Mohon tunggu...
Abdu Rozaqi
Abdu Rozaqi Mohon Tunggu... - -

Stay Foolish, Stay Hungry

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Gengsi Turki vs Dominasi Rusia

2 Desember 2015   06:14 Diperbarui: 2 Desember 2015   07:06 470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

keputusan Putin sangat cermat dalam menciptakan agen berita Pravda untuk menunjukkan siapa jati dirinya dan bagaimana kebijakan Putin ke depan terhadap Suriah. Timur Tengah kembali bergejolak setelah Turki menembak jatuh jet tempur Rusia. Untuk memahami insiden penembakan ini kita perlu kembali secara cermat melihat sejarah. 

Rusia, sebelumnya telah mengancam negara-negara seperti Turki, Arab Saudi, dan Qatar. Ancaman Rusia atau ancaman Putin memang tidak diumbar di depan publik dan dilakukan secara langsung, melainkan ancaman tersebut tersirat dari sebuah agen berita bernama Pravda. Pravda merupakan agen kantor berita yang dikendalikan sendiri oleh Putin. Sejak putin dulunya merupakan agen intelijen KGB dan mantan mata-mata profesional, tentu membuat agen berita propaganda semacam itu tidaklah sulit bagi Putin. 

Laporan yang dirilis Pravda menjelaskan bagaimana Rusia sebelumnya telah mengancam kekuatan segitiga negara Islam superpower diantaranya Turki, Arab Saudi, dan Qatar. Rusia menjelaskan bahwa negara yang mendukung terorisme melalui ISIS, baik bantuan finansial maupun dukungan melalui kebijakan lainnya yang menguntungkan ISIS, maka wilayah negara-negara yang mendukung ISIS tersebut harus dihancurkan melalui serangan roket. Ancaman Rusia ini digambarkan semakin intens sejak serangan teror Paris kemarin. Ancaman ini juga nantinya akan membuat Perang melawan Teror bertransformasi menjadi Perang teritorial. Konflik yang meletus nantinya antara Rusia dan tiga kekuatan segitiga-Islam itu nantinya akan membuat komunitas internasional semakin sulit untuk menjadi pihak yang netral. Sedangkan negara Cina nantinya akan bergabung ke kancah perang demi untuk melindungi Rusia dari Barat dan NATO. Hal itulah yang membuat Cina beralasan bahwa negaranya harus ikut dalam perang. Cina bisa jadi akan menyerang Jepang, Vietnam, Kamboja, serta negara-negara Asia lainnya. Hal itu dapat dicermati mengingat Cina memperkuat kekuatan mereka dan membangun pangkalan militer di Laut China Selatan. Korea Utara lalu memiliki kesempatan untuk menyerang Korea Selatan dan sekaligus mengakhiri Perang Sipil korea yang berlarut-larut dengan menciptakan eskalasi perang yang baru. Konflik antara dua Korea nantinya akan membuat AS mengambil langkah untuk melindungi Korea Selatan. Sedangkan Eropa sendiri perlu melindungi negara aliansi mereka seperti Vietnam, Jepang, dan Hong Kong. Dan tinggal menunggu waktu saja sebelum Perang Dunia III benar-benar pecah.

Pravda juga mengingatkan bahwa ancaman Putin bukanlah omong kosong semata. Sebagai contoh, Putin pernah berkata pada tahun 1999 bahwa dia akan membunuh para teroris, meskipun teroris itu sedang duduk di toilet mereka. Ancaman Putin dibuktikan langsung dengan tindakan. Pangeran perang Chechnya lalu dibunuh dan ibukota Grozny dihancurkan Rusia dengan bom. Rusia juga membunuh Presiden Chechnya Zelimkhan Jandarbijev pada awal tahun 2004 setelah Zelimkhan melaksanakan salat Jum'at di Ibukota Duha di Qatar.

Mereka yang membunuh Presiden Zelimkhan merupakan agen mata-mata profesional KGB yang memiliki kaitan langsung dengan Kantor Kedutaan Rusia. Otoritas pemerintah Qatar lalu menangkap mereka yang di kedutaan, namun segera merilisnya setelah takut akan aksi balasan Rusia. Berbicara soal Putin, jika Putin berbicara A, maka dia akan melakukan persis seperti yang dia katakan. Itu artinya ucapan Putin tidak main-main dan seringkali serius. Ancaman Putin juga bukan merupakan ancaman omong kosong Presiden Obama yang katanya membasmi ISIS tetapi malah setengah hati dan membiarkan ISIS berkembang subur lebih lama. 

Perlu diingat, bahwa Qatar merupakan satu negara yang mendukung terorisme. Sebagai contoh, negara yang terlibat dalam peristiwa terorisme di Gurun Sinai di Mesir juga didalangi Qatar. Vladimir Putin tentu sangat paham akan hal itu mengingat pengalamannya sebagai mantan agen KGB. Sedangkan Arab Saudi sendiri merupakan sebuah negara yang bertanggungjawab terhadap serangan teror WTC 9/11 di Amerika Serikat. Yang kemudian dari hal itulah yang membuat Amerika menyerang Irak. Itu artinya Arab Saudi sendiri lah yang memberikan legalisasi mengenai invansi militer AS di Irak. 

Hubungan antara Qatar dan Rusia sendiri tidaklah berjalan mulus. Qatar juga tidak menyembunyikan dukungan mereka terhadap gerakan Islam, khususnya terhadap Ikhwanul Muslimin/ IM serta kelompok teroris ISIS. Dukungan Qatar itu tentu menjadi masalah tersendiri dan beban bagi Rusia saat Rusia sedang melancarkan operasi militer anti-teror mereka di Republik Kaukasus muslim. Jadi saat inilah merupakan waktu yang tepat bagi Rusia jika ingin membasmi ISIS dan Ikhwanul Muslimin untuk mencegah tersebarnya doktrin jihad dikalangan gerakan islam, bukan hanya diluar Rusia, tetapi juga gerakan jihad muslim yang ada di dalam negeri Rusia itu sendiri. 

Qatar telah memberikan dukungan yang tanpa batas kepada pasukan yang bertempur melawan rezim Syria. Qatar, Arab Saudi, dan Turki bersama-sama memaksa untuk menggulingkan Presiden Assad. Niat penggulingan tersebut dilatarbelakangi oleh keputusan Assad yang menolak untuk membangun suplai pipa minyak melalui wilayah Suriah yang jika hal itu dilakukan, tentu akan bersaing dengan pipa minyak Rusia. 

Negara-negara Arab sama-sama percaya bahwa Rusia adalah negara yang setia terhadap kawannya. Hal itu dipertegas dengan suatu cerita di masa lalu terkait dengan Saddam Hussein dan Gaddagi. Putin saat ini mencoba untuk mengubah citranya di mata publik dunia dengan cara menjadikan Rusia sebagai negara yang loyal terhadap kawan mereka. Hal itu akan membuat negara-negara aliansi Rusia menjadi percaya diri dan merasa dilindungi oleh negeri Beruang Merah. 

Sebagai tambahan, Rusia sejak lama sudah mencurigai Arab Saudi. Putin tidak dapat memaafkan Arab Saudi begitu saja atas peran Arab Saudi dalam membantu pejuang mujahidin Afghanistan dalam upaya mereka mengalahkan dominasi militer Rusia saat Rusia menginvasi Afghanistan. Dukungan senjata dan dana dari Arab Saudi kepada mujahidin Afghanistan pada akhirnya membuat Uni Soviet menderita kekalahan dan invasi militer Uni Soviet di Afghanistan menjadi sia-sia dan menderita banyak korban jiwa. Arab Saudi di tahun 1980an membantu mujahidin dengan dana sebesar 20 miliar dolar AS. Sepertinya belajar dari pengalaman masa lalu di Afghanistan, Putin jelas tidak ingin negaranya dikalahkan dalam konflik Suriah saat ini. Selain itu Putin juga butuh wilayah Suriah dalam rangka untuk melindungi Iran dari kekuatan-kekuatan asing yang ingin menyerang Iran. Putin sejak lama sudah paham betul bahwa musuh-musuh Rusia (AS, NATO, dan aliansi Amerika) akan berusaha untuk menyasar serangan terhadap Iran setelah konflik di Suriah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun