Mohon tunggu...
Abdur Rauf
Abdur Rauf Mohon Tunggu... Dosen - Dosen STIQ Kepulauan Riau

Aku berkarya, maka aku ada. Buku Solo: 1. Di Bawah Renungan Al-Qur'an (2017). 2. The Good Muslim: Menjadi Muslim Berjiwa Kuat, Berakhlak Dahsyat, Berpribadi Hebat, dan Hidup Bermanfaat (2024). Buku Antologi: 1. IMM di Era Disrupsi: Membaca Kecenderungan Baru Gerakan (2022). 2. Kembali Berjuang (2023). 3. Mumpung Masih Muda: Spesial Quotes About Youth (2023).

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Prof Muhammad Chirzin dan Motivasi Menulis

20 Januari 2025   16:20 Diperbarui: 20 Januari 2025   16:16 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dari kiri ke kanan: Prof Syaifuddin Zuhri, Prof Muhammad Chirzin, istri saya, saya, dan Dr Agung Danarto (Doc. Pribadi)

Muhammad Chirzin lahir di Yogyakarta pada 15 Mei 1959. Muhammad Chirzin merupakan Guru Besar Tafsir Al-Qur’an UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Kepakarannya di bidang tafsir sudah tak diragukan lagi. Lebih dari 50 karya tentang studi ilmu-ilmu Al-Qur’an dan tafsir lahir dari tangan emasnya.

Di samping seorang akedemisi, Muhammad Chirzin juga merupakan sosok ulama yang aktif sebagai pengurus MUI Kota Yogyakarta. Sejauh yang saya kenal, beliau adalah sosok akademisi dan ulama yang sederhana, rendah hati, dan produktif dalam menulis.

Pertama kali saya bertemu beliau yaitu ketika kuliah S-1 di Fakultas Agama Islam, Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Saya pernah mengambil mata kuliah yang diampu oleh beliau, yaitu Pelajaran Tafsir KH Ahmad Dahlan. Rasa-rasanya, itulah pengalaman pertama kali saya diajar oleh seorang Professor.

Pertemuan pertama dengan Prof Muhammad Chirzin itu langsung membuat saya “jatuh cinta” dengannya. Beliau sangat inspiratif. Saat mengikuti kelasnya, banyak hal-hal baru yang kita dapat, di samping pelajaran tafsir. Di sela-sela mengajar tafsir, beliau juga kadangkala menyelipkan nasihat dan motivasi yang menggugah jiwa, baik itu tentang Al-Qur’an, kehidupan, maupun tentang menulis. 

Saya berkesempatan bertatap muka di kelas dengan beliau hanya satu semester saja. Meskipun tidak lagi bertemu di kelas, beberapa kali saya juga berkesempatan bersilaturahmi langsung ke rumah beliau. 

Pada tahun 2017, saya melanjutkan pendidikan ke jenjang S-2 di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Di sinilah penulis berkesempatan lagi menimba ilmu dengan beliau. Dan pada tahun 2019, saya sangat bersyukur, dapat menyelesaikan Tesis S-2 di bawah bimbingan beliau.

Sebelumnya saya tak menduga, kaprodi memilih beliau untuk menjadi pembimbing Tesis saya. Tentu saya merasa senang, dapat bimbingan langsung dari dosen favorit semasa kuliah S-1 dulu. Terima kasih, Prof, atas ilmu dan bimbingannya. Jazakallahu khairan katsiran.

Cara Prof Muhammad Mengabadikan Hidup

Saat kuliah, Prof Muhammad Chirzin sering memotivasi mahasiswanya untuk menulis. Terus terang, minat saya dengan dunia menulis ini adalah berkat dorongan beliau. Sejak saat kuliah S-1 dulu beliau selalu mendorong kami untuk menulis, maka sejak saat itu pulalah penulis sangat berhasrat hendak mengasah bakat menulis ini. Alhamdulillah, sampai sekarang pun saya masih terus mengasah bakat menulis ini.

Menulis, bagi Prof Muhammad Chirzin, adalah perjuangan menuju keabadian. Begitulah cara Prof Muhammad Chirzin mengabadikan hidupnya. Hal ini beliau buktikan dengan menghasilkan banyak karya. Di awal sudah saya katakan, bahwa saat ini beliau sudah menghasilkan lebih dari 50 karya buku.

Dalam salah satu tulisannya, Prof Muhammad Chirzin bercerita bahwa kegemarannya dalam menulis ini berawal dari secarik koran yang salah satu sudutnya memuat tulisan: “Bakat ialah kesabaran dan ketekunan yang lama”. Kalimat ini juga sering beliau sampaikan saat memberikan motivasi kepada kami di waktu perkuliahan.

Akhirnya, dari situlah Prof Muhammad Chirzin memutuskan menekuni dunia tulis menulis ini. Beliau juga menuturkan bahwa inspirasi untuk menjadi penulis itu juga datang dari kata-kata bijak Ali bin Abi Thalib: “Tulisan akan tetap hidup walaupun penulisnya sudah mati”.

Prof Muhammad Chirzin pernah menuturkan: “Dahulu saya belajar dengan membaca, kini belajar dengan menulis. Dengan membaca saya belum tentu menulis; dengan menulis saya harus membaca. Menulis untuk berbagi dalam rangka aktualisasi diri dan mengajari diri sendiri”. Beliau juga mengatakan bahwa berkat banyak menulis inilah yang kemudian mengantarkan beliau meraih jabatan sebagai Guru Besar di bidang Tafsir Al-Qur’an pada tahun 2006.

Inilah beberapa alasan mengapa beliau menulis buku. Menurut Prof Muhammad Chirzin, buku adalah guru dan sumber ilmu. Buku adalah kepanjangan tangan guru. Buku adalah guru serba tahu segala ilmu. Buku adalah teman terbaik sepanjang waktu. Buku mengenalkan kita dengan orang terdahulu.

Menulis meninggalkan warisan untuk dunia. Menulis adalah menebar pengetahuan dan mendialogkan kebenaran. Menulis untuk mengikat makna, menghimpun, dan menebar gagasan. Menulis buku adalah tanda syukur dan terima kasih kepada guru. 

Prof Muhammad Chirzin mengatakan bahwa untuk menulis kita hanya butuh kemauan dan kesungguhan. Kemauan meningkatkan kemampuan. Salah satu semboyan yang sering beliau pesankan kepada kami saat kuliah dulu adalah: “Menulislah setiap hari walapun hanya sebaris, tulislah ilmu walau satu buku selama hayatmu”.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun