belakangan ini. Hal itu terjadi karena Arab Saudi menyadari bahwa AS tidak akan berperang secara langsung dengan Rusia untuk melindungi keluarga kerajaan Saudi. Sedangkan Rusia dapat dengan mudah mendukung kelompok minoritas Syiah muslim di Arab Saudi atau Houthi di Yaman yang nantinya akan otomatis membuat Arab Saudi bertempur secara langsung dengan kelompok-kelompok itu. Konflik terhadap Syiah atau Houthi jelas adalah konflik yang sebisa mungkin dihindari Arab Saudi karena akan membuat konflik nantinya merambat menjadi konflik yang berkepanjangan. Hal itulah yang menyebabkan Arab Saudi tidak berani lagi memprovokasi Rusia seperti yang pernah dilakukannya. 

Pengamat Timur Tengah Yevgeny Satanovsky menyebut bahwa Arab Saudi dan Qatar takut kepada Rusia seperti mereka takut kepada penyakit kolera. Satanovsky sebelumnya pada September 2013 menyebut bahwa solusi tercepat terhadap masalah di Timur Tengah adalah dengan melancarkan serangan bom di Duha dan Riyadh, Ibukota Qatar dan Arab Saudi. Hal itu menjadi solusi terbaik untuk mengakhiri dukungan finansial kepada jaringan teroris Timur Tengah. Dan sepertinya apa yang disampaikan Yevgeny disetujui Putin. Yevgeny Satanovsky sendiri merupakan penasehat ahli Timur Tengah bagi pemerintah Rusia. Serangan bom terhadap Duha dan Riyadh bukan cerita fantasi belaka. Rusia dapat dengan mudah melakukan hal itu. Rusia nantinya bisa mengelak dengan menyebut Article 51 PBB bahwa Rusia memiliki hak untuk mempertahankan dirinya. Dengan menggunakan Article 51, nantinya Rusia dapat menginvasi Arab Saudi dan Qatar tanpa menciptakan Perang Dunia ke-3. 

Rusia tentu dapat membenarkan alasan invasi mereka ke Arab Saudi dan Qatar seperti apa yang pernah dilakukan AS terhadap Irak dimana AS menginvasi Irak setelah insiden 11 September. 

Putin percaya bahwa serangan pesawat sipil Rusia yang jatuh di Semenanjung Sinai di Mesir yang menewaskan 224 penumpang, merupakan deklarasi perang langsung terhadap Rusia. Dan oleh karenanya, Rusia berhak untuk melindungi negeri mereka dengan cara menyerang negara lain. Persis seperti apa yang selama ini dilakukan Amerika. Putin telah berusaha setengah mati membagi dunia ke dalam dua kubu. Rusia sendiri berkoalisi bersama Mesir, Iran, dan Jordania serta berteman dengan banyak negara-negara muslim di Afrika. Pertemanan Rusia dengan banyak negara muslim itulah yang membuat setiap ancaman Rusia menjadi nyata karena Rusia benar-benar ingin membasmi para ekstrimis muslim atau kelompok teroris muslim. Dan Rusia akan memanfaatkan persahabatannya dengan negara-negara muslim dalam rangka untuk melenyapkan Turki. Sementara itu AS sendiri berkoalisi dengan Turki, Qatar, Arab Saudi, Sudan, dan Moroko. Rusia juga bersahabat dengan Cina. AS juga tidak mau kalah dimana ia berkawan dengan negara-negara Eropa dan negara-negara kecil pasifik seperti Korea Selatan dan Jepang. Jika AS bersedia untuk menolong atau melindungi Turki dari serangan Rusia, maka bisa dipastikan bahwa Perang Dunia III otomatis tinggal menunggu waktu saja. 

Yang perlu diketahui, bahwa Turki merupakan negara yang bergengsi tinggi. Itu merupakan sinyal yang jelas kepada Rusia bahwa setiap ancaman Rusia kepada Turki jelas tidak memiliki efek intimidasi apa-apa terhadap Turki. Intinya Turki tidak takut kepada Rusia. Turki juga bersedia melindungi kelompok minoritas Turki di Rusia sedangkan Rusia sendiri melindungi kelompok etnis minoritasnya di negara-negara lain contohnya seperti Ukraina. Turki saat ini melihat Rusia sebagai kekuatan penjajah. Dan Erdogan sangat paham betul terhadap apa yang dilakukan Rusia saat ini. Dengan ideologi Islam yang dipegang teguh Erdogan, Erdogan percaya bahwa ditangannya lah nasib Turki saat ini dipertaruhkan. Turki jelas tidak dapat melupakan wilayah Anapa, Sochi, dan kota-kota lain di wilayah Laut Hitam jatuh di tangan Rusia sejak kekalahan Kekaisaran Ottoman oleh dominasi kekuatan Rusia. Ketiga kota itu, setelah kekalahan Ottoman, kemudian dianeksasi Rusia hingga saat ini.

Erdogan tidak akan pernah melupakan sejarah kelam kekalahan Ottoman terhadap Rusia sekaligus tidak akan, sampai kapanpun, mengikhlaskan Rusia mengambil alih wilayah bekas kekuatan Ottoman. Erdogan juga percaya bahwa ia saat ini mewarisi ideologi suci dari para pendahulunya dan saat ini mewakili kekuatan Kekaisaran Ottoman di masa lalu. Mau kemana Turki sekarang melangkah, semua saat ini berada dalam kendali Erdogan dengan sisi ideologi Islam dan kebanggaan Ottoman yang tinggi di masa lalu. Erdogan juga percaya bahwa ia lah penerus kekuatan Ottoman saat ini dan di masa mendatang. Banyak kelompok teroris mengakui kehebatan Erdogan dan menyebut Erdogan sebagai Sultan muslim yang sukses. Turki juga membangun istana kepresidenan yang megah khusus untuk sang Sultan. Bahkan Gedung Putih milik AS dan Kremlin milik Rusia masih kalah megah dibandingkan Istana kepresidenan Erdogan. 

Erdogan berbicara layaknya Sultan kerajaan Ottoman dan sangat berpegang teguh pada umma. Umma adalah konsep yang diciptakan Nabi Muhammad dimana umat Islam harus disatukan diseluruh dunia dan sama sekali tidak terbatas pada batas-batas negara. Untuk itulah Erdogan percaya bahwa misi itu diwarisinya. Untuk menyatukan kekuatan Islam diseluruh dunia. 

Berbicara mengenai Rusia, Rusia jelas membantu Assad. Itu artinya Rusia akan melawan seluruh kelompok-kelompok bersenjata di Suriah, entah itu ISIS yang didukung Turki, Qatar, dan Arab Saudi, maupun kelompok oposisi Suriah Taliban dan Al-Nusra Al-Qaeda, yang didukung oleh bantuan finansial dan senjata dari AS dan Eropa. Seluruh kelompok-kelompok bersenjata diatas tadi bisa dikatakan sebagai teroris dalam kamus Rusia. Rusia membuat pengecualian terhadap kelompok Kurdi serta warga Kurdi sejak mereka membuktikan diri menjadi teman Rusia dengan cara bertempur melawan Turki. Sementara itu Turki memiliki satu tujuan. Perang berlarut-larut di Suriah saat ini akan membuat Turki nantinya akan menganeksasi (mengambil alih) wilayah Suriah dan menjadikannya sebagai wilayah baru yang dikendalikan kekuatan Ottoman untuk mengenang kebesaran kerajaan Ottoman di masa lalu.

Jika Rusia ingin memusnahkan ISIS, Al-Qaeda, dan Taliban. Maka Kurdi dari Kurdistan akan menguasai basis-basis mereka yang dikalahkan Rusia. Hal itulah yang membuat Turki cemas dan nantinya penguasaan Kurdi di wilayah-wilayah bekas kelompok teroris akan diisi oleh Kurdi untuk bertempur melawan Turki. Karena jika wilayah kedaulatan Kurdistan benar-benar terwujud, maka Turki menjadi tempat yang tidak lagi aman. Hal itu dikarenakan Turki dan Kurdi merupakan musuh sejak lama. Sedangkan wilayah Kurdistan yang berdiri sendiri akan membawa keuntungan besar bagi Rusia. Jika Turki terjebak perangkap dan sedang sibuk-sibuknya bertempur melawan pemberontak Kurdi dan melupakan Suriah untuk sejenak, maka hal itu akan membuat Suriah menata kembali kekuatan ekonomi dan militernya secara perlahan dalam rangka untuk kembali melawan Turki, tentunya dengan dukungan dari Rusia. Kurdistan sendiri didukung secara finansial oleh AS dan Eropa. Otomatis Rusia tidak perlu bersusah-susah membatu pemberontak Kurdi dalam melawan Turki. Ironinya adalah, Kurdi didukung oleh Amerika. Sedangkan Amerika juga mendukung Turki dengan pertimbangan keanggotaan NATO yang dimiliki Turki. NATO sendiri, bersama kekuatan koalisinya, sedang bertempur membombardir pasukan Kurdi yang anehnya didukung AS. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun