Saat masuk ke toko buku Gramedia di salah satu mall di pusat kota Jogja, mata saya tertuju pada satu quote menarik yang ditulis di papan reklame yang terpajang di samping pintu masuknya.
Quote itu dikutip dari buku yang ditulis oleh Gary John Bishop yang berbunyi:Â
"Cintai kehidupan yang kamu miliki, bukan kehidupan yang kamu harap kamu miliki."
Setelah melihat quote keren itu, segera saja saya catat di catatan handphone. Barangkali, berangkat dari quote itu, siapa tahu nanti ada ide mengalir buat menulis.
Kenapa Harus Insecure?
Ketika membaca quote itu, tiba-tiba saya teringat tentang insecure, satu istilah yang santer kita dengar hari-hari ini. Kadangkala kita merasa insecure, merasa diri kita tidak lebih baik dari orang lain, muncul rasa tidak percaya diri.
Kita bertanya-tanya, mengapa kehidupan orang lain sepertinya, kok, enak-enak saja, sementara kita rasanya beban hidup itu sudah terlalu berat sehingga lupa bagaimana caranya bahagia.
Sikap yang demikian itu sesungguhnya sangat menguras energi kita. Beban hidup sudah berat, lalu ditambah lagi dengan perasaan insecure. Benar-benar melelahkan. Jika terus menerus rasa insecure ini tidak segera diatasi dengan baik, boleh jadi akan merusak hari-harinya di masa-masa yang akan datang.
Hari-hari kita yang rusak adalah hari-hari yang tidak ada nilainya sama sekali. Kehidupan yang kita lalui dipenuhi dengan energi-energi negatif. Alhasil, energi-energi negatif itu berdampak pada melemahnya produktivitas kita.
Hidup yang tidak produktif adalah hidup yang penuh dengan kerugian. Waktu 24 jam yang kita miliki, hanya berlalu dengan sia-sia. Itulah salah satu di antara akibat dari perasaan insecure tadi. Perasaan insecure sejatinya tidak merubah apa pun dari keadaan hidup kita. Malah, membikin hidup makin terpuruk.
Orang insecure cenderung iri dengan kehidupan orang lain, lalu mencemaskan hari-harinya yang akan datang, padahal hari-hari yang akan datang itu belum tentu menjadi hari miliknya.
Sifat iri ini buruk sekali. Sebab, orang yang punya sifat iri, ia tidak pernah senang dengan kesenangan orang lain. Apalagi kesenangan itu melebihi dari sekadar yang ia miliki.
Hidupnya jadi sengsara melihat kesenangan orang lain. Padahal sama sekali tidak ada kaitan dengan hidupnya. Lalu timbul sakit hati. Dari rasa sakit hati ini bisa pula muncul keburukan-keburukan lainnya. Menjalar ke mana-mana. Inilah akibat iri.
Insecure yang Diperbolehkan
Rasulullah sebenarnya membolehkan iri, asal iri dalam hal kebaikan. Sebagaimana disebutkan dalam hadis:
"Tidak ada iri hati yang diperbolehkan selain dalam dua hal, yaitu: terhadap seseorang yang dikaruniai harta oleh Allah kemudian dibelanjakannya di jalan kebaikan, dan terhadap seseorang yang dikaruniai ilmu oleh Allah kemudian ia mengajarkannya dan mengamalkannya."
Jika demikian irinya, malah ini sangat dianjurkan. Iri dalam hal kebaikan akan memberikan dampak positif dalam diri kita. Pun orang yang kita iri dengannya, mereka juga akan memperoleh kebaikannya.
Oleh sebab itu, warisilah kebaikan. Dengan mewariskan kebaikan dalam kehidupan, maka tak ada ruang bagi orang lain untuk berlaku iri dengan kita melainkan iri karena kebaikan kita.Â
Warisan kebaikan niscaya menjadi amal jariyah yang tiada terkira nilainya, terus menerus mengalir sepanjang masa pahala kebaikan bagi pewarisnya. "Tidak ada balasan untuk kebaikan selain kebaikan pula", (QS. 55: 60).
Jika ada iri yang diperbolehkan, maka kenapa memilih iri yang dilarang? Kebiasaan buruk kita, semakin dilarang malah semakin menjadi-jadi. Semoga itu tidak terjadi.
Perhatikan juga hadis Nabi ini:
"Barang siapa yang menetapkan sunnah hasanah (kebiasaan yang baik) lalu ada yang mengamalkannya, maka ia mendapat pahala seperti orang yang mengerjakannya tanpa dikurangi sedikit pun. Dan barang siapa yang menetapkan dalam Islam satu sunnah sayyi'ah (kebiasaan yang buruk) lalu ada yang mengamalkannya, maka ia memperoleh dosa seperti yang mengerjakannya tersebut tanpa disusut sedikit pun."
Lagi-lagi ini soal pentingnya mewariskan kebaikan.
Maka, tak ada gunanya memelihara sifat iri yang diharamkan. Orang iri itu tidak akan pernah menemukan kebahagiaan. Sebab, jiwanya selalu cemas dan gusar.Â
Agaknya, orang-orang yang memelihara sifat iri terlarang ini perlu membaca quote ini: "Cintai kehidupan yang kamu miliki, bukan kehidupan yang kamu harap kamu miliki", supaya mereka menyadari bahwa kehidupan yang dimilikinya adalah kehidupan terbaik yang telah Allah tetapkan untuknya. Apalagi jika diukur dengan paradigma iman. Iman itulah yang akan menuntun kita agar meyakini bahwa tidak ada ketetapan Allah untuk kita melainkan kebaikan bagi diri kita.
Cara Mengatasi Insecure
Oleh sebab itu, perasaan insecure perlu kita obati dengan rasa qana'ah dan syukur. Dengan qana'ah, kita akan senantiasa merasa cukup dengan karunia yang telah Allah berikan. Dengan syukur, kita akan senantiasa memuji Allah atas kebaikan dan kasih sayang yang telah dianugerahkan-Nya.
Qana'ah dan syukur akan menutup ruang gerak insecure dalam diri kita. Qana'ah dan syukur mampu meredam gejolak rasa insecure itu. Qana'ah dan syukur akan mendorong kita untuk mencintai kehidupan yang kita miliki. Sebaliknya, perasaan insecure pada diri seseorang justru akan memandang sempit dan tak berharganya kehidupan yang dimilikinya.
Insecure berpotensi menjerusmuskan kita kepada sikap kufur nikmat. Ciri-ciri orang kufur nikmat salah satu di antaranya adalah merasa kurang atas apa yang dimilikinya sehingga tidak muncul dalam dirinya ekspresi syukur itu.
Syukur dan kufur adalah dua hal yang saling bertolak belakang. Syukur mendekatkan kita kepada keberkahan nikmat, sedangkan kufur mendekatkan kita kepada azab dan laknat dari Allah.Â
Oleh sebab itu, jika kita merasa perasaan insecure itu hadir dalam diri kita, maka bersegeralah mengingat-ingat apa saja nikmat Allah yang telah kita miliki, lalu syukurilah.
"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambahkan (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat." (QS. 14: 7)
Sahabat! Orang yang tidak mensyukuri hidupnya niscaya tidak akan pernah mencintai kehidupan yang dimilikinya. Berdoalah kepada Allah agar selalu dibimbing-Nya dalam hal syukur ini:
"Ya Tuhanku, berilah aku petunjuk agar aku dapat mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau limpahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku, dan agar aku dapat berbuat kebajikan yang Engkau ridhai; dan berilah aku kebaikan yang akan mengalir sampai kepada anak cucuku. Sungguh, aku bertobat kepada Engkau, dan sungguh, aku termasuk orang Muslim."Â (QS. 46: 15)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H